Puluhan seniman berpartisipasi dalam Jakarta Contemporary Art Space yang merupakan rangkaian acara Fiesta Fatahillah sejak tanggal 13 Maret kemarin. Rencananya pameran ini akan diselenggarakan hingga 13 September 2014. Beberapa seniman diantaranya ada Dolorosa Sinaga, Agus Suwage, Angki Purbandono, Heri Dono dan yang lainnya tak kalah seru dalam kolaborasi acara tersebut. Instalasi menjadi dominan dalam acara pameran ini, meskipun ada beberapa lukisan, video art juga performance art.


Acara tersebut diselenggarakan oleh PT. Pembangunan Kota Tua Jakarta dan Kelompok Pelestarian Budaya Kota Tua Jakarta. Kedua lembaga tersebut merupakan inisiasi dari Pemprov DKI Jakarta, BUMN, pengusaha swasta, budayawan, aktivis serta beberapa komunitas di Jakarta. Pencanangan revitalisasi Kota Tua Jakarta sejak bulan lalu diharapkan semakin banyak pihak yang akan membantu pembangunan kawasan tersebut mulai dari pemerintahan pusat, swasta bahkan masyarakat itu sendiri.
Harga tiket masuk untuk melihat pameran ini terbilang murah dan juga tersedianya catalog pameran. Pameran ini dibuka setiap hari dimulai pada pukul 9 pagi hingga pukul 8 malam dan berlokasi di lantai dua Kantor Pos Fatahillah. Di lokasi ini kita juga dapat temukan visitor center yang berisi diagram design perencanaan revitalisasi kawasan Fatahillah. Karya-karya dalam pameran tersebut dijual dengan harga tertinggi 750 juta rupiah, oleh Heri Dono dan yang termurah sekitar 20 sampai 35 juta rupiah.
Karya-karya yang dipamerkan dalam acara ini sangatlah berkualitas. Ide-ide yang ditampilkan bisa membius kita sejenak masuk ke dalam pikiran sang seniman. Permainan imajinatif para seniman diantaranya memiliki keunikan sendiri. Heri Dono yang memarodasikan cerita Three Musketeers karya Alexander Dumas yang dibuat pada abad ke-17 berbentuk pa, Pintor Sirait bermain stainless steel dan lukisan di kanvas dengan cerita ‘Compass’ yang menampilkan tiga tokoh dari Mentawai dalam suatu upacara, ‘Surat Terakhir’ oleh Mella Jaarsma yang terinspirasi dengan arsitek kantor pos Fatahillah pada zaman Belanda, Angki Purbandono yang mengkoleksi keindahan Jakarta dari dalam taksi, Edwin Rahardjo yang konsisten dalam seni kinetiknya juga masih banyak seniman-seniman lain yang bermain dengan kreatifitasnya masing-masing.












Acara pameran seni rupa kontemporer ini tidaklah boleh dilewatkan karena tersedianya durasi yang cukup lama untuk menikmati ragam bentuk yang mungkin akan menjadi inspirasi masyarakat untuk kedepannya.
Sonang Elyas/Journalis/VM/BL
Editor: Iin Caratri