(Business Lounge – Global News) Sanofi resmi mengumumkan rencana akuisisi Blueprint Medicines dalam sebuah langkah strategis besar yang dinilai akan memperkuat portofolionya di bidang imunologi dan penyakit langka. Akuisisi ini bernilai hingga $9,5 miliar dan menandai salah satu pergerakan terbesar dalam sektor bioteknologi tahun ini. Perusahaan farmasi asal Prancis itu mengandalkan Blueprint sebagai cara untuk mempercepat diversifikasi pendapatan setelah serangkaian kekecewaan dari program pengembangan internalnya.
Menurut laporan Reuters, Sanofi akan membayar $129 per saham secara tunai kepada pemegang saham Blueprint Medicines. Di luar pembayaran tersebut, terdapat tambahan hingga $6 per saham dalam bentuk contingent value rights (CVR), yang akan diberikan jika beberapa tonggak komersial dan regulator berhasil dicapai. Hal ini menjadikan total nilai transaksi bisa mencapai sekitar $9,5 miliar. Sanofi berharap proses akuisisi ini akan rampung pada kuartal ketiga tahun 2025, dengan catatan memperoleh persetujuan dari regulator dan pemegang saham Blueprint.
Bloomberg menulis bahwa keputusan akuisisi ini datang setelah beberapa lini penelitian Sanofi, termasuk uji klinis untuk molekul terapi diabetes dan imunologi, gagal memenuhi ekspektasi. Perusahaan juga sedang berupaya mencari sumber pertumbuhan baru, seiring dengan tekanan terhadap lini bisnis utamanya seperti produk untuk pengobatan multiple sclerosis dan vaksin influenza.
Blueprint Medicines sendiri merupakan perusahaan bioteknologi berbasis di Cambridge, Massachusetts, yang dikenal luas karena Ayvakit (avapritinib), obat untuk mengobati mastositosis sistemik, sebuah penyakit imun langka yang menyebabkan pertumbuhan sel mast secara berlebihan. Ayvakit sudah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat dan European Medicines Agency (EMA) di Uni Eropa, dan menjadi produk andalan perusahaan tersebut. The Wall Street Journal mencatat bahwa pendapatan Ayvakit pada kuartal pertama 2025 mencapai $150 juta, dan analis memperkirakan bahwa obat tersebut memiliki potensi puncak penjualan tahunan hingga $2 miliar.
Dalam keterangan persnya yang dikutip oleh Financial Times, CEO Sanofi Paul Hudson mengatakan bahwa Blueprint akan melengkapi ambisi jangka panjang Sanofi di bidang imunologi. Ia menyebutkan bahwa penguatan lini produk di area ini menjadi fokus utama perusahaan, terutama dalam menjawab kebutuhan terapi untuk penyakit langka dan kompleks. “Kami berkomitmen memperluas pilihan terapi bagi pasien di seluruh dunia dan Blueprint memberikan portofolio yang menarik untuk hal tersebut,” ujar Hudson.
Saham Blueprint langsung melonjak 26% sesaat setelah pengumuman akuisisi, menurut Investopedia. Lonjakan ini menunjukkan kepercayaan pasar terhadap nilai akuisisi dan potensi yang dimiliki Blueprint ke depan di bawah kendali Sanofi. Di sisi lain, saham Sanofi sendiri mengalami pergerakan stabil karena investor masih menganalisis prospek jangka panjang dari langkah ini, yang juga melibatkan risiko integrasi dan pertumbuhan produk baru.
Sanofi akan mendapatkan akses ke pipeline imunologi Blueprint yang terdiri dari sejumlah kandidat obat yang sedang dalam tahap pengembangan, seperti elenestinib dan BLU-808. Elenestinib adalah kandidat penghambat KIT oral generasi berikutnya yang menunjukkan hasil awal positif dalam uji klinis fase I untuk pasien dengan kondisi yang sangat terbatas pilihan terapinya. Menurut Barron’s, molekul ini dapat menjadi kunci perluasan Sanofi dalam ranah terapi oral yang lebih terfokus dan personalisasi tinggi.
Keputusan Sanofi untuk masuk lebih dalam ke bidang imunologi mencerminkan pergeseran yang lebih luas di industri farmasi global. Banyak perusahaan besar saat ini memilih mengakuisisi perusahaan bioteknologi yang lebih kecil dengan pipeline spesifik ketimbang mengandalkan laboratorium internal mereka. Strategi ini lebih cepat dan lebih efisien, meski tentu tidak bebas dari risiko.
