Dalam Pilpres ini kita melihat sekali banyak jenis count-count, mulai dari exit poll, quick count, real count, dan count-count lainnya. Banyak sekali jenis perhitungan, dan hasilnya pun berbeda-beda satu sama lain. Kita akan melihat secara keilmuan dan statistika sederhana, mengenai metode-metode tersebut.
Exit Poll
Ini adalah metode pertama yang akan kita bahas. Exit Poll sendiri dapat kita definisikan sebagai metode statistik untuk mendapatkan data, dimana sang penanya (interviewer) atau sang pengambil data menanyakan responden setelah responden keluar dari bilik suara. Dalam kasus-kasus lain yang tidak berkaitan dengan pemilu, konsep yang sama juga bisa diterapkan: semisalnya setelah responden meminum dua botol soda, botol soda mana yang responden tersebut lebih sukai. Exit Poll ini esensinya sama dengan survei, dimana data yang akan diambil ialah data yang diberikan oleh responden, dan perlu kita catat bahwa data yang diberikan responden belum tentu merupakan suatu fakta.
Data responden dalam “exit poll” pemilu misalnya. Belum tentu responden yang menjawab memilih partai A pada polling benar-benar memilih partai A pada bilik suara. Belum tentu responden yang lebih menyukai warna hitam pada polling benar-benar menyukai warna hitam. Meskipun bisa saja hal ini tidak terjadi, tetapi dalam statistik ini disebut dengan ketidakpastian. Segala sesuatu yang bukan fakta tidak dapat dijadikan fakta/data.
Maka dari sinilah, penyelenggara survei dengan teknik exit poll biasanya juga mencantumkan certainity rate tersebut, yang biasanya ada pada kisaran 95-99%. Patut diperhatikan, ini berbeda dengan sampling error, yang akan terjadi di semua metode statistik. Dari metodenya sendiri, exit poll atau survei sudah memiliki dua jenis error. Inilah yang membuat exit poll menjadi metode survei yang paling tidak akurat.
Pertanyaannya, mengapa exit poll dipakai, walaupun paling tidak akurat? Karena realitas menunjukkan bahwa dalam beberapa hal, data/fakta belum tentu dapat diambil oleh peneliti. Semisalnya Anda melakukan survei mengenai supermarket apa yang disukai oleh pelanggan pada daerah tertentu. Bila Anda melakukan survei, Anda bisa mengambil kesimpulan, yang belum tentu fakta, atau bisa dibilang 95% fakta. Tetapi bila Anda ingin mengambil fakta, maka Anda perlu mengamati satu-satu responden Anda, kemana mereka sebenarnya berbelanja, ini menghabiskan waktu dan tenaga, dan hasilnya pun tidak begitu signifikan.
Namun dalam konteks pemilihan presiden, fakta dapat kita ambil. Karena fakta yang merupakan data numeric dapat kita ambil dan olah, maka tentu metode exit poll bukan metode yang terbaik untuk mengetahui hasil akhir dari pemilihan presiden tersebut.
Quick Count
Quick count pada tahun ini menimbulkan banyak polemik dan menimbulkan banyak ketidakpercayaan pada masyarakat akan lembaga-lembaga quick count ini. Hal ini membuat masyarakat menjadi tidak percaya akan metode statistik, karena hasil yang berbeda-beda antara satu penyelenggara quick count dengan penyelenggara yang lain.
Satu hal yang pasti, secara keilmuan statistik, metode quick count sangat dapat dipertanggungjawabkan. Quick count memiliki tujuan yang sama dengan exit poll, yaitu untuk mengetahui kondisi populasi, dengan mengambil beberapa sampel dari populasi. Jadi sama seperti exit poll, yang akan diuji atau diketahui adalah seluruh populasi, tetapi tentu tidak mungkin mengambil semua populasi Indonesia, sehingga diambillah sampel. Dalam konteks pilpres, karena setelah pengambilan suara maka ada rekapitulasi di TPS, maka rekapitulasi di TPS ini bisa merupakan fakta, karena ini adalah benar-benar hasil dari pengambilan suara di TPS tersebut.
Dalam statistik, ada suatu konsep yang dinamakan dengan ketidakpastian, atau uncertainty. Ini berkaitan erat dengan konsep statistik lainnya, yaitu tingkat kepercayaan (confidence level), ini masih berbeda dengan margin of error yang Anda sering lihat di media-media. Confidence level berbicara tentang keakuratan metode itu sendiri, sedangkan margin of error merupakan error yang terjadi karena metode itu sendiri. Kebanyakan penyelenggara Quick Count tidak mem-publish confidence level mereka, namun biasanya ada di level 90%, 95%, atau 99%. Namun biasanya penyelenggara quick count merilis margin of error mereka (dalam statistik, ini disebut sebagai confidence interval) yang biasanya ada di level 1-2%.
