organisasi Amazon

Amazon Ubah Prime Day Jadi Prime Week Demi Tarik Pembeli dan Anggota Baru

(Business Lounge-Global News) Amazon mengumumkan perubahan besar dalam strategi kampanye diskonnya tahun ini: Prime Day, yang biasanya berlangsung selama dua hari, kini diperluas menjadi Prime Week, dengan durasi selama empat hari penuh. Langkah ini tidak hanya mencerminkan ambisi Amazon untuk memperbesar dampak promosinya, tetapi juga menjadi upaya serius untuk memperkuat loyalitas pelanggan di tengah tekanan kompetisi dan perlambatan pertumbuhan belanja konsumen global.

Prime Week dijadwalkan berlangsung mulai 8 hingga 11 Juli 2025, menandai perluasan kampanye belanja tahunan terbesar perusahaan tersebut. Menurut Jamil Ghani, wakil presiden senior Prime global, perpanjangan ini dilakukan berdasarkan permintaan pelanggan yang menginginkan lebih banyak waktu untuk berbelanja, serta untuk memberikan ruang lebih luas bagi mitra penjual Amazon yang jumlahnya terus bertambah. Dengan memperpanjang periode diskon, Amazon berharap dapat menciptakan momentum yang lebih besar untuk penjualan, menggaet anggota baru, dan mengukuhkan posisi sebagai pemimpin ritel online dunia.

Laporan dari The Wall Street Journal menyebutkan bahwa perpanjangan durasi promosi ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperdalam keterlibatan pelanggan, serta menambah nilai dari keanggotaan Prime yang selama ini menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan Amazon. Di tengah tekanan margin yang semakin ketat dan meningkatnya persaingan dari raksasa seperti Walmart dan Target, Amazon menjadikan Prime Week sebagai alat untuk mempertahankan pangsa pasar sambil menjaring pelanggan baru.

Menurut Reuters, Prime Week tahun ini diperkirakan akan mendorong penjualan online di Amerika Serikat hingga mencapai US$23,8 miliar selama empat hari, naik sekitar 28 persen dibandingkan Prime Day tahun lalu yang hanya dua hari. Angka ini diperkirakan akan melampaui pendapatan gabungan dari Black Friday dan Cyber Monday, yang selama ini menjadi tolok ukur belanja online global. Bank of America memperkirakan bahwa Amazon sendiri bisa menghasilkan sekitar US$21 hingga US$21,4 miliar dalam periode tersebut, atau hampir 10 persen dari total pendapatan kuartal ketiganya.

Namun, keuntungan finansial langsung bukanlah satu-satunya sasaran Amazon dalam menggelar Prime Week. Perusahaan juga menargetkan pertumbuhan jumlah pelanggan Prime—layanan berlangganan yang mencakup pengiriman gratis dua hari, akses eksklusif ke streaming video dan musik, serta penawaran diskon khusus. Dalam upaya memikat kelompok usia muda, Amazon memberikan potongan harga keanggotaan untuk generasi Z dan milenial, serta menawarkan cashback hingga 5 persen bagi pengguna baru berusia 18–24 tahun. Strategi ini, menurut analis pasar dari MarketWatch, bertujuan untuk memperpanjang siklus hidup pelanggan dan menciptakan basis konsumen jangka panjang yang lebih setia.

Amazon juga mengandalkan teknologi sebagai elemen kunci dalam pelaksanaan Prime Week. Tahun ini, perusahaan memperkenalkan fitur chatbot berbasis kecerdasan buatan bernama Rufus, yang membantu pelanggan menemukan produk, membandingkan harga, dan memperoleh rekomendasi berdasarkan preferensi belanja sebelumnya. Teknologi ini terintegrasi dalam aplikasi Amazon dan dioptimalkan untuk pengguna mobile, mengingat lebih dari 50 persen transaksi selama Prime Day tahun lalu berasal dari perangkat seluler.

Selain itu, Amazon memanfaatkan AI untuk mengelola logistik dan inventaris secara lebih presisi. Dengan sistem prediktif berbasis pembelajaran mesin, Amazon dapat mengantisipasi lonjakan permintaan produk tertentu, memindahkan stok secara proaktif ke pusat distribusi terdekat, dan mempercepat waktu pengiriman. Hal ini memberi Amazon keunggulan logistik yang sulit ditandingi oleh pesaing lain, bahkan oleh retailer fisik sekalipun.

