Khawatir otoritas Singapura akan mengekang kritik terhadap pemerintah di media online, lebih dari seribu orang berkumpul Sabtu lalu untuk memprotes aturan perizinan baru atas sejumlah situs yang secara reguler memberitakan negara tersebut.
Seorang pengunjuk rasa menaruh uang kertas di mulutnya sebagai bentuk protes terhadap aturan media baru yang dikeluarkan pemerintah Singapura.
Unjuk rasa tersebut terjadi meskipun pemerintah Singapura berulang kali menjamin bahwa aturan baru tersebut tidak bertujuan mengekang kebebasan warga untuk berekspresi. Ini merupakan demonstrasi besar-besaran ketiga yang terjadi di Singapura tahun ini.
“Aturan perizinan tersebut harus dicabut. Hak kami untuk mendapatkan informasi dan berpendapat harus dilindungi,” kata Roy Nerng, seorang penulis blog persoalan sosial politik yang turut berdemonstrasi di Hong Lim Park, satu-satunya area yang diperbolehkan untuk dijadikan tempat berdemonstrasi.
“Kami memiliki mata kami sendiri, kami memiliki pikiran sendiri. Kami bisa memutuskan apa saja yang ingin kami baca,” sahutnya.
Nerng dan puluhan juru orasi pada demonstrasi Sabtu lalu merupakan bagian dari kelompok bernama “Free My Internet”. Kelompok ini beranggotakan pelaku media berita independen serta penggiat blog. Mereka mendesak Otoritas Perkembangan Media Singapura (MDA) – badan regulasi media – untuk mencabut aturan perizinan baru yang dikeluarkan pekan lalu.
Dalam aturan yang mulai berlaku 1 Juni, MDA mengharuskan 10 media berita untuk mendapatkan perizinan baru dari pemerintah Singapura. Kesepuluh situs tersebut dioperasikan oleh raksasa internet Yahoo Inc. cabang Singapura, serta dua perusahaan media lokal yang memiliki kedekatan dengan pemerintah.
Lewat aturan baru tersebut, pemerintah mengharuskan mereka membayar uang jaminan sebesar 40 ribu dolar Amerika Serikat dan menjalankan perintah pemerintah untuk menghapus konten yang dinilai tidak layak terbit dalam waktu 24 jam. Aturan ini ke depannya kemungkinan akan diterapkan bagi lebih banyak situs media online, baik milik lokal maupun asing.
Para jurnalis dan blogger independen yang berunjuk rasa Sabtu kemarin saat ini masih terbebas dari aturan baru tersebut. Namun, beberapa di antara mereka – termasuk portal berita sosial politik The Online Citizen – yakin bahwa media mereka masuk dalam kriteria perizinan tersebut, yakni situs yang dalam waktu dua bulan menerbitkan berita tentang Singapura setidaknya sekali dalam seminggu, dan menerima setidaknya 50.000 kunjungan unik per bulan dari negara tersebut.
Aktivis, politisi oposisi serta kelompok advokasi jurnalisme menuding pemerintah Singapura tengah berupaya mencegah media berbasis internet melancarkan kritik terhadap Partai Aksi Rakyat yang berkuasa. Mereka menganggap aturan perizinan baru ini sebagai pengulangan terhadap hukum yang sudah berlaku. Mereka juga mengkritik pemerintah karena memberlakukan aturan baru tanpa berkonsultasi atau berdebat dengan warga melalui parlemen.
“Singapura merisikokan statusnya sebagai pusat keuangan kelas dunia dengan memperpanjang reputasinya terkait sensor media ke dalam dunia digital,” papar Cynthia Wong, peneliti internet senior di Human Rights Watch, Jumat lalu.
Sumber : Wall Street Journal