CapitaLand Sees Plenty of Spark in China

(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Diluar banyak perdebatan mengenai pertumbuhan China yang sangat cepat, daerah ini masih menjadi ladng susu dan madu bagi sebuah perusahaan real estate asal Singapura, CapitaLand Ltd. Presiden direkturnya, Liew Mun Leong, adalah seorang praktisi pasar properti China dalam jangka waktu yang cukup lama, sering mengekspresikan optimismenya pada keadaan fundamental ekonomi atas permintaan proyek properti disana.

Dibawah kepemimpinannya, pengembang ini – yang merupakan perusahaan dengan nilai pasar terbesar di Asia – melakukan ekspansi secara agresif dalam pasar China dalam satu dekade terakhir, dan kini memiliki portofolio di China sebesar 12 milyar dolar Singapura ($9,5 milyar), atau sekitar 38% dari total aset perusahaan, termasuk di dalamnya properti hunian, gedung kantor dan pusat perbelanjaan.
Ekspansi yang dilakukan CapitaLand terhadap pasar China ini tidak berarti tanpa ada yang mencela, khususnya mereka para investor yang berusaha menghindar dari potensi gejolak harga saham akibat ekonomi China yang mungkin dapat melemahkan pasar properti disana.

Namun, Mr. Liew tetap tidak terpengaruh. “Urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi akan menciptakan permintaan, dan orang China sangat suka membeli rumah untuk dimiliki sendiri,” katanya. “Juga, tidak ada alternatif investasi lain disana, mereka tidak bisa berinvestasi diluar China, mereka tidak mengerti mengerti sama sekali tentang ekuitas, namun mereka mengerti bagaimana untukn membeli apartemen.

Mr. Liew berbagi dengan Chun Han Wong tentang bagaimana pandangannya mengenai tren properti dan pengalaman manajerialnya. Wawancara berikut telah disunting.
WSJ : Bagaimana kekacauan pasar akhir-akhir ini dan krisis ekonomi global dapat memengaruhi investasi properti di Asia? Apakah Anda kuatir tentang risiko kebijakan dalam pasar Anda di China dan pasar Singapura?
Mr. Liew : Asia masih menarik bagi investor, namun mereka akan cukup selektif. Sebagai contoh, saya ragu mereka akan banyak menaruh uang di India. Mereka akan mencari negara-negara seperti China, Singapura, Hong Kong, dan beberapa investor yang lebih berani akan menaruh uangnya di Vietnam, bahkan bila mereka cemas dengan keadaan makroekonomi disana. Adanya ‘cooling measures’ tentu sangat baik. Kami akan sangat cemas bila tidak ada hal tersebut, yang berarti orang-orang akan menjadi sangat spekulatif, dan bubbles tidak akan terhindarkan. Jika ada cooling measures, maka kami tentu kan melakukan pengukuran, namun kami tetap tidak akan memperlambat atau menghentikan investasi kami. Setelah krisis finansial global, kami membeli Orient Overseas (bisnis properti internasional) seharga US$ 2,2 milyar. Kini dengan adanya krisis di kawasan Eropa, kami berinvestasi senilai S$ 4,3 milyar di Chongqing (untuk proyek mixed-used Chaotianmen). Kami berhasil melakukan ini karena kami melakukan manajemen modal kami dalam horizon waktu yang panjang. Untuk China, Kami sudah berada disana untuk waktu yang cukup panjang, Kami selalu melakukan reinvestasi laba kami disana. Dengan adanya pemotongan terhadap giro wajib minimum yang dilakukan akhir-akhir ini, China sedang mengirimkan sinyal bahwa mereka tahu mereka harusnya lebih tenang. Ini tidak akan menjadi hal yang terburu-buru, namun akan bersifat incremental. Di Singapura, sebenarnya masih ada kekurangan jumlah hunian. Dari tahun 2005 sampai dengan 2011, populasi penduduk bertumbuh sebesar 9,3% atau 320.000 orang, namun jumlah hunian hanya meningkat 6,4% atau sekitar 70.000 unit. Pemerintah akan mengintervensi dari waktu ke waktu, namun struktur demografi tetap terlihat positif.

WSJ : Ketersediaan kredit di China menjadi perhatian untuk beberapa pengamat pasar real-estate. Bagaimana pengaruhnya terhadap industri ini?
Mr. Liew: Masa-masa dimana developer kecil dapat berkembang dengan meminjam ratusan juta yuan telah berlalu. Melakukan konsolidasi adalah hal yang memungkinkan, semakin banyak perusahaan yang menyadari beban dari utang dan terbelit masalah. Jika perusahaan-perusahaan ini memiliki aset yang berharga, Kami akan mencari mereka untuk kemungkinan akuisisi. Selama krisis finansial global, Kami mengamankan lebih dari 20 milyar yuan (US$ 3,16 milyar) dalam alokasi kredit seperti dari Bank of China, ICBC, Agricultural Bank, dan China Merchants Bank. Ini merupakan penerbangan menuju pada sebuah kualitas. Mereka memiliki hak untuk meminjamkan dana, dan diantara banyak perusahaan China yang kecil yang mereka kurang percaya dan CapitaLand, yang mana yang akan mereka pilih untuk pinjamkan dana?

