Seekor anjing peliharaan Aman Alangi tengah memimpin perjalanan menuju hutan untuk berburu. Anjing tersebut selalu ikut jika Aman Alangi hendak berburu.

Primitive on Modern of Era

Setelah seharian penuh disapu ombak, tibalah kami di Pulau Siberut. Sementara perjalanan belum usai, sebab kami harus menyambung lagi sekitar 5 jam perjalanan menuju Desa Matotonan. Desa tersebut masih terbilang primitif meskipun tidak seprimitif Desa Sakkudei. Menempuh Desa Sakkudei lebih lama lagi dari pada menempuh Matotonan. Kami melanjutkan perjalanan menggunakan ojek, sebab kalau menggunakan pongpong(sampan) membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya juga cukup mahal dari pada menggunakan ojek.

Selama di perjalanan, hutan menjadi pandangan yang terdekat meskipun trek yang harus dilalui cukup parah di beberapa titik. Jalur sudah dicor semenjak tahun 2012, namun sudah ada beberapa bagian yang harusnya diperbaiki demi kelancaran menuju ke tengah hutan. Ada sekitar 8 Desa yang dilalui selama perjalanan menuju Matotonan, dan selama itu pula saya tidak melihat tiang listrik. Listrik hanya di sekitar Muara Siberut dan beberapa desa. Semakin ke tengah maka semakin tidak ditemukan tiang listrik.

H U J A N……

Semakin asik karena ditemani hujan selama perjalanan, meskipun tubuh sudah basah. Akhirnya pukul setengah enam kami tiba di Matotonan. Kesunyian tampak terasa ketika berada di pulau ini, mulai dari suara-suara serangga hingga listrik yang belum kunjung jua memasuki wilayah tersebut.

Pemandangan dari jendela sebuah rumah seorang sikkerei (dukun) Desa Matotonan tempat kami menginap, Aman Alangi. Seorang perempuan tengah menyusui anaknya yang kesepuluh, Jamal. Beliau adalah istri dari Aman Alangi.
Pemandangan dari jendela sebuah rumah seorang sikkerei (dukun) Desa Matotonan tempat kami menginap, Aman Alangi. Seorang perempuan tengah menyusui anaknya yang kesebelas, Jamal. Beliau adalah istri dari Aman Alangi. – Sonang Elyas
Uma atau rumah adat kebudayaan Mentawai. Ini adalah rumah Aman Alangi yang bersebelahan dengan tempat kami tinggal..
Uma atau rumah adat kebudayaan Mentawai. Ini adalah rumah Aman Alangi yang bersebelahan dengan tempat kami tinggal/ Sonang Elyas
Seni pahat berbentuk burung yang tergantung di bawah langit-langit atap rumah Aman Alangi.
Seni pahat berbentuk burung yang tergantung di bawah langit-langit atap rumah Aman Alangi/ Sonang Elyas
Sagu, makanan khas Mentawai. Rasanya tawar, keras dikunyah, namun bila dicampur dengan sup asin ala Mentawai menjadi lunak untuk dikunyah.
Sagu, makanan khas Mentawai. Rasanya tawar, keras dikunyah, namun bila dicampur dengan sup asin ala Mentawai menjadi lunak untuk dikunyah/ Sonang Elyas
Keluarga Aman Alangi tengah memasak di dapur. Kali ini yang mereka masak adalah Magog, pisang khas Mentawai. Magog diaduk dengan kelapa dan rasanya enak. Pisang Mentawai ukurannya besar-besar dari ukuran pisang yang pernah saya lihat sebelumnya.
Keluarga Aman Alangi tengah memasak di dapur. Kali ini yang mereka masak adalah Magog, pisang khas Mentawai. Magog diaduk dengan kelapa dan rasanya enak. Pisang Mentawai ukurannya besar-besar dari ukuran pisang yang pernah saya lihat sebelumnya/ Sonang Elyas
Patan, anak kesepuluh dari pasangan Aman Alangi dan Balangkunen yang sedang menggendong anak anjing di depan teras rumah.
Patan, anak kesepuluh dari pasangan Aman Alangi dan Balangkunen yang sedang menggendong anak anjing di depan teras rumah/ Sonang Elyas
Seekor anjing peliharaan Aman Alangi tengah memimpin perjalanan menuju hutan untuk berburu. Anjing tersebut selalu ikut jika Aman Alangi hendak berburu.
Seekor anjing peliharaan Aman Alangi tengah memimpin perjalanan menuju hutan untuk berburu. Anjing tersebut selalu ikut jika Aman Alangi hendak berburu/ Sonang Elyas
Aman Alangi, salah satu Sikkerei Matotonan.
Aman Alangi, salah satu Sikkerei Matotonan/ Sonang Elyas

 

Aman Alangi tengah merebus daging ayam untuk makan bersama-sama di teras rumah. Makanan ini menjadi hidangan sebagai perpisahan kami dengan mereka.
Aman Alangi tengah merebus daging ayam untuk makan bersama-sama di teras rumah. Makanan ini menjadi hidangan sebagai perpisahan kami dengan mereka/ Sonang Elyas

Sonang Elyas/Journalist/VM/BL
Editor: Iin Caratri

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x