AI agents

Kebingungan di Balik Tren AI Agents

Dalam dunia teknologi, istilah “AI agents” telah menjadi kata kunci yang paling sering diperbincangkan di Silicon Valley. Namun, meskipun banyak perusahaan teknologi dan bisnis yang mulai mengadopsi konsep ini, masih terdapat kebingungan besar mengenai definisi dan cakupan sebenarnya dari AI agents. Fenomena ini mencerminkan kurangnya kesepakatan tentang apa yang membedakan AI agent dari chatbot, asisten virtual, atau sekadar perangkat lunak otomatisasi.

Menurut The Wall Street Journal, perusahaan perangkat lunak enterprise telah menetapkan AI agents sebagai inovasi utama mereka. Namun, tidak ada kesepakatan universal tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan “agentic.” Prem Natarajan, kepala ilmuwan dan kepala AI enterprise di Capital One, menyamakan situasi ini dengan perumpamaan orang buta yang mencoba menggambarkan seekor gajah dari bagian yang berbeda. Setiap orang memiliki pemahaman berbeda berdasarkan sudut pandang masing-masing, yang menyebabkan ketidaksepakatan dalam industri.

Secara umum, AI agents dipahami sebagai sistem yang dapat bertindak atas nama manusia, seperti melakukan pembelian bahan makanan atau membuat reservasi restoran. Namun, batasan mengenai apa yang dimaksud dengan “tindakan” masih kabur. Bloomberg mencatat bahwa dalam beberapa kasus, menelusuri data perusahaan dan memberikan jawaban berbasis informasi bisa dianggap sebagai tindakan, sementara dalam kasus lain tidak. Definisi tindakan yang bervariasi ini menimbulkan kebingungan bagi perusahaan yang ingin mengimplementasikan AI agents dalam operasi mereka.

Menurut Tom Coshow, analis senior di Gartner’s Technical Service Providers division, tidak semua aksi yang dilakukan oleh perangkat lunak bisa dianggap sebagai tindakan agentic. Jika AI hanya merespons berdasarkan detail yang diberikan pengguna tanpa proses penalaran mandiri, maka ia bukanlah AI agent yang sesungguhnya. Untuk dapat dikategorikan sebagai AI agent sejati, sistem harus mampu membuat keputusan berdasarkan konteks yang lebih luas. AI agent sejati harus bisa mengelola tugas kompleks tanpa instruksi eksplisit, membangun pemahaman berbasis data historis, dan bereaksi terhadap perubahan lingkungan secara mandiri.

Gartner baru-baru ini mengadakan seminar web tentang AI agents guna menjelaskan teknologi ini dan berbagai kemungkinan penggunaannya. Namun, survei yang dilakukan setelah seminar menunjukkan bahwa hanya 6% peserta yang pernah menggunakan AI agents secara aktif di perusahaan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi ini masih dalam tahap awal, dengan banyak perusahaan yang masih dalam proses eksplorasi dan eksperimentasi sebelum mengimplementasikannya secara luas.

Banyak perusahaan saat ini masih menyebut chatbot dan asisten AI mereka sebagai AI agents, padahal menurut definisi yang lebih ketat, hal ini tidak selalu benar. The New York Times melaporkan bahwa kebingungan ini juga terjadi di antara para pengembang di berbagai perusahaan teknologi besar. Sebagian besar yang disebut sebagai AI agents saat ini hanyalah sistem berbasis aturan atau machine learning sederhana yang masih membutuhkan intervensi manusia untuk membuat keputusan yang lebih kompleks.

Dengan meningkatnya perhatian terhadap AI agents, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam menetapkan standar yang lebih jelas mengenai definisinya dan bagaimana teknologi ini benar-benar bisa digunakan secara efektif dalam industri. Para pakar menekankan bahwa agar AI agents dapat menjadi alat yang benar-benar bermanfaat, diperlukan investasi dalam penelitian, pengembangan algoritma yang lebih canggih, serta regulasi yang dapat memberikan kejelasan dalam penggunaannya di berbagai sektor industri. Hingga saat itu tiba, kebingungan tentang AI agents kemungkinan besar akan terus berlanjut di dunia teknologi.