H.E. Nico Barito: Pengalaman Keberhasilan Seychelles; Peluang Memajukan Pariwisata Papua Tengah

(Business Lounge Journal – Economy)

Duta Besar Nico Barito, Special Envoy of the President of Seychelles for ASEAN dalam Sosialisasi Ekowisata Republik Seychelles di Nabire, menyampaikan sebuah pandangan manajerial yang tajam dan penuh pengalaman nyata. Ia menantang cara berpikir lama yang sering kali terjebak pada alasan “tidak punya fasilitas” sebagai penghambat kemajuan. “Seychelles dulu tidak punya apa-apa, bahkan lebih antah-berantah dari Papua,” ujarnya. Namun, negara kepulauan kecil di Samudra Hindia itu kini menjadi salah satu destinasi pariwisata paling eksklusif di dunia.

Menurut Nico, keberhasilan Seychelles bukan hasil dari keberuntungan, melainkan hasil dari kebijakan manajemen sumber daya dan peluang yang berani. Pemerintah Seychelles memberi lahan kepada investor strategis — para raja dan pemodal dari Timur Tengah — untuk membangun properti, resort, hingga istana pribadi. Langkah tersebut bukan sekadar menjual tanah, melainkan membangun jaringan ekonomi yang berkelanjutan. “Mereka punya uang, tapi tidak punya keindahan alam yang otentik. Seychelles memberi mereka itu,” ujarnya. Hasilnya, arus penerbangan ke Seychelles meningkat drastis, menjadikan negara kecil itu destinasi unggulan dunia.

Manajemen Peluang dan Keberanian Mengambil Risiko

Dari kacamata manajemen, strategi Seychelles mencerminkan dua prinsip penting: value creation dan risk sharing. Ketika pemerintah berani membuka peluang bagi investor dengan regulasi yang fleksibel namun terarah, nilai tambah tercipta di kedua sisi. Investor memperoleh akses ke sumber daya alam dan potensi wisata, sementara negara memperoleh dampak ekonomi berupa lapangan kerja, pajak, dan promosi global. Prinsip serupa, menurut Nico, dapat diterapkan di Papua, terutama di Nabire yang memiliki sumber daya alam melimpah dan potensi wisata bahari yang belum tergarap optimal.

Nico mengingatkan bahwa “pembangunan tidak selalu harus dimulai dari bandara atau infrastruktur besar.” Justru, yang dibutuhkan terlebih dahulu adalah mindset terbuka dan kemauan untuk membangun kemitraan. “Kalau ada investor prospektif, buka peluang. Kasih dia ruang,” katanya. Bahkan ia mengusulkan agar pemerintah daerah memanfaatkan hubungan sejarah, seperti dengan Jepang di wilayah Biak, untuk menarik investasi berbasis nostalgia dan kebudayaan — misalnya proyek rumah pensiun bagi warga Jepang.

Tata Kelola dan Kesejahteraan Tenaga Kerja

Keberhasilan Seychelles juga terletak pada sistem pengelolaan tenaga kerja yang terintegrasi. Nico mencontohkan bahwa setiap hotel besar wajib membangun asrama bagi karyawannya — bukan sebagai bentuk pembatasan, tetapi sebagai jaminan kesejahteraan. “Kalau kamu bangun hotel bagus, kamu harus bangun dormitory,” katanya. Dengan demikian, tidak ada kawasan kumuh di sekitar hotel, dan seluruh pekerja mendapatkan fasilitas makan serta tempat tinggal layak. Sistem ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup pekerja, tapi juga menjaga citra pariwisata secara keseluruhan.

Bagi sektor pariwisata dan ekonomi daerah seperti Nabire, praktik ini adalah pelajaran berharga tentang integrasi sosial-ekonomi dalam manajemen destinasi. Pembangunan tidak boleh hanya berorientasi pada turis, tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja lokal dan dampak sosialnya.

Dari Seychelles ke Nabire: Saatnya Mulai

Pidato Nico Barito menegaskan bahwa perubahan besar dimulai dari langkah sederhana: keberanian untuk membuka peluang dan konsistensi dalam menjalankannya. Papua memiliki lahan luas, potensi laut yang besar, dan keindahan alam yang tak tertandingi — modal yang jauh lebih kuat daripada yang dimiliki Seychelles di masa awal.

Kini tantangannya adalah bagaimana pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat lokal dapat mengelola peluang itu dengan strategi yang cerdas dan berkelanjutan. Blue economy bukan hanya jargon, tetapi pendekatan nyata untuk memanfaatkan potensi laut, pesisir, dan sumber daya alam dengan prinsip keberlanjutan dan keadilan.

“Artinya bukan saya yang pintar, Pak. Mereka yang lebih pintar — mereka tahu bagaimana membuat destinasi sehingga pesawatnya selalu penuh,” ujar Nico dengan nada rendah hati. Pesan itu sekaligus menjadi refleksi: sukses bukan soal sumber daya yang banyak, tapi tentang bagaimana kita mengelolanya dengan visi dan keberanian.