(Business Lounge – Business Today) – Coke dan Unilever akan menanamkan modal sebesar hampir $1 miliar di Myanmar dalam satu dasawarsa mendatang. Hingga saat ini, nilai itu adalah komitmen terbesar dari perusahaan multinasional Barat di Myanmar. Selain itu, keduanya menjadi perusahaan global pertama yang melakukan produksi di negara Asia Tenggara tersebut.
Pengumuman itu muncul setahun setelah sanksi Barat atas Myanmar dihapus secara tentatif. Sebelum ini, ketertarikan para investor Barat di pasar yang masih berisiko itu masih berupa pembukaan kantor perwakilan di Myanmar serta pembicaraan mengenai usaha patungan. Sebagian besar aliran modal asing datang dari negara-negara Asia lainnya.
Selasa kemarin, Coca-Cola atau dikenal sebagai Coke secara resmi membuka pabrik pembotolan di pinggiran kota Yangon, dengan produksi yang akan dimulai April. Perusahaan itu berencana mulai memproduksi Coke di pabrik lain dua bulan mendatang. Adapun, dana yang disiapkan sebesar $200 juta untuk lima tahun ke depan, ditujukan bagi peningkatan produksi dan distribusi ke seluruh Myanmar.
Produsen barang konsumen, Unilever, juga memulai operasi pabrik pertama di Myanmar dengan memproduksi makanan. Perusahaan itu berjanji menanamkan modal sebesar €500 juta pada satu dasawarsa mendatang, seiring dengan upaya Unilever memantapkan tapaknya di pasar negara berkembang.
Dua komitmen itu menjadi tonggak penting dalam upaya Presiden Thein Sein mengubah ekonomi Myanmar setelah dikekang oleh rezim kediktatoran militer selama berpuluh-puluh tahun. Pengumumannya datang menjelang acara Forum Ekonomi Dunia di Myanmar yang akan menjadi tempat berkumpul bagi 900 peserta. Penyelenggara acara berharap pertemuan itu akan mendorong ketertarikan pada Myanmar dalam urusan pembangunan pabrik dan fasilitas produksi.
Coke adalah perusahaan besar Amerika Serikat pertama yang berjanji akan berproduksi di Myanmar. Bagi perusahaan yang berpusat di Atlanta itu, Myanmar dan 60 juta penduduknya adalah salah satu medan perang terakhir dalam “perang cola” dunia dengan pesaingnya, PepsiCo. Coke kembali ke Myanmar setelah lebih dari 60 tahun absen. Kini hanya Korea Utara serta Kuba yang tak menjual produknya secara resmi.
“Kami melihat adanya potensi besar,” ujar Muhtar Kent, direktur utama Coke, di Yangon. Coke bekerja sama dengan Pinya Manufacturing dari Myanmar untuk membuka fasilitas pembotolan di pabrik milik Pinya. Untuk saat ini, Coke hanya didistribusikan di kota-kota besar Myanmar. Namun, perusahaan berencana menjangkau lebih dari 100 ribu lokasi lainnya dalam enam bulan ke depan.
Unilever, yang telah mengakar di Myanmar selama 80 tahun, menarik diri ketika sanksi lebih berat dari Barat diberlakukan pada awal tahun 2000-an. Perusahaan memandang negara itu sebagai lokasi penting untuk memusatkan perhatian Unilever ke pasar negara berkembang, yang mencakup 57% dari seluruh usahanya. Mereka mulai mendistribusikan produknya di Myanmar dua tahun lalu. Sup Knorr, sabun Lux, dan produk perawatan kulit Pond’s telah memimpin pasar di negara itu.
“Kami melihat negara yang serupa Vietnam, tempat kami memulai operasi dari nol sekitar 17 tahun lalu. Tapi, sekarang bisnis kami di sana bernilai lebih dari $1 miliar,” ujar Direktur Operasi Unilever, Harish Manwani.
Sumber : Wall Street Journal