WSJ : Bagaimana prospek “closer to home” di Asia Tenggara dan India?
Mr. Liew : Saya pikir Vietnam akan bertumbuh dengan sangat bagus pada lima hingga sepuluh tahun mendatang. Ekonomi yang besar dengan populasi muda, orang-orang Vietnam adalah pekerja keras dan sangat siap untuk belajar, selain memiliki pemerintahan yang stabil pula. Kami juga hadir di India, beberapa apartemen dan pusat perbelanjaan, namun perkembangannya cukup lamban. Kami belum menghasilkan keuntungan. Saya bekerja pada sebuah proyek IT di Bangalore pada 1993 silam, namun dari waktu itu sampai sekarang, saya tidak melihat adanya tanda-tanda perubahan pada lingkungan bisnis disana.

WSJ : Apa pendekatan yang Anda lakukan untuk mengelola tenaga kerja Anda yang begitu besar dan juga bisnis Anda di lebih dari 20 negara?
Mr. Liew : Saya sedang tidak mengelola bisnis, saya memilih orang yang tepat dan “mengelola” mereka. Kami berhasil menarik dan mempertahankan banyak sumber daya, dan kuncinya adalah tetap dekat dengan mereka. Saya menghabiskan banyak waktu dengan orang-orang, mewawancarai mereka, melihat pelatihan mereka, melakukan review dari posting  mereka, dan mengunjungi staf di luar negeri secara rutin. Setiap tahun, saya memberikan kuliah tentang manajemen dan kepemimpinan selama dua hari, delapan jam sehari. Setiap orang dapat menulis kepada saya, dan saya mendapatkan banyak respons dari email mingguan yang saya kirim kepada staf, yang menyasar topic yang luas tentang bisnis dan manusia secara umum, dengan nada yang sangat komunikatif. Kami juga banyak merancang kebijakan mengenai keluarga karyawan kami. Contohnya, setiap karyawan diberikan menginap empat malam di hunian kami yang istimewa, Ascott, secara gratis.

WSJ : Selama krisis keuangan, Anda memotong gaji Anda hingga 20% untuk menghindari PHK karyawan. Apa filosofi dibelakang kebijakan itu?
Mr. Liew : Sebagai sebuah perusahaan, kami semua harus bergabung bersama dan menderirta bersama. Saya menyebutnya sebagai “ teori kebahagiaan umum dan penderitaan umum”- sesuatu yang saya pelajari selama hari hari saya di Kementrian Pertahanan. Saya selalu memberitahu staf saya, “Saya bukanlah seorang lao-ban (“bos” dalam bahasa Mandarin). Saya juga seorang pekerja yang digaji.” Saya tidak terlahir dengan sendok perak dalam mulutku. Saya memperjuangkan rakyat jelata.

WSJ : Apa yang dapat Anda ambil dari pengalaman sebagai PNS, dan bagaimana Anda mengelola proses transisi tersebut menuju sektor privat?
Mr. Liew : PNS mengajarkan saya tentang integritas, kita telah dicuci otaknya tentang bagimana untuk menjadi jujur, dan pentingnya tatakelola perusahaan dan kesesuaian. Anda juga akan belajar tentang bagaimana bekerja dengan system, dan bekerja dengan orang dan pembuat kebijakan. Pemerintah Singapura sangat paranoid, mereka membuat rencana untuk setiap hal. Saya bekerja untuk Kementrian Pertahanan, dan konsep pertahanan sendiri berasal dari sifat paranoid, jadi saya belajar untuk menjadi lebih paranoid dan merencanakan segala sesuatu. Namun, saya rasa saya lebih ke orang yang cocok dengan sektor swasta, dan terkurung dalam sektor publik untuk waktu yang cukup lama  sebelum dibebaskan untuk menjai diri sendiri. Secara alamiah, saya adalah seorang yang ramah dan lebih siap untuk mengambil risiko.

Darwin Huang, associate analis dari Vibiz Consulting menambahkan bahwa hal yang menarik dari artikel tersebut adalah pengalaman dari Mr. Liew di sektor publik sebelum di sektor swasta adalah sikap kehati-hatiannya dalam mengambil keputusan dan perencanaan yang matang membuat dia lebih siap ketika terjun dalam dunia bisnis korporat dan sukses dalam pengambilan keputusan. Selain itu Mr Liew juga adalah seorang yang jeli dalam melihat peluang ditengah krisis yang mendera global.

 

 

(Darwin Huang/AA/TML)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x