Demografi Dunia 2050: Kurangnya Tenaga Kerja Produktif

(Business Lounge Journal – News and Insight) WSJ menuliskan bagaimana para ekonom dunia mulai menyadari bahwa krisis perekonomian yang sedang terjadi di dunia saat ini dipengaruhi oleh faktor demografi, dan hal ini termasuk salah satu yang paling sulit untuk diatasi.

Tahun depan, negara maju di dunia akan mencapai tonggak penting. Untuk pertama kalinya sejak 1950, gabungan penduduk usia kerja akan menurun, demikian menurut proyeksi PBB, dan pada tahun 2050 angka itu akan menyusut sebesar 5%. Jajaran pekerja juga akan jatuh di pasar negara berkembang yang utama, seperti Tiongkok dan Rusia. Pada saat yang sama pangsa populasi mereka yang berusia lebih dari 65 tahun akan melonjak.

Generasi sebelumnya mencemaskan bilamana penduduk dunia akan bertambah semakin banyak, namun permasalahan tersebut saat ini dipandang kecil sebab adanya permasalahan lainnya yang timbul, yaitu bertambah panjangnya rentang hidup dan menurunnya kesuburan. Hal ini berdampak kepada tersedianya tenaga kerja yang produktif. Pergeseran komposisi kelompok umur juga berdampak pada pergeseran permintaan yang semula merupakan produk tahan lama seperti mobil, rumah, menjadi kebutuhan pelayanan seperti asuransi kesehatan, dan sebagainya.

Kekuatan demografis diasumsikan bergerak lambat dan dapat diprediksi. Seorang ahli demografi di Credit Suisse, Amlan Roy, melukiskan hal ini sebagai suatu yang dramatis dan belum pernah terjadi sebelumnya. Walaupun masing-masing negara memiliki tingkat penuaan yang berbeda, untuk alasan yang berbeda, dan dengan derajat kesiapan yang berbeda.

Salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas pekerja adalah dengan adanya otomasi sehingga dapat mendukung pekerjaan para orang tua. Asumsi perkiraan usia tua pun dirasa perlu untuk diubah sebagaimana mereka yang berusia 65 tahun saat ini memiliki kesehatan sama seperti yang berusia 58-tahun pada empat dekade yang lalu dan dengan demikian dapat dipekerjakan lagi.

Memang, kependudukan di seluruh dunia mengalami keberhasilan karena kemajuan dalam perawatan kesehatan dan gizi menyebabkan angka kematian anak menurun dan harapan hidup melambung. Namun, tingkat kesuburan mulai turun, baik di negara maju dan negara berkembang. Hal yang paling menonjol seperti terjadi di Jepang. Pada tahun 1996, penduduk usia kerja yang mulai menyusut, dan, beberapa tahun yang lalu jumlah penduduknya pun mulai menyusut.

Jepang adalah kasus ekstrim, namun negara maju lainnya juga banyak negara berkembang mengikuti pola yang sama. Pada tahun 2050, populasi dunia akan tumbuh 32%, tetapi penduduk usia kerja (berusia 15-64 tahun) akan berkembang hanya 26%. Pada waktu itu diperkirakan penduduk bumi akan mencapai 10 miliar orang, namun hanya 13% yang berada di negara-negara berpenghasilan tinggi.

Di antara negara-negara maju, penduduk usia kerja akan menyusut 26% di Korea Selatan, 28% di Jepang, dan 23% baik di Jerman dan Italia, menurut PBB Untuk negara-negara berpenghasilan menengah akan meningkat 23%, dipimpin oleh India di 33%. Tapi Brasil akan naik tipis hanya 3% sementara Rusia dan Tiongkok akan mencapai 21%.

Di antara negara-negara kaya, AS tetap memiliki demografis yang beruntung: penduduk usia kerjanya diperkirakan tumbuh 10% pada tahun 2050. Tapi itu masih akan menyusut sebagai bagian dari total populasi dari 66% menjadi 60%. Hambatan demografi akan bertumbuh, dengan kata lain, akan berlangsung beberapa dekade.

Tren populasi selama 35 tahun ke depan akan sangat menantang. Kebijakan pemerintah dan perubahan sikap sosial dapat meningkatkan kesuburan. Pada bulan Oktober lalu, Tiongkok membatalkan kebijakan satu anak. Namun apakah akan berhasil? Coba lihat Singapura, Australia, dan provinsi Quebec di Kanada yang telah menawarkan bantuan uang untuk mendorong keluarga dapat memiliki anak lebih banyak, namun sampai hari ini masih terlihat betapa sulitnya untuk meningkatkan tingkat kesuburan; dalam semua, mereka tetap jauh di bawah tingkat penggantian 2,1.

Demografi 2050Cara lainnya adalah dengan meningkatkan imigrasi, namun cenderung menimbulkan beberapa masalah lainnya. Negara-negara dengan kesuburan tinggi sebagian besar di Afrika dan Asia. Pada tahun 2050 India akan menjadi negara yang paling padat penduduknya di dunia, Nigeria akan ketiga dan kelima Indonesia, demikian menurut PBB seperti dilansir oleh WSJ. Memang, negara-negara berpenghasilan rendah akan mengambil 14% dari populasi dunia pada tahun 2050, dibandingkan dengan 9% sekarang. Ini, oleh karena itu, negara-negara inilah yang paling mungkin untuk memberikan imigran.

Mungkin cara yang paling menjanjikan untuk mengatasi populasi yang menua adalah untuk mendorong para pekerja hari ini untuk bekerja lagi. Ini telah dibuktikan di Jepang dengan 22% dari mereka yang berusia di atas 65 tahun bekerja kembali dibandingkan dengan 18% di AS. Bisnis harus beradaptasi dengan tenaga kerja yang lebih tua. Pada tahun 2007 pembuat mobil Jerman BMW AG mendesain ulang jalur produksi gearbox agar sesuai dengan profil yang lebih tua dari pekerja, dan itu kembali diharapkan pada tahun 2017.

Perubahan lainnya seperti lantai kayu dan sepatu khusus untuk mengurangi ketegangan sendi; kacamata pembesar fleksibel untuk bekerja dengan bagian-bagian kecil; dan tipografi yang lebih besar pada layar komputer. Memang, beberapa studi telah menemukan bahwa pekerja yang lebih tua adalah sering lebih produktif daripada rekan-rekan mereka yang lebih muda. Seperti yang diungkapkan Weidmann dari Bundesbank, “Mereka yang muda dapat berjalan lebih cepat, tapi mereka yang lebih tua mengetahui cara pintas.”

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut data Data UN World Population Prospects: Revisi 2012 (2013), lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2015, lebih dari 280 juta jiwa pada tahun 2025, lebih dari 300 juta jiwa pada tahun 2035 dan lebih dari 320 juta jiwa pada tahun 2050. Menurut proyeksi PBB pada tahun 2050 dua pertiga populasi Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan. Sejak 40 tahun yang lalu Indonesia sedang mengalami sebuah proses urbanisasi yang pesat oleh katena itu, sekarang sekitar separuh dari jumlah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Proses ini menunjukkan perkembangan positif bagi perekenomian Indonesia karena urbanisasi dan industrialisasi akan membuat pertumbuhan ekonomi lebih maju dan menjadikan Indonesia negeri dengan tingkat pendapatan menengah ke atas.

citra/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana
Image : flickr – Nicolas Raymond

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x