Perlakuan Pajak Penghasilan AtasTransaksi Derivatif

(Business Lounge – Finance & Tax) – Perdagangan antar negara pada umumnya menimbulkan pilihan bagi pelaku binis mengenai currency (mata uang) yang akan dipakai dalam kontrak dagang yang akan dilakukan. Disebut pada umumnya karena bagi negara-negara Eropa yang tergabung dalam masyarakat uni eropa (European Union) sejak Januari 2002 berlaku mata uang Euro sebagai mata uang tunggal. Dapat pula terjadi bahwa pilihan mata uang yang dipakai dalam suatu kontrak dagang antar pelaku bisnis di satu negara adalah mata uang negara lain yang dianggap lebih kuat dan stabil, hal ini dilakukan biasanya oleh para pelaku bisnis di negara berkembang seperti Indonesia yang menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat.

Perbedaan mata uang yang berlaku di setiap negara (kecuali Euro untuk negara-negara Uni Eropa), dan terutama sekali perbedaan serta fluktuasi nilai beli (purchasing power) dari mata uang negara-negara tersebut berpotensi menimbulkan resiko antara lain kerugian selisih kurs bagi pelaku bisnis yang melakukan perdagangan dan atau transaksi dalam berbagai mata uang (currency). Sebaliknya fluktuasi dan perbedaan purchasing power dari berbagai mata uang tersebut dapat dilihat sebagai peluang untuk mendapatkan keuntungan.

Untuk menghindari risiko kerugian yang timbul dari transaksi-transaksi yang melibatkan berbagai mata uang tersebut, telah berkembang berbagai instrumen derivatif antara lain forward contract, swap contract dan option contract. Instrumen derivatif tersebut dapat juga digunakan untuk barang-barang komoditi dan surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal. Di samping untuk tujuan melindungi kepentingan pelaku bisnis atas kontrak-kontrak yang telah dibuat, kontrak-kontrak derivatif dapat juga dibuat semata-mata untuk tujuan mendapatkan keuntungan, dengan melakukan spekulasi atas perubahan tingkat suku bunga, kurs mata uang asing dan harga komoditi.

Banyak peristiwa yang telah mempopulerkan transaksi derivatif di dunia. Salah satunya adalah bangkrutnya Barings Bank yang merupakan bank tertua di Inggris pada tanggal 27 Februari 1995 atas transaksi kontrak option dan kontrak futures yang dilakukan oleh Nicholas Leeson seorang trader di kantor Barings Bank Singapura. Transaksi kontrak option dan kontrak futures dilakukan terhadap indeks Nikkei 225, dan kerugian yang ditimbulkan adalah sebesar US $ 1,4 milyar. Contoh lain adalah peristiwa yang menimpa Metallgesellschaft yang hampir bangkrut akibat permainan kontrak futures. Di Indonesia, pada tahun 1990 kasus Bank Duta yang menderita kerugian sebesar US $ 419 juta sebagai akibat transaksi valuta asing. Kasus lainnya yang terjadi di Indonesia antara lain adalah kerugian sebesar US $ 35 juta yang dialami oleh PT Indah Kiat Pulp & Paper dan US $ 12,5 juta yang dialami oleh PT Tjiwi Kimia sebagai akibat transaksi interest swap dan forward currency contract pada tahun 1994. Uraian dan peristiwa-peristiwa tersebut memberi pelajaran bagi kita bahwa transaksi menggunakan instrumen derivatif mempunyai risiko yang besar. Tetapi sesuai dengan konsep high risk high return, transaksi intrumen derivatif juga memberikan keuntungan yang tinggi. Itulah sebabnya, banyak pihak yang memakai intrumen derivatif untuk tujuan spekulasi selain untuk tujuan lindung nilai.

Mengingat semakin besarnya peran transaksi derivatif dalam perdagangan internasional dan meningkatnya transaksi/perdagangan uang secara global maka kebijakan fiskal yang tepat untuk transaksi derivatif mempunyai potensi untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak penghasilan atas penghasilan transaksi derivatif. Di bawah ini akan dijelaskan berbagai instrumen derivatif seperti future, forward, option dan swap.

