Awas! Banyak Hoax XBB!!

(Business Lounge Journal – Medicine)

Pembicaraan mengenai XBB yang merupakan subvarian Omicron COVID-19 sedang marak di media sosial. Tidak sedikit berita yang bersifat menakuti masyarakat dan informasi yang tidak benar serta menyesatkan. Masyarakat diharapkan berhati-hati dalam menerima pesan dan tidak sembarangan mengirim ke orang lain sebelum melakukan pengecekan isi beritanya apakah hoax atau benar. Dalam minggu ini Kemenkes mengeluarkan klarifikasi atas dua  unggahan di media sosial tidak benar, yaitu sebagai berikut:

  1. Unggahan yang mengatakan bahwa XBB lima kali lebih beracun dan lebih mematikan daripada varian Delta dan gejalanya tidak disertai batuk dan demam.
  2. Pesan Whatsapp tentang berita Singapura mengenai XBB yang menyesatkan dengan bunyi sebagai berikut:
    “Semua orang disarankan memakai masker karena virus corona varian baru COVID-Omicron XBB berbeda, mematikan dan tidak mudah terdeteksi dengan baik. Gejala virus novel COVID-Omicron XBB adalah sebagai berikut:
    1. Tidak batuk.
    2. Tidak ada demam.
    3. Nyeri sendi.
    4. Sakit kepala.
    5. Sakit leher.
    6. Sakit punggung bagian atas.
    7. Pneumonia atau radang paru-paru
    8. Umumnya tidak nafsu makan.

Tentu saja, COVID-Omicron XBB 5 kali lebih beracun daripada varian Delta dan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada Delta.
Dibutuhkan waktu yang lebih singkat untuk kondisi mencapai tingkat keparahan yang ekstrim, dan kadang-kadang tidak ada gejala yang jelas.
Mari lebih berhati-hati!
Jenis virus ini tidak ditemukan di daerah nasofaring, dan secara langsung memengaruhi paru-paru, “jendela”, untuk waktu yang relatif singkat.”

Demikian bunyi pesan singkat Whatsapp tersebut, pernahkah Anda memperolehnya?

Kemenkes selalu berupaya untuk melakukan pengecekan terhadap berita-berita yang viral di media sosial. Berdasarkan penjelasan dari  dr. Mohammad Syahril, Juru Bicara COVID-19 Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa subvarian XBB memang cepat menular. Hal ini sama dengan karakteristik transmisi subvarian Omicron yang lainnya. Namun demikian masyarakat tidak perlu takut karena subvarian XBB ini memiliki tingkat fatalitas maupun angka kesakitan rumah sakit yang tidak setinggi varian sebelumnya. Di Singapura sendiri, angka rawat inap karena COVID-19 justru menurun 30% dibandingkan varian sebelumnya. Di Indonesia sendiri memang selama dua pekan terakhir, laporan kasus positif baru memang meningkat. Walau jumlah kesakitan dan kematian tetap masih rendah.

Sebagaimana gejala varian Omicron maka  gejala XBB juga sama, antara lain batuk, pilek, demam, radang tenggorokan, tubuh terasa lemah, dan lainnya. Para peneliti telah menyatakan bahwa subvarian XBB ini tidaklah separah varian yang sebelumnya.

Di Indonesia sendiri, kasus subvarian XBB yang pertama berasal dari  Pasien Lombok Nusa Tenggara Timur. Pasien dinyatakan positif pada 26 September 2022 dan pasien telah dinyatakan sembuh pada 3 Oktober 2022 setelah menjalani isolasi mandiri.

Ketua Satgas Covid-19 IDI, Erlina Burhan, juga menyampaikan hal yang sama bahwa belum ada laporan resmi yang mengatakan bahwa XBB menyebabkan COVID-19 dengan gejala yang lebih berat. Menurut Erlina, gejala yang ditimbulkan oleh subvarian XBB cenderung mirip dengan gejala COVID-19 varian Omicron secara umum.

Berita yang mengatakan bahwa XBB tidak terdeteksi oleh antigen juga dinyatakan dalam akun Facebook pribadi Jubir Satgas Covid-19 RS UNS Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto bahwa subvarian XBB tetap dapat dideteksi di nasofaring, jadi tidak langsung masuk ke paru-paru. Dengan demikian kesimpulannya tes PCR dan Antigen yang ada saat ini, mampu mendeteksi subvarian XBB.