(Business Lounge – Business Today) – Setelah kekisruhan antara Jepang dan Cina memanas selama berbulan-bulan tanpa adanya dialog yang berarti, kedua negara kini bertekad memperbaiki hubungan diplomasinya. Mereka tengah mencari cara untuk menghindari konflik yang lebih besar akibat sengketa wilayah, meski belum mengetahui solusi yang tepat.
Kepala juru bicara pemerintah Jepang mengumumkan, pada Senin, wakil menteri luar negerinya, Akitaka Saiki, telah pergi ke Beijing untuk menghadiri perundingan dua hari. Saiki akan “bertukar opini terkait sejumlah masalah” dengan pemerintah Cina. Ini pertama kalinya seorang pejabat tinggi kementerian luar negeri Jepang bertemu dengan rekan diplomatnya di Cina sejak Oktober. Ini juga perundingan pertama bagi kedua negara di bawah kepemimpinan presiden baru mereka, yang cenderung memiliki nasionalisme garis keras.
“[Lawatan] ini signifikan sebagai bukti nyata keinginan mereka mencoba berdialog,” ujar Sheila Smith, pengamat Jepang di Dewan Hubungan Asing di Washington, yang baru-baru ini mengunjungi Jepang dan Cina. “Mereka memulai proses diskusi diplomasi resmi yang dapat menjadi fondasi bagi kedua pemimpin untuk berunding soal rekonsiliasi.”
Namun Smith menambahkan, “keduanya masih memasuki tahap dasar.” Ia juga mencatat “adanya keterbatasan ruang gerak politik di kedua pihak” menyangkut sengketa wilayah terkait sekumpulan pulau tak berpenghuni di Laut Cina Timur. Kepulauan bernama Senkaku itu dikuasai Jepang, meski juga diklaim oleh Cina yang menamakannya Diaoyu.
Musim gugur tahun lalu, perundingan diplomasi antara kedua negara gagal setelah pemerintah Jepang membeli pulau-pulau itu dari pemilik lahan swasta.
Hubungan keduanya kian renggang menyusul terpilihnya Shinzo Abe menjadi perdana menteri Jepang pada Desember. Sebelum kampanye, ia berjanji akan bersikap keras terhadap Cina. Dalam kampanye sebelum pemilu parlemen 21 Juli kemarin, tidak seperti biasa Abe mampir ke wilayah sengketa dan mengatakan: “Kami sama sekali tidak akan mundur, tidak satu inci pun.” Presiden Cina Xi Jinping, yang baru menjabat sejak Maret, juga memiliki tekad serupa guna mempertahankan klaim Cina di Diaoyu.
Namun sejak partai Abe menang telak dalam pemilu parlemen, kedua pihak tak lagi melontarkan retorika yang bernada menantang. Usai pemilu, Abe berjanji untuk fokus pada kebijakan ekonomi, sebuah langkah yang dipuji kantor berita resmi Cina, Xinhua. “Dibandingkan dengan komentar nasionalis Abe, yang tidak hanya membuat marah negara tetangga Jepang namun juga mengkhawatirkan dunia, fokusnya kini pada ekonomi Jepang adalah kebijakan yang masuk akal,” ujar Xinhua dalam tajuk rencana 23 Juli.
Pada Senin, Abe mengatakan ia berharap “untuk mendorong dialog terbuka tanpa syarat antara kementerian luar negeri dan pemimpin” kedua negara.
Kunjungan Saiki ke Beijing minggu ini dilaporkan oleh media Cina tanpa komentar apapun. Kementerian luar negeri juga tidak merilis pernyataan satupun. Sebelumnya, sejumlah utusan Abe yang posisinya tidak begitu tinggi juga dikabarkan pernah berkunjung ke Beijing.
“Kunjungan ini merupakan upaya untuk membuka jalan bagi perdana menteri atau menteri luar negeri Jepang agar bertemu dengan pemimpin Cina,” ujar Liu Jiangyong, wakil dekan di Institute of Modern International Relations, Universitas Tsinghua, Cina.
Dalam sebuah wawancara telepon, Senin, Liu mengatakan perundingan ini tidak akan sukses kecuali kedua pihak membahas soal kedaulatan Senkaku. “Saya pikir Cina dan Jepang perlu merundingkan kedaulatan Pulau Diaoyu dan bukti sejarah yang dimiliki kedua negara,” ujarnya.
(FJ/FJ-BL, WSJ)