Perdagangan antar negara pada umumnya menimbulkan pilihan bagi pelaku binis mengenai currency (mata uang) yang akan dipakai dalam kontrak dagang yang akan dilakukan. Disebut pada umumnya karena bagi negara-negara Eropa yang tergabung dalam masyarakat uni eropa (European Union) sejak Januari 2002 berlaku mata uang Euro sebagai mata uang tunggal. Dapat pula terjadi bahwa pilihan mata uang yang dipakai dalam suatu kontrak dagang antar pelaku bisnis di satu negara adalah mata uang negara lain yang dianggap lebih kuat dan stabil, hal ini dilakukan biasanya oleh para pelaku bisnis di negara berkembang seperti Indonesia yang menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat.

Perbedaan mata uang yang berlaku di setiap negara (kecuali Euro untuk negara-negara Uni Eropa), dan terutama sekali perbedaan serta fluktuasi nilai beli (purchasing power) dari mata uang negara-negara tersebut berpotensi menimbulkan resiko antara lain kerugian selisih kurs bagi pelaku bisnis yang melakukan perdagangan dan atau transaksi dalam berbagai mata uang (currency). Sebaliknya fluktuasi dan perbedaan purchasing power dari berbagai mata uang tersebut dapat dilihat sebagai peluang untuk mendapatkan keuntungan.

Untuk menghindari risiko kerugian yang timbul dari transaksi-transaksi yang melibatkan berbagai mata uang tersebut, telah berkembang berbagai instrumen derivatif antara lain forward contract, swap contract dan option contract. Instrumen derivatif tersebut dapat juga digunakan untuk barang-barang komoditi dan surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal. Di samping untuk tujuan melindungi kepentingan pelaku bisnis atas kontrak-kontrak yang telah dibuat, kontrak-kontrak derivatif dapat juga dibuat semata-mata untuk tujuan mendapatkan keuntungan, dengan melakukan spekulasi atas perubahan tingkat suku bunga, kurs mata uang asing dan harga komoditi.

Banyak peristiwa yang telah mempopulerkan transaksi derivatif di dunia. Salah satunya adalah bangkrutnya Barings Bank yang merupakan bank tertua di Inggris pada tanggal 27 Februari 1995 atas transaksi kontrak option dan kontrak futures yang dilakukan oleh Nicholas Leeson seorang trader di kantor Barings Bank Singapura. Transaksi kontrak option dan kontrak futures dilakukan terhadap indeks Nikkei 225, dan kerugian yang ditimbulkan adalah sebesar US $ 1,4 milyar. Contoh lain adalah peristiwa yang menimpa Metallgesellschaft yang hampir bangkrut akibat permainan kontrak futures. Di Indonesia, pada tahun 1990 kasus Bank Duta yang menderita kerugian sebesar US $ 419 juta sebagai akibat transaksi valuta asing. Kasus lainnya yang terjadi di Indonesia antara lain adalah kerugian sebesar US $ 35 juta yang dialami oleh PT Indah Kiat Pulp & Paper dan US $ 12,5 juta yang dialami oleh PT Tjiwi Kimia sebagai akibat transaksi interest swap dan forward currency contract pada tahun 1994. Uraian dan peristiwa-peristiwa tersebut memberi pelajaran bagi kita bahwa transaksi menggunakan instrumen derivatif mempunyai risiko yang besar. Tetapi sesuai dengan konsep high risk high return, transaksi intrumen derivatif juga memberikan keuntungan yang tinggi. Itulah sebabnya, banyak pihak yang memakai intrumen derivatif untuk tujuan spekulasi selain untuk tujuan lindung nilai.

Mengingat semakin besarnya peran transaksi derivatif dalam perdagangan internasional dan meningkatnya transaksi/perdagangan uang secara global maka kebijakan fiskal yang tepat untuk transaksi derivatif mempunyai potensi untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak penghasilan atas penghasilan transaksi derivatif.

(Iin Caratri/IC/bl)

Iin Caratri : Head Research of Vibiz Management Centre , Managing Partner Divisi FATS dari Vibiz Consulting dan juga sebagai  Executive Editor di Businesslounge.co
Twitter : @iincaratri

pic : horwitzgroup.com

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x