(Business Lounge Journal – Global News)
Brian Niccol, CEO baru Starbucks, menghadapi tantangan besar dalam membangkitkan kembali kejayaan raksasa kopi global ini. Sejak bergabung dengan perusahaan pada bulan September, Niccol telah mengidentifikasi beberapa masalah utama yang menyebabkan penurunan penjualan Starbucks selama empat kuartal berturut-turut. Menurutnya, salah satu kesalahan terbesar yang dilakukan Starbucks adalah terlalu mengandalkan pemesanan melalui aplikasi seluler dan program loyalitas tanpa memperhatikan pengalaman pelanggan di dalam kedai kopi itu sendiri.
Niccol menyampaikan visinya dalam sebuah wawancara dengan The Wall Street Journal, di mana ia menekankan bahwa Starbucks harus kembali ke akar budaya kedai kopi yang sesungguhnya. “Kami pikir pemesanan seluler bisa menyelesaikan seluruh bisnis, tapi kenyataannya, itu justru menciptakan tantangan baru,” ujarnya. Starbucks harus menemukan keseimbangan antara teknologi dan interaksi manusia agar dapat memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pelanggan.
Salah satu masalah utama yang dihadapi Starbucks adalah peningkatan waktu tunggu pelanggan akibat lonjakan pesanan melalui aplikasi seluler. Pemesanan digital memang memberikan kenyamanan bagi pelanggan, tetapi juga menciptakan tantangan bagi barista yang harus menangani pesanan dalam jumlah besar, terutama di jam sibuk. Hal ini sering kali menyebabkan antrean panjang dan keterlambatan dalam penyajian minuman, yang pada akhirnya mengurangi kepuasan pelanggan.
Selain itu, strategi perusahaan dalam mendorong penggunaan program loyalitas juga memberikan dampak yang tidak selalu positif. Meskipun program ini dirancang untuk meningkatkan retensi pelanggan, beberapa analis percaya bahwa terlalu bergantung pada sistem hadiah dan diskon dapat mengurangi margin keuntungan Starbucks. Niccol menegaskan bahwa perusahaan perlu menyeimbangkan insentif pelanggan dengan kualitas layanan yang diberikan di kedai-kedai mereka.
Langkah pertama yang diambil Niccol dalam upayanya membalikkan keadaan adalah dengan memperbaiki sistem layanan di kedai kopi. Starbucks sedang menguji berbagai strategi untuk meningkatkan efisiensi operasional tanpa mengorbankan pengalaman pelanggan. Salah satu inisiatif yang sedang dipertimbangkan adalah mengurangi ketergantungan pada pemesanan seluler di jam-jam sibuk dan mendorong lebih banyak interaksi langsung antara barista dan pelanggan.
Selain itu, Starbucks juga mulai mengevaluasi harga produk mereka. Kenaikan harga dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan sejumlah pelanggan berpaling ke merek lain yang menawarkan kopi dengan harga lebih kompetitif. Niccol menyadari bahwa meskipun Starbucks adalah merek premium, harga yang terlalu tinggi bisa menjadi penghalang bagi pertumbuhan bisnis. Oleh karena itu, perusahaan sedang mempertimbangkan berbagai opsi untuk menawarkan harga yang lebih kompetitif tanpa mengorbankan kualitas produk.
Dalam upaya mengembalikan daya tarik Starbucks sebagai tempat berkumpul yang nyaman, Niccol juga mengusulkan untuk mendesain ulang beberapa kedai agar lebih mendukung pengalaman bersosialisasi. Starbucks ingin menciptakan kembali suasana “coffeehouse vibe” yang menjadi ciri khasnya di masa lalu. Dengan lebih banyak ruang duduk yang nyaman dan desain interior yang lebih ramah pelanggan, Niccol berharap Starbucks dapat kembali menjadi tempat favorit bagi pelanggan yang ingin bersantai atau bekerja sambil menikmati kopi mereka.
Selain aspek layanan dan desain, Starbucks juga sedang meninjau kembali strategi pemasarannya. Perusahaan telah banyak berinvestasi dalam kampanye digital dan media sosial, tetapi Niccol percaya bahwa strategi pemasaran harus lebih fokus pada memperkuat hubungan dengan komunitas lokal. Starbucks berencana untuk meningkatkan keterlibatan dengan pelanggan melalui acara-acara komunitas dan kemitraan dengan bisnis lokal.
Niccol juga menekankan pentingnya kesejahteraan barista sebagai bagian dari strategi pemulihan Starbucks. Banyak karyawan Starbucks yang mengeluhkan beban kerja yang meningkat akibat lonjakan pesanan digital, serta tekanan untuk bekerja dengan cepat di lingkungan yang sibuk. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan sedang mengevaluasi kebijakan gaji dan tunjangan, serta mencari cara untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan kerja karyawan mereka.
Meskipun tantangan yang dihadapi Starbucks cukup besar, Niccol optimis bahwa dengan pendekatan yang tepat, perusahaan dapat kembali ke jalur pertumbuhan yang positif. Dengan fokus pada pengalaman pelanggan, peningkatan layanan, dan strategi pemasaran yang lebih efektif, Starbucks berupaya mengembalikan posisinya sebagai pemimpin industri kopi global.
Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan penjualan dalam jangka pendek, tetapi juga untuk memastikan bahwa Starbucks tetap relevan dalam jangka panjang di tengah persaingan yang semakin ketat di industri kopi. Dengan kepemimpinan Niccol, Starbucks berusaha untuk menemukan kembali identitasnya dan kembali menjadi tempat favorit bagi para pecinta kopi di seluruh dunia.