(Business Lounge – Global News) Berkshire Hathaway, konglomerat investasi milik Warren Buffett, melaporkan penurunan laba kuartalan yang mengejutkan sebagian pelaku pasar, menyusul melemahnya kinerja unit asuransi dan dampak negatif dari pergerakan mata uang global. Meski pasar saham AS sedang dalam tren menguat, Buffett justru mengambil langkah konservatif: menumpuk kas, menjual saham, dan tidak melakukan pembelian kembali (buyback) saham perusahaan sendiri. Strategi ini mempertegas pendekatan hati-hati sang investor legendaris terhadap lonjakan valuasi yang kini mendominasi Wall Street.
Dalam laporan keuangannya untuk kuartal kedua 2025, Berkshire melaporkan penurunan laba operasional sebesar 12% dibandingkan tahun sebelumnya. Unit asuransi — yang mencakup GEICO dan General Re — mencatat hasil underwriting yang mengecewakan, ditambah kerugian investasi akibat pergerakan valuta asing yang menggerus keuntungan perusahaan dari portofolio internasionalnya. Menurut analisis The Wall Street Journal, kombinasi dari cuaca ekstrem, biaya klaim yang meningkat, serta ketidakpastian geopolitik menyebabkan margin asuransi menyempit secara signifikan.
Bloomberg mencatat bahwa meskipun pendapatan investasi Berkshire dari kepemilikan saham blue-chip seperti Apple, Coca-Cola, dan American Express masih relatif kuat, nilai realisasi dari sebagian portofolio menurun. Selain itu, tidak seperti banyak perusahaan lain yang melakukan pembelian kembali saham untuk mengangkat valuasi, Berkshire justru menahan diri. Selama kuartal ini, perusahaan tidak mengalokasikan dana untuk buyback, sebuah langkah yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi ciri khas strategi kapitalisasi Berkshire ketika harga sahamnya dinilai undervalued.
Di sisi lain, posisi kas Berkshire terus meningkat. Per akhir kuartal kedua, perusahaan memegang lebih dari 158 miliar dolar AS dalam bentuk tunai dan setara kas — jumlah tertinggi dalam sejarah perusahaan. Langkah ini mengindikasikan bahwa Buffett dan tim investasinya melihat sedikit peluang investasi menarik di tengah tingginya valuasi pasar saham global. Financial Times menilai ini sebagai sinyal bahwa Berkshire sedang “menunggu badai”, atau setidaknya menanti koreksi pasar yang memungkinkan mereka membeli aset dengan harga diskon.
Dalam pernyataan resmi, Buffett tidak secara eksplisit mengkritik kondisi pasar saat ini, namun menegaskan bahwa kehati-hatian lebih diutamakan daripada mengejar momentum. “Kami lebih suka kehilangan peluang daripada kehilangan modal,” ujar Buffett dalam pertemuan tahunan pemegang saham yang dikutip oleh CNBC. Sikap ini sejalan dengan prinsip investasi nilai (value investing) yang telah menjadi pedoman Buffett selama lebih dari enam dekade.
Unit bisnis non-keuangan Berkshire — termasuk BNSF Railway, Berkshire Hathaway Energy, dan berbagai perusahaan manufaktur dan ritel — mencatatkan pertumbuhan moderat, namun tidak cukup kuat untuk menutupi pelemahan di sektor asuransi. Beberapa analis memperkirakan bahwa tantangan struktural di sektor transportasi dan energi, seperti biaya bahan bakar, tekanan regulasi, dan perlambatan permintaan industri, turut menekan margin di lini-lini bisnis tersebut.
Salah satu sorotan utama dari laporan keuangan kali ini adalah keputusan Buffett untuk menjadi net seller saham. Berkshire menjual lebih banyak saham daripada yang dibelinya selama kuartal kedua, sebuah strategi yang mencerminkan skeptisisme terhadap reli pasar saat ini. Di saat Nasdaq dan S&P 500 mencetak rekor baru, Buffett memilih untuk merealisasikan keuntungan dan menjaga likuiditas — langkah yang tidak populer di tengah gelombang optimisme investor yang mengandalkan AI sebagai mesin pertumbuhan baru.
