(Business Lounge – News & Insight) Rangkaian kejadian jatuhnya pesawat beberapa bulan ini telah meninggalkan duka yang dalam bagi dunia. Tidak hanya bagi satu atau dua Negara tetapi juga bagi banyak Negara, pasalnya dalam satu kecelakaan saja dapat menyertakan penumpang yang berasal dari beberapa Negara.
Belum lagi kasus MH17 selesai telah dikabarkan jatuhnya pesawat TransAsia yang disusul dengan jatuhnya pesawat Air Algerie. Belajar dari pengalaman sebelumnya membuat pemerintah terkait pun cepat tanggap dalam menangani kasusnya kecelakaan pesawat.
Jatuhnya Air Algerie
Pesawat Air Algerie dengan nomer penerbangan AH5017 terbang dari Ouagadougou Burkina Faso jam 01:17 GMT pada Kamis (24/7) melintasi sahara menuju Algier, Aljazair (dan seharusnya mendarat di Algier pada 05:10 GMT). Namun di perjalanan, AH5017 menghilang dari radar sekitar 50 menit setelah lepas landas. Namun pusat kontrol lalu lintas udara di Niamey, Niger melaporkan bahwa ketika pesawat menuju perbatasan Aljazair, sang pilot sempat terhubung dengan mereka dan melaporkan bahwa pesawat menghadapi badai pasir yang berat di gurun dan diperhitungkan akan mengurangi jarak pandang. Sang pilot pun diminta untuk mengambil jalan memutar, demikian dilaporkan kantor berita AFP. Tetapi setelah itu tidak ada lagi berita mengenai pesawat ini.
Menteri Transportasi Burkina Faso Jean Bertin Ouedraogo segera merilis daftar penumpang AH5017 yang terdiri dari 51 warga Perancis, 27 warga Burkina Faso, 8 warga Lebanon, 6 warga Aljazair, 5 warga Kanada, 4 warga Jerman, 2 warga Luxemburg dan masing-masing 1 untuk warga Swiss, Belgia, Mesir , Ukraina, Nigeria, Kamerun dan Mali. Sedangkan ke-6 awak pesawat berkebangsan Spanyol.
BBC Afrika Barat mengatakan rute Burkina Faso – Algier, Aljazair merupakan rute yang sering digunakan oleh wisatawan Perancis.
Respons Cepat dari Perancis, Mali dan Burkina Faso
Berita hilangnya pesawat yang mengangkut 51 warga Perancis ini sangat mengguncangkan presiden Perancis Francois Hollande. Serta merta ia membatalkan perjalanannya dan berjanji akan mengerahkan kemampuan militer Perancis untuk menemukan pesawat yang hilang itu. Serta merta Perancis mengirimkan dua jet tempur yang berbasis di wilayah tersebut untuk mencoba menemukan pesawat yang hilang, mengamankan lokasi yang sangat rawan serta mengumpulkan bukti.
Para pejabat penerbangan sipil Perancis segera mengadakan pertemuan darurat sebagaimana disampaikan menteri transportasi Perancis kepada AFP. Sebuah pusat krisis milik pemerintah juga telah dibentuk di Perancis untuk siapa saja yang memiliki informasi ataupun yang mencari informasi terutama berkaitan dengan para penumpang.
Begitu juga pasukan PBB di Mali utara yang menduga pesawat jatuh di antara kota Gao dan Tessalit serta tentara PBB di Timbuktu yang segera melakukan pencarian. Brigjen Koko Essien mengatakan kepada BBC bahwa daerah yang mengarah ke perbatasan Aljazair sangat luas dan jarang penduduknya. Essien mengatakan cuaca buruk telah terjadi di wilayah tersebut kemarin malam (23/7).
Hari Berkabung Bagi Burkina Faso
Jenderal Gilbert Diendere, seorang pembantu dekat Presiden Burkina Faso Blaise Compaore dan kepala komite krisis yang dibentuk untuk menyelidiki penerbangan ini juga segera mengirimkan tim dengan persetujuan pemerintah Mali. Mereka pun menemukan puing-puing pesawat yang telah terbakar dengan bantuan penduduk daerah itu.
Juru bicara pemerintah Burkina Faso pun segera menyerukan hari berkabung selama 48 jam.
Televisi pemerintah Mali juga mengatakan puing-puing Flight 5017 ditemukan di desa Boulikessi dan ditemukan oleh helikopter dari Burkina Faso. Menteri Transportasi Aljazair juga mengatakan reruntuhan tampaknya telah ditemukan. Pejabat Prancis tidak bisa mengkonfirmasi penemuan Kamis malam.
Jatuh di Daerah Separatis Tuareg
AH5017 dikabarkan jatuh di daerah Tilemsi yang dikuasai separatis Tuareg. Sidi Ould Brahim seorang separatis Tuareg yang sedang melakukan perjalanan dari Mali ke sebuah kamp pengungsi untuk Mali di Burkina Faso memberi keterangan kepada AFP bahwa mereka menemukan reruntuhan pesawat di dekat Boulikessi. Pesawat tersebut telah terbakar dan terlihat jelas pada bekas-bekas yang ada pada badan pesawat.
Padang pasir yang luas dan pegunungan utara Mali berada di bawah kendali separatis etnis Tuareg setelah kudeta militer pada tahun 2012.
Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita mengatakan kepada reuters bahwa reruntuhan pesawat yang hilang telah ditemukan di padang pasir utara negara itu. Masyarakat setempat melaporkan adanya suara “ledakan kuat” pada dini hari tadi di sebelah utara dari Aguelhoc, di wilayah Kidal, mereka kemudian melaporkan hal ini kepada pasukan militer di daerah itu. Ia pun berencana mengunjungi lokasi kejadian pada hari ini (25/7).
Pesawat AH5017
Swiftair mengatakan, pesawat itu dibuat pada tahun 1996, dengan dua mesin Pratt & Whitney JT8D-219 PW. Swiftair mengambil alih kepemilikan pesawat pada 24 Oktober 2012, setelah menghabiskan hampir 10 bulan tidak terpakai di gudang, menurut Flightglobal.
Ahli penerbangan Inggris Chris Yates mengatakan kepada BBC bahwa usia pesawat yang telah mencapai 18 tahun itu bisa menjadi salah satu faktor dalam insiden Air Algerie. Tetapi sekitar 2-3 hari yang lalu, pesawat AH5017 telah diperiksa oleh badan pengawas penerbangan Perancis dan hasilnya pesawat ada dalam kondisi baik demikian diungkapkan Patrick Gandil, kepala otoritas penerbangan sipil Perancis seperti dikutip oleh BBC.
uthe/Journalist/VMN/BL