Pemeriksaan Pajak Bagi Pengembang Properti

(Business Lounge – Tax) – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan mengejar potensi kekurangan pembayaran pajak dari transaksi. Banyak pengembang properti ‘nakal’ yang diperiksa terkait dokumen transaksi pembayaran pajak yang disinyalir melakukan penghindaran pembayaran Pajak Penghasilan (PPh).

“Pemeriksaan rencananya untuk transaksi 2 tahun ke belakang, sebenarnya kita bisa 5 tahun ke belakang, tapi kita juga mempertimbangan sumber daya manusia yang terbatas,” kata Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi.

Penghindaran pajak dalam transaksi properti sudah menjadi fenomena umum dalam bisnis properti. Sehingga Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan mengejar potensi kekurangan pembayaran pajak dari transaksi properti.

Sanksi pun siap menanti para pengembang properti yang terbukti melakukan penghindaran pajak, bahkan hingga ke kategori penggelapan pajak.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso angkat bicara soal itu. Pihaknya yakin jika kasus pengurangan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) tidak dilakukan oleh anggotanya.

Meskipun ia tak menutup kemungkinan perlu adanya pemeriksaan terhadap pengembang yang fokus menggarap properti komersial atau non subsidi yang jumlahnya mencapai 40% dari anggota REI.

Setyo menjelaskan, selama ini kewajiban pembayaran pajak properti atas anggotanya dinilai dijalankan dengan baik. Namun, kata dia, untuk lebih jelasnya pihak Ditjen Pajak memang harus turun langsung memeriksa kebenarannya.

“Kita tidak punya data secara pastinya. Itu kan yang ngurus perusahaan dan notarisnya. Transaksinya kan di bank dan notaris. Kita tidak mendata secara langsung. Silakan dicek kebenarannya,” ujar Setyo.

Dia menambahkan, dari sedikitnya total anggota REI berjumlah 3.000 pengembang, sekitar 60% memang sudah melakukan pembayaran pajak secara benar karena porsi ini menjual rumah tipe sederhana alias rumah subsidi.

Pada transaksi penjualan rumah subsidi relatif sudah terukur harganya. Berbeda dengan penjualan properti komersial dijual memakai mekanisme pasar. Sebanyak 40% pengembang properti anggota REI berjual properti komersial.

“Sebesar 60% anggota REI untuk rumah sederhana tidak ada masalah dan 40% komersial itu bisa didata langsung, kita nggak punya wewenang untuk memeriksa itu,” kata Setyo.

Penelitian awal Ditjen Pajak, ada potential loss penerimaan pajak akibat tidak dilaporkan transaksi sebenarnya jual-beli tanah/bangunan termasuk properti, real estate dan apartemen. Hal ini terjadi karena pajak yang dibayarkan menggunakan transaksi berbasis Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bukan berbasis transaksi sebenarnya atau riil.

Selama ini yang dicantumkan dalam AJB (akte jual beli) bukan nilai transaksi sebenarnya, NJOP itu nilainya lebih kecil, jadi semacam kekurangan pajak. NJOP sekarang berkisar 60% sampai 80% dari harga pasar, sehingga potensinya bisa nambah hampir 50% dari kondisi sekarang.

(PS/IC/BL-VBN)