(Business Lounge – World News) Dengan ketinggian 8.091 meter, puncak Annapurna di Pegunungan Himalaya, Nepal, adalah satu dari delapan puncak gunung di dunia dengan ketinggian lebih dari delapan ribu meter. Dari delapan gunung tersebut, Annapurna merupakan puncak yang paling jarang didaki dan paling berbahaya. Hingga akhir 2008, hanya 154 pendaki yang sukses mencapai puncak sementara 60 lainnya tewas dalam pendakian, demikian menurut Steck.
Ueli Steck, pendaki asal Swiss, sukses menaklukkan puncak Annapurna 1 dari sisi selatan tanpa tali atau bantuan oksigen. Pendaki yang dianggap sebagai yang terbaik dan tercepat di bidangnya ini menggambarkan prestasi barunya itu “benar-benar hebat.”
Dari basecamp pendaki, Steck hanya membutuhkan waktu 28 jam untuk mendaki ke puncak Annapurna dan kembali ke kamp. Ini menjadi pendakian solo pertama melalui sisi selatan gunung itu. “Dengan ini, Steck mengejutkan dunia pendakian gunung,” tulis PlanetMountain.com.
Dalam sebuah tulisan di blognya, Senin, Steck mengatakan ia mencapai kaki gunung bagian selatan pada 9 Oktober pukul 5.30 pagi. Di ketinggian 5.500 meter itu, rekan pendakinya dari Kanada, Don Bowie, memutuskan pendakian ini terlalu sulit jika tidak menggunakan tali. Steck lantas mendaki sendiri.
Menurut Steck, pendakian ke titik 6.600 meter relatif mudah, tapi ia kemudian dihambat oleh angin dan spindrift, salju yang tertiup angin hingga lepas dari permukaan gunung. Bagian selatan Annapurna memang terkenal dengan salju longsornya.
Steck mengatakan ia memutuskan turun 100 meter ke sebuah celah. Di situ, ia berlindung dan makan-minum dari pasokan yang dibawanya selama pendakian. Sebelumnya, timnya menaruh sejumlah perlengkapan dan makanan di ketinggian 6.100 meter selama proses aklimatisasi.
Sejam kemudian, di malam hari, Steck meneruskan pendakian di atas es dan salju padat serta sesekali bebatuan.
Seiring dengan datangnya sinar matahari, Steck mengatakan ia mencoba mengambil foto tebing atau headwall, namun angin yang bertiup hampir membuatnya jatuh. Ia pun kehilangan satu sarung tangan tebal dan kameranya. Steck terpaksa mendaki dengan sarung tangan biasa dan memakai sarung tangan tebal yang tersisa bergantian antara tangan kiri-kanan, tergantung bagian mana yang sedang terasa lebih dingin.
Setelah melewati headwall, Steck tahu bahwa targetnya telah dekat.
“Saya berjalan langkah demi langkah. Saya terus berkata ‘berjuang, berjuang.’ Lagi dan lagi,” tulisnya. “Saat saya mencapai punggung puncak, saya nyaris tak percaya. Saat itu malam hari, langit dipenuhi bintang dan punggung puncak terletak di depan saya.”
“Dengan alat pengukur ketinggian saya memeriksa semuanya dengan sangat hati-hati, saya menyusuri punggung puncak lalu saya tahu: saya berada di titik tertinggi. Saya menghabiskan tidak sampai lima menit di atas lalu saya mulai turun,” tambahnya. . “Ini benar-benar hebat, saya berhasil,” tulisnya.
Tiga rekan Steck menemuinya saat ia mencapai dasar, memberinya minuman soda, sebuah apel, dan roti
(Iin Caratri/IC/BL-WSJ)