(Business Lounge Journal – News and Insight) Perusahaan Jepang, besar dan kecil, semakin serius untuk mempekerjakan dan mempromosikan wanita, perubahan di negara yang secara tradisional memberikan hanya sedikit kesempatan bagi wanita untuk dapat menjalankan banyak kepercayaan, demikian seperti dilansir oleh WSJ.
Pertambahan persentase perempuan usia kerja yang bekerja di Jepang lebih tinggi daripada di Amerika dan Eropa, berkat diperluasnya mempekerjakan kaum wanita dalam beberapa tahun terakhir, menurut Organization for Economic Co-operation and Development. Perdana Menteri Shinzo Abe telah agresif mempromosikan kesetaraan gender dalam dunia kerja di bawah bendera “womenomics.” Lebih banyak pemilik bisnis menyadari mereka perlu wanita untuk mengisi kesenjangan dalam menyusutnya populasi.
Semula Jepang dapat mencapai keajaiban perekonomian padahal tanpa kontribusi wanita. Namun banyak perusahaan akhirnya menyadari bahwa model ini tidak berlaku lagi, demikian seperti dilansir oleh WSJ. Namun masih diperlukan jalan yang panjang untuk dapat sampai pada kondisi Amerika Serikat dan Jerman yang saat ini memiliki persentase 21% di AS dan 14% di Jerman, sedangkan Jepang memiliki persentase 8%.
Pada banyak perusahaan blue-chip Jepang, seperti No 1 Bank Mitsubishi UFJ Financial Group Inc, manajemen puncak adalah semua laki-laki. Empat puluh delapan dari 49 eksekutif puncak dan anggota dewan di Toyota Motor Corp adalah laki-laki.
Salah satu alasan adalah praktek pekerjaan seumur hidup dan promosi berbasis usia. Mereka yang brada pada posisi puncak biasanya telah bergabung dengan perusahaan sejak akhir 1970-an atau 1980-an, ketika hampir semua orang direkrut untuk pekerjaan adalah laki-laki.
Budaya startup yang lamban tidak menawarkan banyak bantuan. Sekitar 6 dari 7 startup adalan pria. Hal ini membuat timbulnya pertanyaan apakah pemerintah Abe benar-benar tertarik pada kesetaraan atau beralih ke womenomics sebagai ukuran murni utilitarian untuk memastikan Jepang Inc memiliki pekerja yang cukup. Namun demikian hal ini dianggap telah berdampak kurang baik bagi perekonomian Jepang, yang telah tumbuh lambat dalam beberapa tahun terakhir, demikian dikatakan Goldman Sachs. Apabila kesenjangan gender dapat diatasi maka diperkirakan dapat mendongkrak produk domestik bruto hampir 13%. Lainnya lagi lebih skeptis bahwa tren dapat berbalik oleh karena demografi di negara yang lebih dari seperempat dari populasi berumur lebih dari 65.
Pada perusahaan pengiriman paket terbesar di Jepang, Yamato Holdings Co, 35% dari hampir 200.000 karyawannya adalah perempuan oleh karena perusahaan telah begitu agresif mempekerjakan ibu rumah tangga secara paruh waktu sebagai staf pengiriman. Namun hanya 3% dari manajer yang adalah perempuan. Menurut perusahaan hal ini dilakukan untuk mencoba memberikan kemudahan bagi karyawan wanita untuk menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga.
Juga dilansir oleh WSJ bahwa bagi sebagian pemilik kerja apabila karyawan pulang lebih cepat sama saja artinya bahwa ia menyerah. Namun banyak juga pemilik kerja yang telah memiliki pola pikir yang berubah. Namun hal ini masih pro dan kontra di negara matahari terbit ini.
citra/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana
Image : Business Lounge Journal