Konsep utama statistik adalah : Semakin banyak mengambil survei, maka semakin tinggi tingkat kepercayaan (atau sampling error semakin rendah). Disini perlu kita perhatikan bahwa dalam metode statistik apapun, pasti akan ada suatu error. Adapun error yang dapat muncul pada quick count ini adalah sebagai berikut :
- Margin of Error – Seperti yang dikatakan diatas, merupakan error yang terjadi karena “keterbatasan” dari metode statistik itu sendiri. Ini bisa dikurangi hanya dengan menambah jumlah pengambilan survei, dan hanya akan mencapai angka 0 bila jumlah pengambilan survei sama dengan jumlah populasi yang akan disurvei.
- Confidence Level Error – Tingkat kepastian metode.
- Input Error – Input bisa juga menjadi error, dalam hal ini kesalahan ada pihak peneliti. Peneliti perlu memperhatikan bukan hanya metode penelitiannya, tetapi juga metode input dan pengolahan data itu sendiri agar tidak terjadi error ini.
Dalam statistik, berapa jumlah sampel yang perlu diambil, untuk mencapai suatu tingkat kepercayaan tertentu, dapat kita kalkulasi dengan mudah.
Dalam konteks pilpres, bagaimana quick count ini? Margin of Error terjadi bukan dari pelaksanaan praktis quick count, tetapi dari metodenya sendiri. Ini dapat dipertanggungjawabkan secara statistik, oleh karena jumlah pengambilan sampel sudah ditentukan oleh statistik, berapa sampel yang harus diambil. Tetapi untuk error confidence level, ini yang tidak dirilis oleh lembaga manapun, walaupun sebenarnya ini cukup signifikan.
Namun, apakah quick count salah? Tidak, namun quick count belum pasti benar. Ini semua kembali kepada apakah metode statistik yang telah ada dipakai dan diimplementasikan dengan benar. Bila hasil berbeda antara suatu lembaga dengan yang lain, itu hasil yang wajar, karena toh pasti sampelnya berbeda. Sampel yang berbeda pasti menghasilkan hasil yang berbeda. Pertanyaannya : Apakah masih masuk dalam margin of error? Ini yang menjadi perhatian bagi lembaga tersebut, bahwa semestinya hitungan real count harus ada dalam range margin of error.
Real Count
Real count sudah jelas. Ini bukan metoda statistik. Ini bukan metoda ilmiah, ini perhitungan, sepasti 1+1 = 2. Tidak bisa ada error, kecuali tentu error pada saat input atau error pada saat perhitungan, namun metodenya sendiri tidak mungkin ada kesalahan.
Yang menarik selama pilpres ini ada fenomena IT, yaitu banyaknya programmer-programmer Indonesia yang membantu mengawal suara rakyat melalui program-program penghitungan suara. Hal ini juga dibantu dan didukung oleh pemerintah, yang melalui KPU telah membuka data kepada masyarakat. Meskipun pada awalnya sempat ada masalah, karena KPU tidak menyediakan API untuk langsung interfacing dengan program, tetapi toh programmer-programmer Indonesia cukup jempol dengan mampu membuat API mereka sendiri.
Ada 2 metode yang dipakai, yaitu sebagai berikut :
- Crowdsourcing. Ini metode yang paling banyak digunakan, terutama saat penghitungan form C1. Sebagai contoh web kawalpemilu.org, yang menggunakan 500 lebih relawan, dan banyak web-web lainnya seperti solusirfid.com, sampai kawal-suara.appspot.com. Disini kita melihat fenomena masyarakat Indonesia begitu ingin mengawal pemilu, sehingga rela mengisikan data beribu-ribu TPS untuk memastikan penghitungan C1 berjalan dengan benar.
- Bot, atau dengan otomatis. Saat ini ada juga web/program yang menggunakan bot dengan teknologi OCR (Optical Recognition) untuk membaca data yang ada di web KPU, lalu kemudian mengolahnya menjadi data. Pembuatnya dari desain.co.id, namun lebih aktif pada forum Kaskus untuk mem-publish hasilnya.
Hampir semua programmer yang bekerja secara gratis ini, mem-publish secara gratis pula source code mereka, baik melalui download langsung, maupun melalui GitHub yang berfungsi sebagai repository untuk source code. Salah satu kehebatan daripada metode real count “oleh rakyat” ini adalah semuanya bersifat transparan, baik dari source codenya, databasenya, metodenya, sampai kepada manajemen servernya! Sehingga bisa dibilang, saat ini pemilihan presiden 2014 sangat transparan, karena memang benar-benar dapat diawasi oleh rakyat.
End Result
Dan ternyata, hasil akhir Pemilu yang baru saja diumumkan oleh KPU menunjukkan perolehan suara untuk pasangan Prabowo-Hatta 46.85%, dan untuk pasangan Jokowi – Jusuf Kalla 53.15%. Perhitungan ini tidak begitu jauh dengan penghitungan quick count yang dilakukan oleh berbagai lembaga quick count.
Managing Partner ICT – Vibiz Consulting
Vibiz Research Head
/VMN/BL