(Business Lounge – Global News) Dengan biaya produksi yang mencapai 225 juta dolar AS, Warner Bros. dan DC Studios resmi memulai pertaruhan besar mereka untuk menghidupkan kembali semesta sinematik DC melalui film Superman, yang kini diarahkan oleh James Gunn dan dijadwalkan rilis pada 2025. Ini bukan sekadar reboot dari karakter ikonik komik Amerika, tetapi sebuah proyek penyelamatan besar-besaran bagi studio yang selama ini tertinggal jauh di belakang dominasi Marvel Studios dalam industri film pahlawan super.
Dalam laporan eksklusif dari The Wall Street Journal dan Variety, disebutkan bahwa film Superman versi terbaru ini menjadi ujian terbesar bagi kepemimpinan kreatif Gunn, yang ditunjuk pada akhir 2022 sebagai kepala DC Studios bersama Peter Safran. Mereka diberi mandat untuk merombak total arah semesta DC Extended Universe yang selama ini kerap gagal menyatukan visi dan strategi rilis, dibandingkan dengan Marvel Cinematic Universe yang berhasil membangun waralaba raksasa selama lebih dari satu dekade.
Film ini akan menampilkan aktor pendatang baru David Corenswet sebagai Clark Kent, menggantikan Henry Cavill yang sebelumnya memerankan karakter tersebut selama hampir satu dekade. Keputusan untuk mengganti wajah Superman sempat menuai kontroversi, tetapi Gunn bersikeras bahwa reboot ini membutuhkan narasi baru dan semangat baru yang bisa menjangkau generasi penonton yang lebih muda, tanpa meninggalkan warisan ikonik sang manusia baja.
Superman versi 2025 tidak berdiri sendiri. Ia merupakan bagian pertama dari proyek besar DC yang disebut “Gods and Monsters,” lini waktu baru yang diharapkan menjadi fondasi untuk semesta sinematik yang lebih koheren dan saling terhubung. Film ini bukan hanya ditujukan untuk menghibur, tetapi juga menjadi jangkar ekonomi dari seluruh lini film, serial, dan produk turunan DC Studios. Dengan dana ratusan juta dolar diinvestasikan, kegagalan film ini bisa mengguncang struktur finansial divisi hiburan Warner Bros. Discovery yang kini tengah berjuang di tengah tekanan utang dan perubahan arah bisnis streaming.
DC Studios memang telah mengalami masa-masa sulit. Setelah kesuksesan sporadis seperti Joker (2019) dan The Batman (2022), deretan film DC lainnya banyak yang mengecewakan dari sisi pendapatan dan penerimaan kritik. Black Adam, yang dirilis pada 2022 dan dibintangi Dwayne Johnson, gagal menutup biaya produksinya. The Flash yang digadang-gadang sebagai titik balik justru menjadi bencana box office dengan kerugian mencapai puluhan juta dolar.
Gunn, yang sebelumnya sukses menggarap Guardians of the Galaxy untuk Marvel, membawa pendekatan yang lebih terstruktur dan berani dalam menangani Superman. Ia menulis sendiri naskah film ini dan menyatakan bahwa fokus utama bukan hanya aksi spektakuler, tetapi penggalian identitas Clark Kent sebagai imigran, simbol moralitas, dan tokoh dengan dilema yang relevan di era modern. “Kita butuh Superman yang bukan sekadar kuat, tapi juga berakar secara emosional,” ujar Gunn dalam wawancara dengan Entertainment Weekly.
Namun tantangan yang dihadapi bukan hanya dari sisi cerita. Marvel Studios yang saat ini tengah menyiapkan Avengers: Secret Wars dan peluncuran ulang franchise Fantastic Four, tetap menjadi raksasa yang sulit disaingi. Dalam kondisi pasar yang makin jenuh terhadap genre superhero, keberhasilan film Superman harus melampaui ekspektasi dan menarik tidak hanya penggemar lama, tetapi juga penonton umum yang mulai lelah dengan narasi pahlawan super yang repetitif.
Dari sisi strategi distribusi, Warner Bros. juga menempatkan harapan besar pada efek lintas platform. Selain tayang di bioskop, waralaba Superman baru ini dirancang untuk memiliki koneksi langsung dengan serial di Max (layanan streaming Warner Bros. Discovery), serta lini merchandise dan game. Hal ini meniru strategi Marvel yang memadukan Disney+, film layar lebar, dan ekosistem produk pendukung untuk menciptakan loyalitas penonton dan nilai ekonomi jangka panjang.
Investor pun mencermati proyek ini dengan seksama. Dalam laporan kuartal terakhir, CEO David Zaslav menyebut Superman sebagai “fondasi baru” bagi DC Studios dan mengatakan bahwa keberhasilan film ini akan menentukan arah masa depan investasi Warner Bros. Discovery dalam genre pahlawan super. Ia menekankan bahwa fokus perusahaan kini bukan hanya jumlah konten, tetapi kualitas dan daya tahan waralaba.
Bagi penggemar Superman, film ini menjadi momen penting yang ditunggu-tunggu. Sejak Man of Steel (2013), karakter Superman jarang mendapat sorotan utama dalam semesta DC yang justru lebih sering menonjolkan Batman. Kini, dengan pendekatan baru, wajah baru, dan narasi ulang yang lebih humanistik, Superman versi James Gunn berambisi mengembalikan status karakter ini sebagai jangkar moral dunia superhero dan sebagai ikon budaya pop yang tak lekang oleh waktu.
Namun jalan menuju kebangkitan DC masih panjang. Jika film ini gagal memenuhi harapan, maka bukan hanya Gunn yang akan dipertanyakan, tetapi seluruh gagasan tentang DC Universe yang terstruktur pun bisa runtuh. Di tengah ketidakpastian arah industri film, Superman kembali bukan hanya untuk menyelamatkan Metropolis—tapi juga untuk menyelamatkan masa depan studio yang selama ini bergelut mencari identitasnya.