(Business Lounge Journal – Global News)
Industri otomotif Inggris mengalami penurunan produksi yang signifikan pada Januari 2025, dengan total produksi mobil mencapai 78.012 unit, turun hampir 18% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Data dari Society of Motor Manufacturers and Traders (SMMT) menunjukkan bahwa penurunan ini disebabkan oleh melemahnya permintaan di pasar utama seperti Uni Eropa, China, dan Inggris sendiri. Selain itu, ketidakpastian perdagangan global, perubahan kebijakan impor dan ekspor, serta transisi ke kendaraan listrik juga berkontribusi terhadap kemerosotan ini.
Mike Hawes, CEO SMMT, menyatakan bahwa produsen kendaraan Inggris menghadapi “badai sempurna” yang dipicu oleh berbagai tantangan industri. Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah restrukturisasi pabrik untuk beralih ke produksi kendaraan listrik, yang membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur dan teknologi baru. Banyak produsen besar mengurangi produksi model tertentu atau menunda peluncuran kendaraan listrik baru. Misalnya, Aston Martin mengumumkan pengurangan 5% tenaga kerjanya dan menunda peluncuran kendaraan listrik pertamanya setelah mengalami peningkatan kerugian dan utang yang membebani operasional perusahaan.
Selain itu, dampak Brexit masih terasa di industri otomotif, dengan meningkatnya biaya bahan baku dan komponen karena perubahan tarif serta aturan perdagangan yang lebih kompleks. Banyak perusahaan otomotif yang harus menyesuaikan strategi mereka untuk mengatasi hambatan baru ini, seperti mencari pemasok alternatif atau mengubah model distribusi agar lebih efisien.
Meski terjadi penurunan produksi secara keseluruhan, produksi kendaraan listrik baterai, plug-in hybrid, dan hybrid mengalami peningkatan sebesar 1,5%, mencapai 30.028 unit, atau sekitar 42,2% dari total produksi mobil di Januari. Ini merupakan pencapaian bulanan tertinggi sejak Desember 2022, menunjukkan bahwa industri masih berkomitmen terhadap transisi menuju kendaraan ramah lingkungan. Namun, para analis industri menekankan bahwa pertumbuhan ini masih belum cukup untuk mengimbangi penurunan di sektor kendaraan berbahan bakar konvensional, yang masih mendominasi pasar global.
Namun, tantangan global terus menekan industri otomotif Inggris. Meningkatnya biaya produksi, permintaan yang lesu akibat ketidakpastian ekonomi, persaingan dari produsen China yang semakin agresif di pasar global, regulasi emisi karbon yang ketat, serta potensi tarif di bawah pemerintahan Donald Trump periode kedua semakin menambah tekanan bagi produsen. Sebagai contoh, Ford telah mengumumkan pengurangan 14% tenaga kerjanya di Eropa akibat permintaan kendaraan listrik yang lebih rendah dari perkiraan, sementara beberapa produsen Jepang mempertimbangkan kembali investasi mereka di Inggris akibat ketidakpastian pasar.
Di tengah tantangan ini, SMMT mendesak pemerintah untuk memberikan dukungan segera guna membantu sektor otomotif Inggris bertahan dan beradaptasi dengan perubahan industri. Investasi dalam teknologi baru, model baru, dan peralatan produksi sangat penting untuk memastikan industri ini tetap kompetitif secara global. Pemerintah juga didesak untuk memberikan insentif bagi pengembangan kendaraan listrik serta mendukung infrastruktur pengisian daya yang lebih luas agar transisi ke mobil ramah lingkungan bisa berjalan lebih lancar.
Para ekonom menilai bahwa tanpa kebijakan dan dukungan yang jelas dari pemerintah, Inggris berisiko kehilangan daya saingnya sebagai pusat manufaktur otomotif di Eropa. Beberapa negara lain, seperti Jerman dan Prancis, telah mengambil langkah lebih agresif dalam mendukung industri otomotif mereka melalui subsidi dan insentif pajak untuk produsen yang beralih ke energi hijau.
Secara keseluruhan, industri otomotif Inggris berada di titik kritis. Dukungan pemerintah, adaptasi strategis dari produsen, dan inovasi dalam teknologi kendaraan listrik akan menjadi kunci untuk mengatasi masa-masa sulit ini serta memastikan keberlanjutan industri di masa depan. Jika langkah-langkah strategis tidak segera diambil, industri otomotif Inggris bisa mengalami stagnasi yang lebih dalam dalam beberapa tahun ke depan.