(Business Lounge – Global News) Rick Smith, CEO dari Axon Enterprise—perusahaan yang terkenal dengan produk senjata kejut Taser dan kamera tubuh untuk aparat kepolisian—menjadi eksekutif dengan bayaran tertinggi di Amerika Serikat pada tahun 2024, mengungguli nama-nama besar seperti Tim Cook dari Apple dan Stephen Schwarzman dari Blackstone. Menurut laporan tahunan yang dirilis oleh The Wall Street Journal, total kompensasi Smith mencapai $165 juta, sebagian besar berbentuk penghargaan saham jangka panjang yang nilainya bergantung pada kinerja perusahaan.
Dalam artikelnya, The Wall Street Journal menjelaskan bahwa paket kompensasi ini berasal dari program kepemilikan saham jangka panjang yang diluncurkan Axon. Program ini memungkinkan karyawan dan manajemen, termasuk Smith, untuk menukar gaji dan bonus tradisional mereka menjadi saham terbatas dengan masa penguncian tujuh tahun. Ini adalah strategi insentif yang menggabungkan kompensasi dengan pertumbuhan perusahaan secara nyata, mengikuti pendekatan yang terinspirasi oleh struktur gaji Elon Musk di Tesla. Jika Axon berhasil mencapai target-target yang telah ditetapkan, nilai paket saham Smith bisa meningkat menjadi lebih dari $500 juta dalam beberapa tahun mendatang.
Menurut laporan New York Post, kenaikan nilai saham Axon—yang telah melonjak lebih dari 160 persen dalam kurun 12 bulan terakhir—membuat perusahaan ini memiliki kapitalisasi pasar lebih dari $50 miliar. Smith tidak menerima kompensasi tunai langsung selama periode ini, melainkan memilih untuk bertaruh pada masa depan perusahaan melalui penghargaan ekuitas jangka panjang. Langkah ini menjadikan Smith sebagai figur unik di antara para CEO S&P 500 yang sebagian besar masih menerima kombinasi tunai dan saham sebagai bentuk kompensasi mereka.
Dalam peringkat 10 besar eksekutif dengan bayaran tertinggi versi Wall Street Journal, Smith menempati posisi puncak, diikuti oleh Larry Culp dari General Electric dengan total $89 juta, dan Stephen Schwarzman dari Blackstone dengan $84 juta. Tim Cook dari Apple menempati posisi keempat dengan $75 juta. Meski lebih dikenal secara global dibandingkan Smith, sebagian besar kompensasi eksekutif lain masih berbentuk campuran gaji pokok, bonus tunai, dan saham terbatas dengan syarat kinerja yang lebih konservatif.
Yang menarik, dua nama lain dalam daftar—Peter Gassner dari Veeva Systems dan Tobias Lütke dari Shopify—sebenarnya memiliki kompensasi yang bahkan lebih tinggi dalam hitungan kasar, masing-masing $172 juta dan $150 juta. Namun keduanya tidak dimasukkan dalam hitungan resmi karena perusahaan yang mereka pimpin tidak terdaftar dalam indeks S&P 500. New York Post menyebut bahwa perbedaan ini menunjukkan betapa pentingnya kerangka referensi dalam menilai tingkat kompensasi eksekutif di pasar publik Amerika Serikat.
Paket kompensasi Smith juga menjadi sorotan karena keberhasilannya mendorong karyawan lain untuk berpartisipasi dalam program kepemilikan saham yang sama. Bloomberg melaporkan bahwa Axon telah memperluas program ini ke seluruh organisasi, menciptakan rasa kepemilikan yang kuat di antara tenaga kerja perusahaan, dari staf level bawah hingga jajaran manajemen. Model ini diharapkan mampu menciptakan insentif yang lebih sehat dan mengurangi kecenderungan eksekutif untuk hanya fokus pada target kuartalan demi bonus tahunan.
Selain Smith, ada pula perubahan signifikan dalam struktur kompensasi CEO di seluruh S&P 500. Berdasarkan data dari AP News, median kompensasi eksekutif meningkat hampir 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai $17,1 juta. Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh performa positif pasar saham dan peningkatan laba perusahaan pasca-pandemi. Namun, seperti dicatat oleh beberapa analis, pertumbuhan kompensasi ini juga memperlebar jurang ketimpangan antara CEO dan pekerja biasa, dengan rasio gaji yang mencapai lebih dari 200 banding 1 di beberapa perusahaan besar.