Namun keputusan ini tidak sepenuhnya mengejutkan. Dalam surat tahunannya kepada pemegang saham pada awal 2025, Buffett sudah memperingatkan bahwa valuasi perusahaan-perusahaan teknologi besar telah berada dalam wilayah spekulatif. Ia mengakui bahwa masa depan AI sangat menjanjikan, tetapi memperingatkan bahwa “harapan pasar sering kali mendahului kenyataan finansial.” Pandangan ini kini terlihat konsisten dengan tindakannya selama kuartal berjalan.
Menurut Nikkei Asia, sebagian investor di Asia memaknai langkah Buffett sebagai sinyal bahwa gelombang investasi global terhadap sektor teknologi bisa mendekati titik jenuh. Pasar-pasar di Jepang, Korea Selatan, dan India yang selama ini mengikuti jejak Wall Street dalam memposisikan portofolionya ke sektor AI dan semikonduktor kini mulai meninjau ulang strategi alokasinya.
Meskipun laba operasional menurun, kekuatan struktur keuangan Berkshire tetap menjadi fondasi stabilitas. Tidak banyak perusahaan dengan likuiditas sebesar ini, dan kemampuan untuk tetap menghasilkan laba positif di tengah tekanan multi-sektor memperlihatkan resiliensi konglomerat ini. Dalam konteks makroekonomi yang diliputi ketidakpastian — dari inflasi yang belum sepenuhnya reda, suku bunga tinggi, hingga risiko geopolitik di Eropa Timur dan Asia — pendekatan Buffett bisa dilihat sebagai langkah mitigasi risiko jangka panjang.
Reaksi pasar terhadap laporan ini pun terbelah. Saham Berkshire sedikit melemah sehari setelah pengumuman laba, namun tidak mengalami tekanan besar. Beberapa investor menganggap laporan ini sebagai sinyal “kehati-hatian yang sehat”, sementara yang lain menyuarakan kekhawatiran bahwa strategi menumpuk kas bisa membuat perusahaan tertinggal dari peluang pertumbuhan baru yang sedang mekar.
The Economist menggarisbawahi bahwa strategi Buffett ini seperti “berjalan melawan arus” di era pasar yang digerakkan oleh ekspektasi tinggi terhadap teknologi dan ekspansi likuiditas. Namun sejarah mencatat bahwa Buffett seringkali tampil berbeda dan benar. Ketika banyak investor terbakar dalam gelembung dot-com atau krisis keuangan 2008, Buffett justru muncul sebagai penyelamat — dan pemenang — karena kesabaran dan kedisiplinannya dalam menjaga prinsip dasar investasi.
Dengan usianya yang kini memasuki 94 tahun, pertanyaan mengenai suksesi di Berkshire kembali mencuat. Greg Abel, wakil ketua yang menangani semua bisnis non-asuransi, disebut-sebut sebagai penerus yang telah disiapkan untuk menjaga warisan Buffett. Banyak pihak menilai bahwa strategi konservatif Berkshire belakangan ini juga mencerminkan kesiapan transisi yang stabil dan penuh kehati-hatian.
Bagi pasar secara keseluruhan, laporan Berkshire memberikan narasi alternatif dari cerita dominan pasar saat ini. Di tengah hiruk-pikuk belanja AI, rekor valuasi saham teknologi, dan optimisme atas soft landing ekonomi AS, pendekatan Buffett menyuarakan prinsip fundamental yang sederhana namun kuat, nilai tidak selalu sejalan dengan harga, dan keberanian sejati kadang justru terlihat dalam menahan diri.
Dengan posisi kas terbesar dalam sejarah, mata investor kini tertuju pada pertanyaan besar, kapan Buffett akan kembali membeli besar-besaran? Dan dalam sektor apa? Jika sejarah menjadi acuan, langkah besar berikutnya akan datang bukan saat pasar euforia, tetapi saat semua orang mulai ketakutan.