Tesla

Tesla Hadapi Tantangan Besar Pulihkan Penjualan

(Business Lounge – Automotive) Tesla Inc. kini menghadapi tantangan berat dalam mempertahankan dominasinya di pasar kendaraan listrik global. Meski perusahaan masih menjadi pemain besar dalam sektor ini, berbagai indikator finansial dan non-finansial menunjukkan perlambatan yang serius. Menurut laporan The Wall Street Journal, penurunan permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat dan China telah memberikan tekanan besar pada margin dan volume pengiriman Tesla sejak kuartal keempat 2023.

Sepanjang awal 2024, Tesla kehilangan momentum setelah mengalami penurunan pengiriman global sebesar 8,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini merupakan yang pertama dalam hampir empat tahun. Meskipun sebagian analis menyebut tren ini sebagai “normalisasi” setelah lonjakan pandemi, banyak juga yang menyoroti bahwa kompetitor seperti BYD, Hyundai, dan Ford semakin agresif menutup celah pasar.

Bloomberg mencatat bahwa salah satu penyebab utama melambatnya pertumbuhan Tesla adalah persepsi publik terhadap merek. Dalam survei yang dilakukan lembaga independen Morning Consult, persepsi konsumen terhadap Tesla mengalami penurunan tajam selama dua tahun terakhir. Penurunan ini tidak hanya terlihat dari sisi loyalitas merek, tetapi juga dari pertimbangan pembelian pertama oleh konsumen baru. Bahkan, calon pembeli yang berusia muda dan berpendidikan tinggi—target demografis utama Tesla—menunjukkan penurunan minat.

Dari sisi harga saham, Tesla mengalami volatilitas tinggi sepanjang 2024. Setelah mencapai titik tertinggi lebih dari $400 per saham pada 2021, saham Tesla kini berfluktuasi di kisaran $150–$200. Financial Times menyebut bahwa fluktuasi ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap arah strategi jangka panjang perusahaan. Salah satu sumber utama kekhawatiran adalah kurangnya pembaruan produk yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Model S dan Model X telah berusia lebih dari satu dekade, dan meskipun Model 3 dan Model Y masih laris, dominasi keduanya mulai tergerus oleh kendaraan listrik dari produsen lain dengan harga lebih kompetitif.

Dalam sebuah pertemuan dengan investor baru-baru ini, Elon Musk menyatakan bahwa ia akan “lebih fokus” pada Tesla ke depan, termasuk mempercepat pengembangan kendaraan otonom dan model terjangkau yang dijanjikan sejak lama. Namun Reuters melaporkan bahwa proyek kendaraan murah Tesla—yang dijuluki Model 2 oleh komunitas—masih belum memiliki jadwal produksi yang jelas. Hal ini memperkuat kekhawatiran bahwa Tesla belum siap menghadapi gelombang baru kendaraan listrik seharga di bawah $30.000 yang mulai membanjiri pasar Eropa dan Asia.

Di sisi lain, pengembangan perangkat lunak dan layanan tambahan seperti Full Self Driving (FSD) belum sepenuhnya meyakinkan pasar. Meskipun Tesla mengklaim peningkatan teknologi signifikan, laporan dari lembaga keselamatan jalan raya di AS menunjukkan bahwa sistem FSD belum mencapai tingkat keandalan yang memungkinkan penghapusan pengawasan pengemudi. Hal ini berpotensi menghambat adopsi massal dan membatasi margin keuntungan dari penjualan perangkat lunak yang menjadi andalan model bisnis Tesla.

Untuk memperbaiki performa bisnis dan kepercayaan publik, Tesla meluncurkan kampanye relaunch merek secara internal. Perusahaan berencana mengubah strategi komunikasi eksternal, memperkuat layanan purnajual, dan mempercepat produksi di Gigafactory Berlin dan Austin. Di Eropa, Tesla bahkan mulai menyesuaikan desain kendaraan dengan preferensi lokal, seperti interior yang lebih sederhana dan efisiensi baterai yang lebih baik untuk kondisi iklim ekstrem.

Namun demikian, tantangan tetap besar. WSJ mengutip analis yang menyebut Tesla berada dalam “fase koreksi merek”—yakni saat sebuah perusahaan harus bekerja keras untuk memulihkan kepercayaan publik tanpa kehilangan identitas awalnya. Jika tidak ditangani dengan strategi matang dan konsistensi eksekusi, Tesla berisiko kehilangan posisinya sebagai simbol inovasi teknologi dan gaya hidup ramah lingkungan yang dulu menjadikannya fenomena global.

Sementara itu, investor institusional mulai menyesuaikan portofolio mereka. Beberapa hedge fund besar mengurangi eksposur terhadap saham Tesla dan memilih alternatif di sektor kendaraan listrik seperti Rivian, Lucid, atau bahkan General Motors dan Volkswagen. Perubahan ini menunjukkan pergeseran persepsi bahwa pertumbuhan sektor EV kini tidak lagi didominasi oleh satu pemain tunggal.

Di tengah tekanan kompetitif, pasar menanti gebrakan baru dari Tesla. Banyak pengamat menilai bahwa tahun 2025 akan menjadi titik kritis yang menentukan apakah Tesla dapat kembali memperkuat posisinya sebagai pemimpin atau justru menjadi contoh perusahaan disruptif yang kesulitan bertransformasi setelah sukses awal yang luar biasa.