Yakin Terinfeksi Omicron? Bagaimana Cara Mengetahuinya?

(Business Lounge Journal – Medicine)

Sejauh ini masyarakat mencoba mengenali apakah ini Omicron atau bukan melalui gejala yang dialami, sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Kemenkes. Kebanyakan masyarakat yang terkena Omicron rata-rata mengatakan bahwa mereka mengalami gejala ringan yang umum seperti adanya demam (suhu diatas 37,5C), batuk, kelelahan, kehilangan nafsu makan, napas pendek, nyeri otot, dan nyeri tulang. Tidak banyak yang mengalami gejala sedang ataupun berat. Para dokter di garda terdepan meyakini dari temuan di lapangan bahwa saat ini memang Omicron yang banyak menyebar, namun varian Delta juga masih ada di Indonesia.

Keingintahuan akan varian ini begitu menggelitik, karena setiap orang yang telah terinfeksi Omicron sangat mengharapkan mendapatkan super immunity, super booster alamiah, yang diyakini para ilmuwan di dunia, jauh melebihi vaksin dan kekebalan ini bisa bertahan jauh lebih lama daripada vaksin yang saat ini ada.

Namun sejauh ini sebenarnya laboratorium yang ada di Indonesia belum dapat memeriksa varian dari COVID-19. Hanya Litbangkes dan GSI Lab yang mampu memeriksa apakah seseorang terinfeksi Omicron dengan menggunakan metode WGS (Whole Genome Sequencing) sebagaimana pernah dikatakan oleh Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu pada Desember 2021 kemarin. WGS ini biayanya sangat mahal dan hanya cocok digunakan untuk tujuan penelitian, biayanya pun bisa mencapai tujuh juta rupiah. Bila ingin melakukan riset, maka memang diperlukan sekuensing total.

Baru-baru ini PNF (Prof. Nidom Foundation) di Surabaya, telah mampu memeriksa varian COVID-19 dengan apa yang dinamakan sebagai “One for All”. One for All ini mendeteksi sekaligus beberapa varian COVID-19 dengan cara Multiplex RT-PCR. Melalui cara ini maka sampel orang yang positif COVID-19 dapat langsung diketahui variannya, apakah varian Alfa, Delta-1, Delta-2, Beta, Gamma ataukah Omicron.

Waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi varian ini adalah 10 hingga 20 jam dengan biayanya Rp. 475.000, dibanding dengan WGS yang membutuhkan waktu tujuh hari dan biaya mencapai hingga tujuh juta rupiah. Prof. Nidom menjelaskan bahwa langkah pertama adalah dilakukan PCR biasa untuk mendeteksi positif atau negatif COVID-19. Jika positif, maka pemeriksaan diteruskan dengan melakukan PCR varian.

“Masing-masing varian kami susun primer, yang spesifik berdasarkan pols mutasi yang tidak dimiliki varian lainnya. Sehingga saat dijalankan, maka primer akan menempel pada varian yang sesuai. One for All, khusus mendeteksi pada struktur Spike, tidak pada yang lain. Sedangkan Whole Genome Sequencing (WGS) adalah untuk mendeteksi seluruh tubuh Covid”, ujar Prof. Nidom kepada Business Lounge Journal. PNF mengatakan juga mempunyai alat untuk melakukan WGS, namun dikhususkan untuk riset dengan menggunakan metode Oxford Nanopore (MinION).

Jadi jika masyarakat ingin mengetahui varian apa yang menginfeksinya, maka cukup dengan metode One for All dan tidak perlu menunggu lama, hasil akan keluar seperti gambar di atas.