Lebih lanjut, CNBC menyoroti bahwa Blueprint tidak hanya akan memperkuat kemampuan ilmiah Sanofi, tetapi juga jaringan komersialnya di Amerika Serikat. Blueprint telah membangun hubungan erat dengan komunitas spesialis seperti ahli alergi, hematologi, dan imunologi klinis. Ini menjadi keunggulan tambahan bagi Sanofi yang selama ini memiliki eksposur lebih besar di Eropa.
Di luar faktor produk dan ilmiah, keputusan akuisisi ini juga terjadi di tengah meningkatnya tekanan politik dan ekonomi terhadap sektor kesehatan global. Kebijakan harga obat di AS semakin diperketat, dan para investor mengharapkan perusahaan farmasi raksasa seperti Sanofi, Pfizer, dan Merck menunjukkan ketahanan melalui ekspansi strategis. The New York Times menuliskan bahwa akuisisi seperti ini menjadi salah satu cara perusahaan-perusahaan besar menjaga daya saingnya dalam menghadapi regulasi baru dan harga saham yang stagnan.
Meski tampak menjanjikan, akuisisi ini bukan tanpa risiko. Salah satu kekhawatiran yang disebut oleh analis dari Morningstar adalah bahwa harga akuisisi relatif tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan Blueprint saat ini. Selain itu, beberapa kandidat obat masih berada di fase awal pengembangan dan belum tentu mencapai pasar dalam lima tahun ke depan. Namun demikian, para pendukung akuisisi menilai bahwa nilai strategis dan sinergi jangka panjang jauh lebih penting dibanding angka saat ini.
Sanofi, dalam beberapa tahun terakhir, memang semakin fokus pada pengembangan terapi untuk penyakit langka dan imunologi. Sebelumnya, perusahaan juga telah mengakuisisi Principia Biopharma seharga $3,7 miliar pada tahun 2020 dan Translate Bio senilai $3,2 miliar pada tahun 2021. Langkah-langkah ini menunjukkan konsistensi strategi pertumbuhan anorganik yang dipilih oleh Hudson sejak ia menjabat sebagai CEO pada tahun 2019.
Ketika ditanya tentang potensi efisiensi biaya pasca-akuisisi, Sanofi menyatakan bahwa mereka berencana mempertahankan tim peneliti utama Blueprint dan tetap menjadikan Cambridge sebagai salah satu pusat riset penting mereka. Hal ini, menurut mereka, penting untuk menjaga kesinambungan ilmiah dan mempertahankan talenta yang selama ini menjadi kekuatan utama Blueprint.
Dari sudut pandang Blueprint sendiri, keputusan untuk menjual ke Sanofi dilandasi oleh kebutuhan untuk memperluas distribusi dan mempercepat pengembangan produknya. CEO Blueprint, Kate Haviland, menyatakan kepada Bloomberg bahwa dengan sumber daya Sanofi, mereka bisa membawa produk-produk mereka ke lebih banyak pasien dalam waktu yang lebih singkat. “Kami melihat ini sebagai percepatan dari misi kami, bukan akhir dari perjalanan kami,” katanya.
Secara keseluruhan, akuisisi Blueprint Medicines oleh Sanofi mencerminkan perpaduan antara kebutuhan pertumbuhan perusahaan besar dan kekuatan inovatif perusahaan kecil. Dengan potensi sinergi di bidang riset, komersialisasi, dan ekspansi global, banyak pihak menilai bahwa langkah ini bisa menjadi pilar baru pertumbuhan Sanofi untuk dekade berikutnya. Namun, seperti banyak akuisisi lainnya, keberhasilannya akan sangat bergantung pada eksekusi dan realisasi potensi yang saat ini masih sebagian besar berbentuk harapan.
Dengan menyatukan kekuatan Sanofi dalam distribusi global dan kekuatan Blueprint dalam inovasi molekuler, industri kini menunggu untuk melihat apakah kombinasi ini bisa menghasilkan lebih dari sekadar penjumlahan dua kekuatan. Untuk saat ini, pasar telah memberikan lampu hijau, tetapi ujian sesungguhnya baru akan dimulai ketika regulator memberikan izin, dan integrasi mulai berjalan di balik layar laboratorium dan ruang rapat.

