Broadcom

Kelebihan dan Batas Laba Broadcom

(Business Lounge – Technology) Broadcom tengah menjadi sorotan utama dalam reli pasar teknologi global, terutama karena posisinya yang semakin kuat dalam ekosistem kecerdasan buatan (AI). Sejak kuartal kedua 2025, perusahaan semikonduktor ini telah mencatatkan lonjakan pendapatan signifikan yang berasal dari penjualan chip AI dan solusi jaringan yang mendukung beban kerja AI hyperscale. Namun di tengah sorotan, muncul pula keraguan mendasar tentang kelanjutan reli tersebut: seberapa jauh dan berapa lama Broadcom bisa mempertahankan momentumnya?

Menurut laporan dari The Wall Street Journal, lonjakan harga saham Broadcom yang mencapai lebih dari 70% sejak April telah mendorong valuasinya menembus angka US$1 triliun. Angka ini bukan hanya mengejutkan, tetapi juga memunculkan pertanyaan tentang risiko overvaluasi. Sebab meskipun pertumbuhan pendapatan tampak solid, pasar tampaknya telah menetapkan ekspektasi yang sangat tinggi—bahkan cenderung sulit dipenuhi.

Dalam kuartal terbaru, pendapatan dari chip dan solusi AI diperkirakan mencapai US$5,1 miliar, atau sekitar sepertiga dari total pendapatan Broadcom selama periode tersebut. Peningkatan tajam ini menunjukkan bahwa AI kini telah menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan pendapatan. Dalam wawancara dengan Reuters, CEO Hock Tan menyebut bahwa permintaan chip khusus AI dari tiga perusahaan hyperscaler besar menjadi fondasi utama bisnis masa depan Broadcom.

Namun, bisnis chip AI khusus juga bukan tanpa risiko. Seperti dikutip dari Investors Business Daily, pengembangan chip AI yang digunakan oleh raksasa teknologi seperti Google, Meta, dan Amazon memerlukan investasi ratusan juta dolar, dengan siklus pengembangan yang panjang dan kompleks. Bahkan dalam kasus chip TPU milik Google—yang desainnya diproduksi oleh Broadcom—kinerjanya disebut hanya setengah dari kemampuan chip Nvidia H100 dalam beberapa metrik.

Masalah performa ini diperparah dengan kebutuhan infrastruktur yang sangat mahal. Broadcom menawarkan solusi jaringan optik untuk menghubungkan chip AI di dalam data center, yang memiliki keunggulan kecepatan namun menambah biaya secara signifikan dibandingkan dengan kabel tembaga tradisional. Menurut The Wall Street Journal, sistem optik yang digunakan Broadcom dinilai memerlukan lebih banyak pendinginan dan konfigurasi kompleks.

Persaingan di sektor ini juga semakin ketat. Bloomberg melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan seperti Marvell Technology, MediaTek, bahkan Intel dan AMD kini memperluas lini produk mereka untuk memasuki pasar chip AI khusus. Selain itu, ancaman geopolitik dari potensi pembatasan ekspor semikonduktor AS ke Tiongkok juga menjadi risiko tersendiri, mengingat klien seperti ByteDance merupakan pelanggan besar Broadcom.

Dari sisi keuangan, Broadcom tetap menunjukkan kinerja solid. Dalam laporan keuangan terbarunya, perusahaan mencatatkan EPS sebesar US$1,58, meningkat 44% dari periode yang sama tahun lalu. Analis dari Morgan Stanley menyebutkan bahwa Broadcom berhasil memadukan efisiensi operasional dan pertumbuhan bisnis AI dalam satu narasi positif yang konsisten. Bahkan, proyeksi untuk kuartal ketiga 2025 menunjukkan pendapatan sebesar US$15,8 miliar—di atas ekspektasi konsensus.

Namun, meskipun laporan pendapatan kuat, harga saham Broadcom justru turun hampir 4% setelah pengumuman tersebut. Reaksi pasar yang negatif ini mencerminkan kekhawatiran bahwa valuasi perusahaan sudah terlalu tinggi untuk bisa dibenarkan oleh fundamental. Analis dari Bernstein, Stacy Rasgon, mengatakan bahwa “ekspektasi terhadap Broadcom sudah terlalu tinggi, sehingga bahkan panduan yang bagus pun bisa terasa mengecewakan.”

Menurut Jefferies, valuasi saham Broadcom kini mencapai P/E forward antara 33 hingga 35 kali—lebih tinggi dari rata-rata industri semikonduktor dan bahkan lebih tinggi dari Nvidia. Ini menempatkan perusahaan dalam posisi rawan terhadap koreksi pasar jika ada gangguan kecil sekalipun, baik dari sisi teknis, makroekonomi, atau persaingan.

