(Business Lounge – Business Insight) Berkembangnya pasar smartphone secara pesat telah membuat pasar kamera digital terdesak, tetapi hal ini tidak membuat penemu kamera film 35 mm meredup. Tahun lalu produsen kamera high-end Leica Camera AG merayakan ulang tahunnya yang ke-100 dengan merilis limited edition dari kamera sebagai suatu upaya untuk menjembatani teknologi lama dan baru: kamera digital tanpa layar-hanya viewfinder gaya lama. Retro-chic desain pun dijual dengan harga € 15.000 (sekitar 208 juta rupiah) dan telah menjadi hit.
Masa Kejayaan Leica
Optik Carl Kellner didirikan oleh Optisches Institut Wetzlar pada 39 tahun sebelum George Eastman Kodak mulai. Pada tahun 1914 perusahaan yang kemudian dimiliki oleh industrialis Ernst Leitz, mengembangkan kamera film 35mm pertama sebagai alternatif untuk peralatan yang ada. Setelah satu dekade perang dan penundaan lainnya, kamera mulai dijual, merek dengan nama diciptakan dari huruf awal Leitz dan kamera. Cepat laku, secara paralel peralatan digital pun telah membuat snapshot di mana-mana.
“Pada tahun 1930 pencipta kamera dari Jerman ini telah mengubah pekerjaan wartawan, paparazi, mata-mata, dan penulis sejarah menjadi kehidupan sehari-hari,” demikian dikatakan Shannon Perich, seorang kurator dari the Smithsonian Institution’s Photographic History Collection.
Para pengguna terkenal termasuk Henri Cartier-Bresson, Robert Capa, Robert Frank, dan bahkan Ratu Inggris telah membuat Leica memainkan “peran yang sangat penting dalam fotografi abad ke-20,” demikian dikatakan Naomi Rosenblum, seorang sejarawan fotografi seperti dilansir oleh WSJ.
Pada tahun 1960, Leica adalah ikon budaya. Semakin kecil model Vintage M bahkan untuk second-nya masih dapat terjual untuk ribuan dolar, dan beberapa fotografer profesional lebih memilih kamera kompak lebih besar, alternatif yang lebih maju. Pada tahun 2010, Steve Jobs membandingkan Apple Inc baru iPhone 4 dengan “kamera Leica tua yang indah.”
Masa Paceklik Leica
Ketika fotografi digital mulai mengambil kendali pada akhir 1990-an maka Leica pun mulai tersingkir selain itu optik canggih Leica pun memerlukan sensor yang lebih maju daripada yang digunakan pada kebanyakan kamera digital. Transformasi ke era digital hampir membuat bangkrut Leica pada satu dekade lalu.
Eastman Kodak Co, pelopor lain dari pasar fotografi massal, telah mundur dari bisnis film dan mengalami kebangkrutan reorganisasi. Polaroid Corp., yang pernah tampak sangat menjanjikan, sekarang ini tidak lagi memproduksi kamera.
Lepas dari Kebangkrutan
Pada masa pacekliknya, Leica kemudian menemukan celah menguntungkan dengan membuat kamera boxy yang kecil yang menyerupai model-M-nya yang lama, dengan gambar ikon termasuk pelaut dengan seorang wanita di Times Square pada akhir Perang Dunia II.
Kamera saat ini memiliki bagian dalam digital, bukan rol film, dan dijual untuk sekitar $ 6500 (sekitar 84,5 juta rupiah) tanpa lensa. Link mereka untuk desain terakhir adalah fokus pada optik presisi yang memainkan up kehebatan rekayasa dari Jerman. Leica masih terus berupaya mengimbangi zaman dengan mengikuti teknologiterbaru.
Chief Executive Leica Alfred Schopf mengatakan ini berarti smartphone kurang menimbulkan ancaman bila dibandingkan dengan pembuat kamera digital kecil lainnya demikian dilansir oleh The Wall Street Journal. “Smartphone mengambil gambar cukup baik dalam kondisi normal,” demikian dikataka Schopf di kantor pusat perusahaan baru di Wetzlar, kota Jerman kecil tempat Leica didirikan pada tahun 1849. “Tapi ketika perubahan cuaca atau hari gelap, smartphone menjadi terbatas.”
Penyelamatnya adalah Andreas Kaufmann, seorang guru sekolah pendiri German Green party dan pewaris kekayaan keluarga dari pembuatan kertas. Pada tahun 2004 ia membeli saham minoritas di Leica tetapi segera mengambil alih untuk mencegah kebangkrutan.
“Saya selalu melihat Leica sebagai merek dengan potensi besar,” kata Kaufmann, 61 tahun, yang melakukan investasi teknologi yang memungkinkan Leica pada tahun 2006 berhasil dan akhirnya meluncurkan model digital M yang bisa bertukar lensa dengan film lensa 35mm seri M yang lebih lama.
Pada tahun 2011 Leica menuai untung dan cukup menjanjikan sehingga perusahaan ekuitas swasta Blackstone Group membeli saham 44% untuk harga yang dirahasiakan. “Reputasi untuk keunggulan dan inovasi,” demikian yang menjadi faktor utama keberuntungan Leica sehingga Blackstone ememutuskan untuk membeli sahamnya.
Sejak itu, penjualan Leica ini telah meningkat sekitar 35%, untuk € 337 juta (sekitar 4 triliun rupiah) pada tahun fiskal terbaru yang berakhir 31 Maret 2014. Namun perusahaan tidak mengungkapkan keuntungan.
Sebuah tantangan yang lebih besar untuk Leica daripada miliar smartphone yang terjual di seluruh dunia setiap tahunnya adalah pengembangan teknologi dengan lebih murah tapi berkualitas tinggi bagi kamera dengan komponennya yang dapat juga dipertukarkan dengan merek pembuat kamera lainnya seperti Sony, Panasonic dan Olympus, demikian dilansir oleh WSJ. Produsen kamera memang harus mendongkrak perkembangan teknologinya.
Untuk itu Leica, memproduksi kamera berkualitas tinggi seperti dua kamera yang lebih besar dari seri M-dan tanpa lensa-yang akan segera menggebrak pasar dengan harga antara $ 16.900 dan $ 25.400.
Untuk orang-orang di dunia fotografi, lini produk yang berkembang ini menjelaskan bagaimana perusahaan telah selamat. “Leica telah melakukan diversifikasi pilihan dan penawaran, berkelana ke berbagai format fotografi digital dan terus mendukung” seri M, kata Bradly Treadaway, koordinator media digital di International Center of Photography di New York.
uthe/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana
Image: wikipedia