(Business Lounge – Global News) BlackRock mencatatkan rekor baru dalam total aset kelolaan (assets under management/AUM) yang kini mencapai $10,47 triliun pada kuartal pertama 2025, didorong oleh reli pasar saham dan arus masuk dana dari investor institusi dan ritel. Namun, di tengah pencapaian tersebut, perusahaan manajemen aset terbesar di dunia ini justru melaporkan penurunan laba bersih sebesar 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi $1,4 miliar.
Dalam pernyataannya kepada para analis seperti dilaporkan oleh Bloomberg dan The Wall Street Journal, CEO Larry Fink menyebut bahwa meskipun investor secara aktif menambah eksposur ke pasar ekuitas, kekhawatiran makroekonomi masih membayangi diskusi dengan klien. “Kecemasan terhadap inflasi, arah suku bunga The Fed, serta ketidakpastian geopolitik terus menjadi topik utama dalam semua pertemuan kami dengan nasabah,” ujar Fink.
Penurunan laba bersih ini sebagian besar disebabkan oleh kenaikan biaya operasional dan investasi teknologi jangka panjang yang dilakukan perusahaan dalam bidang kecerdasan buatan dan penguatan infrastruktur digitalnya. Menurut Reuters, BlackRock telah menggandakan investasi pada sistem analitik berbasis AI untuk mendukung pengambilan keputusan investasi di tengah kondisi pasar yang fluktuatif. Meski margin operasional sedikit tertekan, BlackRock menilai langkah ini penting untuk mempertahankan keunggulan kompetitif di industri manajemen aset global.
Peningkatan AUM BlackRock terutama terjadi karena naiknya valuasi pasar ekuitas global, khususnya di AS, Eropa, dan Jepang. Selain itu, aliran dana ke produk ETF iShares—unit ETF milik BlackRock—terus bertumbuh kuat. Dalam periode Januari–Maret 2025, BlackRock mencatat arus masuk bersih (net inflows) sebesar $57 miliar, dengan mayoritas dana mengalir ke produk berisiko rendah seperti obligasi pemerintah jangka pendek dan instrumen pasar uang.
Namun, lonjakan aset ini belum sepenuhnya mengimbangi tekanan pada pendapatan manajemen yang lebih rendah, karena investor lebih memilih produk dengan biaya rendah seperti indeks ETF daripada solusi aktif. Dalam laporannya, Financial Times mencatat bahwa rasio pendapatan terhadap AUM BlackRock terus mengalami penurunan bertahap karena pergeseran preferensi pasar menuju biaya manajemen minimal.
Larry Fink juga menyoroti peran AI generatif dalam mengubah cara investor institusional mengakses data dan membangun portofolio. Dalam panggilan pendapatan dengan analis seperti dilansir oleh CNBC, Fink mengatakan bahwa BlackRock saat ini mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan generatif dalam Aladdin, platform pengelolaan risiko dan investasi miliknya, untuk memberikan analisis prediktif yang lebih akurat. “Kita berada di titik transisi penting dalam industri ini, dan kami yakin AI akan mendorong efisiensi dan personalisasi dalam manajemen aset,” katanya.
Sementara itu, para analis pasar menyambut positif pencapaian rekor AUM, namun tetap mencermati kemampuan BlackRock dalam menjaga pertumbuhan pendapatan di tengah tekanan biaya dan persaingan ketat. Analis dari JPMorgan menilai bahwa penurunan laba bersih kali ini merupakan konsekuensi dari strategi ekspansi jangka panjang, namun perlu ada keseimbangan yang lebih baik antara investasi pertumbuhan dan profitabilitas.
Dalam catatan khusus, BlackRock juga mencermati dampak perubahan iklim dan kebijakan ESG terhadap perilaku investasi. Fink menyebut bahwa meski sejumlah negara bagian di AS mengurangi tekanan terhadap ESG investing, tren global menunjukkan bahwa permintaan akan solusi investasi berkelanjutan tetap meningkat, terutama di Eropa dan Asia. Perusahaan tetap berkomitmen pada integrasi faktor lingkungan dan tata kelola dalam proses investasi, namun kini menekankan pendekatan “fokus risiko, bukan politik.”
BlackRock juga mencatat penurunan kecil dalam pendapatan dari lini bisnis konsultasi dan teknologi, mencerminkan jeda pengeluaran oleh klien korporat besar akibat ketidakpastian makro. Namun, manajemen optimistis bahwa permintaan terhadap solusi manajemen risiko akan meningkat pada paruh kedua tahun ini, seiring dengan potensi perubahan arah kebijakan moneter The Fed dan pemilu AS yang semakin dekat.
Dengan tingkat suku bunga yang masih tinggi, BlackRock memproyeksikan bahwa investor akan tetap mencari kombinasi antara hasil stabil dan lindung nilai inflasi. Oleh karena itu, perusahaan memperkuat lini produk multi-aset dan pendapatan tetap sebagai respons terhadap permintaan yang terus bergeser.
Sebagai penutup, meski tekanan laba mencerminkan kondisi industri yang semakin kompetitif dan biaya teknologi yang tinggi, kenaikan AUM menegaskan kepercayaan investor terhadap posisi BlackRock sebagai pemimpin industri. Fokus ke depan akan berada pada efisiensi, diferensiasi produk, dan integrasi teknologi, seiring dengan upaya perusahaan menavigasi tantangan ekonomi global yang terus berkembang.