Beberapa CEO memilih pendekatan yang lebih konservatif. Elon Musk, misalnya, tidak menerima kompensasi pada tahun 2024 karena masih terlibat dalam sengketa hukum terkait paket kompensasi raksasanya di Tesla, yang pernah mencapai nilai lebih dari $50 miliar dan kini tengah diperdebatkan di pengadilan. Namun pengaruh Musk terhadap cara perusahaan merancang kompensasi eksekutif tetap terasa luas. Seperti yang disampaikan oleh Bloomberg, program Smith di Axon secara eksplisit mengambil inspirasi dari kerangka pembayaran Musk, meskipun dalam skala yang lebih moderat.
Dalam wawancaranya dengan The Wall Street Journal, Smith mengatakan bahwa tujuan utama dari struktur kompensasi ini adalah untuk menciptakan “budaya kepemilikan sejati” di Axon. Ia menekankan bahwa inovasi dalam keamanan publik dan teknologi tidak bisa berjalan dengan cepat jika tidak didukung oleh struktur insentif yang menyeluruh dan terarah. Ia juga menegaskan bahwa dirinya percaya pada pertumbuhan jangka panjang Axon, terutama di tengah meningkatnya permintaan global akan perangkat keamanan non-mematikan dan sistem pemantauan transparan bagi aparat penegak hukum.
Axon sendiri telah berkembang jauh melampaui produk Taser-nya. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan memperluas jangkauannya ke solusi perangkat lunak berbasis cloud untuk manajemen bukti digital, serta teknologi AI untuk menganalisis interaksi antara polisi dan warga sipil. Perusahaan juga terus menggencarkan penetrasi pasar internasional di Eropa dan Asia. Keberhasilan ini berperan besar dalam mendorong harga saham Axon naik, yang pada akhirnya menaikkan nilai penghargaan saham Smith secara eksponensial.
Sementara itu, di dunia perusahaan publik lainnya, isu kompensasi CEO tetap menjadi topik hangat. Banyak pemegang saham institusional kini menuntut transparansi yang lebih tinggi, serta kejelasan mengenai bagaimana paket kompensasi dikaitkan langsung dengan pencapaian target jangka panjang dan nilai tambah bagi pemegang saham. AP News menyebut bahwa di tengah meningkatnya tekanan sosial dan ekonomi, semakin banyak perusahaan yang dipaksa mempertimbangkan ulang bagaimana mereka memberi penghargaan kepada eksekutif puncak.
Bahkan dengan tekanan tersebut, tidak dapat disangkal bahwa model seperti yang diterapkan Smith dan Axon telah menarik perhatian luas. Kemampuan untuk menggabungkan kompensasi eksekutif dengan pertumbuhan perusahaan dan partisipasi karyawan dalam cara yang simultan dianggap sebagai inovasi yang patut dicontoh. Beberapa analis pasar menyebut bahwa sistem ini menciptakan sinergi yang sehat antara ambisi pribadi dan misi perusahaan.
Namun demikian, beberapa pengamat skeptis tetap memperingatkan tentang potensi risiko dari kompensasi berbasis saham jangka panjang dalam jumlah besar. Dalam pasar yang volatil, nilai saham dapat turun secara tiba-tiba, yang bisa menciptakan tekanan besar terhadap eksekutif untuk mengejar target jangka pendek atau mengambil risiko berlebihan. The Wall Street Journal juga mencatat bahwa pengawasan dari dewan direksi dan komite remunerasi menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa semua skema insentif tetap berada dalam jalur yang sehat dan etis.
Terlepas dari kontroversi dan diskusi yang menyertainya, keberhasilan Rick Smith sebagai CEO dengan bayaran tertinggi tahun ini merupakan refleksi dari dinamika baru dalam struktur korporasi global. Perubahan ini menunjukkan bahwa dunia bisnis kini semakin menghargai pendekatan berbasis pertumbuhan berkelanjutan, transparansi insentif, dan kepemimpinan yang mendorong partisipasi luas dari seluruh elemen organisasi.
Jika tren ini berlanjut, bisa jadi kita akan melihat lebih banyak CEO—baik dari perusahaan teknologi maupun manufaktur tradisional—yang merancang struktur kompensasi yang menekankan kepemilikan, kinerja jangka panjang, dan tanggung jawab kolektif. Dalam konteks inilah, pencapaian Smith bukan hanya tentang angka $165 juta, tetapi tentang bagaimana angka itu mencerminkan filosofi manajemen baru di era pasca-pandemi, di mana nilai perusahaan tidak lagi hanya dihitung dari laba kuartalan, tetapi juga dari bagaimana ia menciptakan nilai bagi seluruh ekosistemnya.