Dari Tukang Pos Menjadi Pengambil Keputusan

Infog-66

(Business Lounge – Lead & Follow)

Post Office Syndrome

Sebagai seorang pemimpin saya pernah menjumpai staf saya yang memiliki mental seperti tukang pos (post officer syndrome), sekalipun dia sudah seorang manajer. Memang menjadi tukang pos adalah pekerjaan yang mulia namun dari jenis pekerjaan yang setiap hari dilakukannya adalah hanya mengantarkan  dokumen saja, tidak diperlukan kreativitas, analisa, nilai tambah dan bisa dilakukan tanpa perlu kematangan, namun memerlukan kejujuran dan kesetiaan.

Analogi tukang pos ini saya pikirkan ketika saya mendapati seorang manajer mengerjakan tugas yang saya sampaikan dengan cara meminta stafnya mengerjakan, setelah pekerjaan selesai maka dia segera memberikan kepada saya tanpa melakukan review, sehingga sebagai atasan tidak saya rasakan nilai tambahnya, ketika saya ada koreksi maka segera dia membawanya kembali kepada staf yang mengerjakan untuk dikoreksi, demikian seterusnya. Seperti seorang tukang pos bukan?

Problem Solver

Dilain pihak, ada manajer yang punya kematangan sebagai seorang problem solver, sebagai pemimpin tentu ingin staf saya seperti ini. Mendelegasikan pekerjaan kepada manajer dengan ciri khas problem solver akan mendapatkan banyak keuntungan, sebab seluruh pekerjaan yang diberikan kepadanya akan dianalisa dan dicari jawabannya, bila dia meminta staf mengerjakannya tidak akan dilepaskan begitu saja namun diserahkan dengan frame yang dikuasainya, dia akan melakukan review saat stafnya selesai dan mengoreksinya sampai matang hingga ketika tiba pada saya sudah penuh dengan nilai tambah dan kreativitas, saya sangat yakin dengan pekerjaannya.

Decision Maker

Diatas seorang problem solver , masih ada yang lebih matang lagi , yaitu manajer yang ketika bekerja memiliki kematangan seorang decision maker, kualitas kematangan manajer di tingkat seperti ini adalah ketika saya mendelegasikan sebuah pekerjaan, maka dia akan kembali dengan alternatif keputusan yang dapat diambil lengkap dengan keuntungan dan resikonya, juga termasuk di dalamnya usulan keputusan mana yang sebaiknya diambil. Tentu saya berharap memiliki manajer dengan tingkatan seperti ini, saya akan mendelegasikan banyak pekerjaan kepada orang seperti ini, dan pastinya akan mendapatkan timbal balik lebih banyak.

Leader as a Follower

Tingkat kematangan (maturity) manajer atau staf yang berbeda-beda seperti yang saya hadapi merupakan kondisi yang dihadapi oleh banyak pemimpin, dari tiga tipe manajer dalam supervisi saya tentu manajer ketiga yang akan memiliki karir yang lebih cemerlang, disisi lain saat saya berpikir tentang mereka maka saya juga berpikir tentang diri saya, sebab selain leader saya juga follower.

Menurut Bernhard Sumbayak, Founder and Chairman Vibiz Consulting dan penemu Followership Leadership (FL) model disampaikan bahwa a good leader is a good follower. Kalau saya memiliki tingkat kematangan hanya sebagai tukang pos di hadapan pemimpin saya, maka saya adalah bad follower dan dengan pendekatan FL model saya adalah seorang bad leader, dan pastinya karir saya akan berantakan.

Followership Leadership model secara implisit mendefinisikan bahwa adalah menjadi tanggung jawab saya sebagai seorang pemimpin untuk meningkatkan kematangan seorang manajer yang ditingkat post officer menjadi seorang decision maker.

Ketika saya menyadari bahwa a good leader is a good follower maka hal pertama yang saya lakukan adalah saya sendiri harus terus meningkatkan kemampuan diri menjadi follower dengan tingkat kematangan seorang decision maker. Tanpa keteladan ini, jangan harap saya akan membawa mereka yang dalam supervisi saya akan memiliki kematangan yang bertumbuh.

Menyesuaikan Gaya Kepemimpinan

Hal yang kedua yang saya amati untuk bisa menjadi good leader adalah menyesuaikan gaya kepimpinan dengan kondisi manajer atau seorang staf. Gaya berbeda ditujukan untuk tingkat kematangan manajer yang berbeda. Kondisi manajer pada tipe post officer tidaklah bisa dipimpin dengan gaya kepemimpinan yang delegation, melainkan gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan adalah gaya kepemimpinan direction yaitu manaka task oriented lebih kuat dari people oriented. Manajer ini lebih diajarkan bagaimana bekerja secara professional.

Manajer dengan tipe problem solver pasti sudah mahir dalam melaksanakan pekerjaannya, sudah lebih matang. Karena itu gaya kepemimpinan yang cocok untuk memimpin manajer ini adalah participation. Pemimpin tidak banyak memberikan arahan dalam pekerjaan tapi memberikan dukungan agar lebih berani untuk ke arah pengambilan keputusan.

Di tingkat kematangan manajer atau staf decision maker, maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah delegation. Kedua sisi baik arahan dalam pekerjaan maupun dukungan sudah sangat minimum. Manajer di tingkat ini adalah penerus dari kepemimpinan di masa depan.

Kedua hal ini baik keteladanan dan menggunakan gaya kepemimpinan yang cocok adalah paduan yang harus dikerjakan bersamaan. Tanpa dikerjakan keduanya akan mengakibatkan kegagalan dalam pekerjaan, juga mematahkan motivasi staf ataupun manajer di bawah supervisi anda. Ingatlah sekali lagi a good leader is a good follower.

http://beritadaerah.com/wp-content/uploads/2013/11/fad2.jpg 

Penulis adalah Fadjar Ari Dewanto Managing Partner Infrastructure Vibiz Consulting/VMN/BL

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x