Di sisi lain, para pesaing Amazon tidak tinggal diam. Walmart dan Target mengumumkan kampanye diskon mereka sendiri untuk periode yang bersamaan dengan Prime Week, dengan tujuan menarik konsumen yang tidak berlangganan Prime atau mencari alternatif yang lebih murah. Kehadiran pesaing dengan promosi besar-besaran menciptakan lingkungan ritel digital yang sangat kompetitif, memaksa semua pemain untuk lebih inovatif dalam menarik perhatian konsumen yang semakin cerdas dan selektif dalam berbelanja.

Menurut data dari Adobe Analytics, pola belanja konsumen telah mengalami pergeseran signifikan sejak pandemi. Konsumen kini lebih sadar harga, sering membandingkan produk lintas platform, dan cenderung menunggu momen diskon besar seperti Prime Week sebelum melakukan pembelian barang-barang besar. Dalam konteks ini, durasi yang lebih panjang memberi konsumen waktu untuk meneliti dan merencanakan pembelian dengan lebih matang, yang pada akhirnya meningkatkan kemungkinan konversi.

Namun, tidak semua analis sepenuhnya optimis terhadap langkah ini. Beberapa pihak memperingatkan bahwa memperpanjang durasi diskon justru dapat menurunkan rasa urgensi pembelian, yang selama ini menjadi kekuatan utama dari Prime Day. Diskon selama empat hari bisa membuat konsumen menunda pembelian dengan harapan mendapatkan penawaran yang lebih baik, atau bahkan merasa jenuh karena terlalu banyak pilihan. Selain itu, perpanjangan periode juga berpotensi menambah tekanan terhadap rantai pasok dan logistik, serta meningkatkan biaya operasional yang pada akhirnya memangkas margin keuntungan.

Amazon tampaknya sadar akan risiko tersebut, dan telah menyesuaikan sistem manajemen gudangnya untuk mengatasi lonjakan volume selama Prime Week. Perusahaan memperluas kapasitas fulfillment center dan memperkuat armada pengiriman, termasuk layanan pengiriman instan di hari yang sama di kota-kota besar. Di samping itu, mereka juga melakukan kurasi produk secara lebih ketat untuk menghindari penumpukan stok yang tidak terjual.

Dalam jangka panjang, Prime Week bukan hanya soal peningkatan penjualan, tetapi juga tentang menciptakan pengalaman belanja yang lebih imersif dan berkesan. Amazon ingin agar pelanggan tidak hanya membeli karena diskon, tetapi karena kenyamanan, personalisasi, dan nilai tambah dari ekosistem Amazon itu sendiri. Dalam wawancara dengan media internasional, Jamil Ghani menyatakan bahwa Prime Week adalah manifestasi dari komitmen Amazon untuk menjadikan Prime sebagai layanan yang tak tergantikan dalam kehidupan sehari-hari pelanggan.

Strategi ini juga menunjukkan perubahan fundamental dalam cara Amazon memandang hubungan dengan pelanggan. Dulu, fokus utama adalah efisiensi dan harga rendah. Kini, pengalaman, loyalitas, dan keterlibatan emosional menjadi faktor yang sama pentingnya. Dengan memanfaatkan data besar, AI, dan sistem logistik canggih, Amazon berusaha menciptakan interaksi yang lebih personal, relevan, dan bernilai tinggi.

Secara keseluruhan, Prime Week menjadi ujian penting bagi Amazon di tengah perubahan lanskap ritel global. Di satu sisi, ia menawarkan peluang untuk mendongkrak penjualan dan akuisisi pelanggan secara masif. Di sisi lain, ia juga membuka risiko baru terkait biaya, ekspektasi konsumen, dan respons pesaing. Namun seperti biasa, Amazon menunjukkan kemampuannya dalam menggabungkan skala, teknologi, dan kecerdasan pasar untuk tetap berada di garis depan inovasi ritel.

Bagi para pesaing, Prime Week menjadi sinyal jelas bahwa Amazon belum kehilangan momentum dan terus bereksperimen dengan format baru untuk mempertahankan relevansinya. Bagi konsumen, ini adalah peluang untuk mendapatkan penawaran terbaik dalam setahun, dengan waktu yang lebih fleksibel dan pengalaman yang lebih canggih.

Dalam dunia ritel yang berubah cepat, keberhasilan Prime Week akan ditentukan bukan hanya oleh besarnya angka penjualan, tetapi oleh kemampuannya menciptakan hubungan jangka panjang yang bermakna antara merek dan pelanggan. Jika Amazon berhasil mencapai itu, maka Prime Week bukan hanya akan menjadi ekspansi Prime Day, tetapi babak baru dalam transformasi ekosistem e-commerce global.