(Business Lounge – Global News) Uber dan Lyft mengumumkan kerja sama dengan Baidu untuk menguji layanan robotaxi di Inggris mulai tahun depan, menandai langkah penting perluasan kendaraan otonom China ke pasar Barat. Melalui unit Apollo Go, Baidu membawa pengalaman operasional yang telah mencatat lebih dari 17 juta perjalanan di 22 kota hingga November, sebuah skala yang memberi bobot pada ambisi uji coba ini sekaligus meningkatkan tensi persaingan di sektor mobilitas masa depan.
Kemitraan ini mencerminkan konvergensi kepentingan. Uber dan Lyft membutuhkan jalur pertumbuhan baru di luar model ride-hailing konvensional yang semakin kompetitif dan padat regulasi. Robotaxi menawarkan janji efisiensi biaya jangka panjang, konsistensi layanan, dan diferensiasi teknologi. Di sisi lain, Baidu mencari panggung global untuk membuktikan kematangan teknologinya, khususnya setelah membangun rekam jejak operasi yang luas di China dengan pendekatan bertahap dan berorientasi keselamatan.
Inggris dipilih sebagai laboratorium strategis. Negara ini memiliki kerangka regulasi yang relatif progresif untuk pengujian kendaraan otonom, kepadatan kota yang menantang namun terukur, serta basis pengguna ride-hailing yang mapan. Bagi Baidu, lingkungan ini memungkinkan validasi teknologi di kondisi lalu lintas dan cuaca yang berbeda dari kota-kota China, sekaligus menguji penerimaan publik di pasar dengan standar keselamatan dan transparansi tinggi.
Apollo Go membawa modal pengalaman operasional yang jarang dimiliki pesaing. Jutaan perjalanan yang telah diselesaikan memberi data dunia nyata tentang perilaku penumpang, interaksi dengan pengguna jalan lain, dan pengelolaan armada tanpa pengmitra pengemudi. Data tersebut menjadi keunggulan penting saat memasuki fase uji coba lintas negara, di mana adaptasi lokal dan pembelajaran cepat menentukan keberhasilan.
Bagi Uber dan Lyft, kerja sama ini juga merupakan sinyal perubahan peran. Dari platform yang mengandalkan pengemudi manusia, keduanya bergerak menjadi orkestrator ekosistem mobilitas, mengintegrasikan teknologi otonom pihak ketiga ke dalam aplikasi mereka. Pendekatan kemitraan mengurangi kebutuhan belanja modal besar, sambil mempertahankan kendali atas pengalaman pengguna dan permintaan.
Namun tantangan tetap signifikan. Kepercayaan publik terhadap kendaraan tanpa pengemudi masih rapuh, terlebih di pasar Eropa yang sensitif terhadap isu keselamatan dan privasi data. Uji coba di Inggris akan diuji oleh ekspektasi transparansi tinggi, proses perizinan yang ketat, serta pengawasan media yang intens. Kegagalan kecil dapat berdampak besar pada sentimen dan jadwal komersialisasi.
Persaingan global juga semakin memanas. Pemain Amerika dan Eropa berlomba menunjukkan kemajuan, sementara perusahaan China membawa keunggulan skala dan kecepatan iterasi. Kolaborasi lintas wilayah seperti ini mengaburkan garis kompetisi tradisional, mengubahnya menjadi pertarungan ekosistem: siapa yang paling cepat menggabungkan teknologi matang, akses pasar, dan kepercayaan regulator.
Dari perspektif industri, uji coba ini menandai fase baru transisi otonomi dari eksperimen lokal menuju ekspansi internasional terkontrol. Keberhasilan tidak diukur hanya dari kemampuan kendaraan bernavigasi, tetapi dari integrasi end-to-end—mulai pemesanan, keselamatan, penanganan insiden, hingga pengalaman pelanggan.
Jika uji coba berjalan mulus, Inggris dapat menjadi batu loncatan bagi ekspansi lebih luas di Eropa. Bagi Uber dan Lyft, ini membuka opsi model bisnis dengan struktur biaya yang berbeda. Bagi Baidu, ini adalah validasi global atas Apollo Go. Pasar kini menunggu hasil nyata di jalanan Inggris, tempat janji robotaxi akan diuji oleh realitas.