Meski begitu, proyeksi jangka panjang untuk pasar chip AI tetap menjanjikan. Morgan Stanley memperkirakan bahwa nilai pasar chip AI khusus akan mencapai US$30 miliar pada 2027, sementara Broadcom memproyeksikan potensi pendapatan dari segmen ini bisa mencapai US$60–90 miliar pada tahun yang sama. Hal ini tentu memberikan ruang pertumbuhan yang besar, asalkan Broadcom dapat terus mempertahankan keunggulan teknologinya dan menjalin hubungan erat dengan para raksasa hyperscaler.

CEO Hock Tan sendiri tetap optimistis. Dalam pernyataan resminya yang dikutip oleh Reuters, ia mengatakan bahwa “kami melihat pertumbuhan yang berkelanjutan dalam permintaan chip dan solusi jaringan AI karena pelanggan kami memperluas data center generasi berikutnya.” Ia juga menegaskan bahwa akuisisi VMware yang baru rampung akan memberi Broadcom akses strategis ke pasar perangkat lunak enterprise dan mengokohkan posisi mereka di pasar hybrid cloud.

Namun, akuisisi ini juga membawa tantangan integrasi. Banyak pengamat menilai bahwa integrasi antara portofolio perangkat lunak VMware dan bisnis semikonduktor Broadcom akan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, penggabungan budaya perusahaan yang sangat berbeda bisa menimbulkan friksi di level manajemen.

Selain itu, jika kita berbicara soal efisiensi teknis, maka chip khusus AI—meski hemat daya dan murah secara unit cost—masih memerlukan dukungan ekosistem perangkat lunak dan alat pengembangan (development tools) yang kompleks. Dalam banyak kasus, perusahaan cloud tetap memilih GPU Nvidia karena kematangan ekosistemnya dan dukungan perangkat lunak CUDA yang superior.

Hal inilah yang menjadi tantangan mendasar bagi Broadcom. Untuk benar-benar menjadi pemimpin dalam chip AI, perusahaan harus berinvestasi besar dalam sisi perangkat lunak, bukan hanya hardware. Upaya ini terlihat dari peningkatan belanja litbang dan perekrutan tenaga ahli software, namun jalan masih panjang.

Dalam jangka pendek, investor harus mencermati sejumlah risiko utama. Pertama, penurunan belanja modal dari pelanggan hyperscaler bisa berdampak langsung pada pendapatan Broadcom. Kedua, perubahan kebijakan perdagangan atau regulasi ekspor dari pemerintah AS bisa memengaruhi akses pasar Broadcom ke wilayah strategis seperti Tiongkok. Ketiga, ketergantungan yang tinggi pada segelintir pelanggan besar menjadikan pendapatan sangat sensitif terhadap dinamika kontrak dan kerjasama eksklusif.

Meski demikian, ada pula faktor pendukung yang patut dicermati. Adopsi AI generatif di berbagai sektor mulai dari keuangan hingga manufaktur dan kesehatan akan terus mendorong permintaan terhadap infrastruktur data center. Hal ini menciptakan peluang jangka panjang bagi perusahaan seperti Broadcom yang menyediakan komponen kunci.

Dalam laporan analisis yang dirilis Goldman Sachs, disebutkan bahwa “Broadcom berada dalam posisi unik sebagai penyedia solusi terintegrasi untuk jaringan, storage, dan komputasi AI.” Mereka juga menambahkan bahwa keberhasilan perusahaan dalam menggabungkan skala produksi, efisiensi biaya, dan kecepatan eksekusi menjadi keunggulan kompetitif yang tidak mudah ditiru.

Namun, tetap saja, jalan menuju dominasi tidak akan mudah. Ke depan, Broadcom harus mampu menjaga pertumbuhan pendapatan dua digit secara konsisten, sekaligus menekan risiko teknis dan geopolitik. Perusahaan juga perlu menunjukkan bahwa akuisisi VMware benar-benar memberikan sinergi bisnis yang nyata, bukan sekadar ekspansi portofolio.

Secara keseluruhan, kisah Broadcom mencerminkan dinamika khas dalam sektor teknologi tinggi: kombinasi antara peluang luar biasa dan risiko signifikan. Bagi investor jangka panjang, saham Broadcom menawarkan prospek pertumbuhan yang menarik, tetapi juga memerlukan ketahanan mental menghadapi volatilitas yang tak terhindarkan.

Kinerja cemerlang di satu kuartal belum tentu mencerminkan tren jangka panjang. Dengan valuasi yang sudah melambung tinggi, Broadcom kini berada di persimpangan penting. Perusahaan harus membuktikan bahwa bukan hanya mampu ikut dalam gelombang AI, tetapi juga menjadi salah satu penggeraknya.

Jika berhasil, maka pencapaian US$1 triliun bukanlah puncak, melainkan awal dari fase pertumbuhan baru. Namun jika gagal merespons tantangan-tantangan krusial, maka koreksi tajam bukanlah skenario yang tidak mungkin. Dan seperti biasa di pasar teknologi, hanya perusahaan dengan strategi jangka panjang yang solid dan eksekusi sempurna yang akan bertahan.