Yoshinoya Strategi: Dari Gyudon ke Global Ramen Powerhouse

Ketika mendengar nama Yoshinoya, banyak orang langsung teringat pada gyudon—mangkuk nasi dengan daging sapi empuk khas Jepang yang sudah mendunia. Sejak berdiri lebih dari seabad lalu, Yoshinoya dikenal sebagai salah satu pelopor restoran cepat saji Jepang yang sukses berekspansi internasional..

Namun, di tengah persaingan bisnis makanan yang kian ketat, perusahaan ini sadar bahwa bertahan hanya dengan satu menu andalan tidaklah cukup. Dengan akuisisi Kiramekino Mirai di Kyoto pada Januari 2025, Yoshinoya menciptakan pijakan kuat untuk masuk ke pasar ramen nasional dan internasional. Mereka menargetkan pendapatan dari ramen mencapai 40 miliar yen pada 2029, dengan laba operasi senilai 4 miliar yen, serta ambisi menjadi penjual ramen terbesar di dunia pada 2035.

Kini Yoshinoya menyiapkan babak baru: menjadikan ramen sebagai pilar utama berikutnya. Pada Januari 2025, Yoshinoya Holdings resmi mengakuisisi Kiramekino Mirai, sebuah rantai ramen asal Kyoto yang dikenal dengan resep autentiknya. Akuisisi ini menandai langkah penting bagi Yoshinoya untuk memperluas portofolio sekaligus memperkuat posisinya dalam industri kuliner global.

Diversifikasi Strategis

Selama puluhan tahun, gyudon menjadi tulang punggung pendapatan Yoshinoya. Namun, tren konsumsi mulai bergeser. Konsumen kini mencari variasi, pengalaman rasa baru, serta fleksibilitas menu. Ramen, dengan kuah kaldu yang kaya, mie kenyal, dan topping beragam, dinilai lebih mudah beradaptasi dengan selera internasional.

Berbeda dengan gyudon yang cenderung sederhana, ramen bisa hadir dalam banyak varian: kuah tonkotsu yang gurih, shoyu yang ringan, hingga miso yang pekat. Bagi pasar global, fleksibilitas ini sangat penting. Yoshinoya bisa menyesuaikan menu ramen untuk berbagai wilayah, misalnya varian pedas untuk Asia Tenggara, versi halal untuk negara mayoritas Muslim, atau ramen vegetarian untuk Eropa.

Ambisi Global, Target Angka yang Fantastis

Rencana Yoshinoya untuk ramen bukan sekadar eksperimen kecil. Dalam proyeksi lima tahun, mereka menargetkan pendapatan ramen mencapai 40 miliar yen pada tahun fiskal 2029—sekitar 13% dari total penjualan, naik tajam dari kontribusi yang saat ini hanya 4%. Tidak hanya itu, Yoshinoya menargetkan laba operasi ramen sebesar 4 miliar yen, dan pada tahun fiskal 2035 mereka berambisi menjadi penjual ramen terbesar di dunia.

Angka ini menunjukkan betapa seriusnya Yoshinoya menaruh harapan pada ramen sebagai mesin pertumbuhan baru. Strategi mereka bukan hanya membuka restoran baru, tetapi juga mengakuisisi merek ramen lain, memperluas kapasitas produksi, dan membangun ekosistem distribusi global.

Dari Asia hingga Eropa

Sebagai perusahaan dengan jaringan internasional luas, Yoshinoya memiliki pijakan kuat untuk membawa ramen ke berbagai benua. Saat ini, Yoshinoya sudah beroperasi di Asia (Tiongkok, Indonesia, Thailand, Singapura, dan lainnya), Amerika Serikat, hingga Timur Tengah.

Baru-baru ini, Yoshinoya juga membuka gerai ramen pertamanya di Skotlandia, sebagai langkah awal menjajaki pasar Eropa. Hal ini menandai keseriusan mereka untuk tidak hanya fokus pada Asia, tetapi juga merambah benua lain yang potensial. Di masa depan, kita mungkin akan melihat Yoshinoya ramen hadir di kota-kota besar dunia, dari New York hingga London, sebagai kompetitor langsung bagi pemain ramen mapan seperti Ichiran atau Ippudo.

Di saat Yoshinoya mulai meluncur dengan visi besar, dua pesaing berat sudah lebih dahulu mendunia. Mereka adalah Ichiran dan Ippudo. Mampukah Yoshinoya mengalahkan mereka?

Ichiran — Pelopor Solo Dining dan Tonkotsu Legendaris

  • Sejarah: Berakar dari warung “Futaba Ramen” sejak 1960, Ichiran resmi mengadopsi nama tersebut pada 1966. Namun bisnis modernnya baru dimulai pada 1993 saat membuka outlet konsep pertama yang menjadi acuan gerainya selanjutnya
  • Konsep dan Citra: Ichiran terkenal dengan pengalaman “solo dining” khas—booth pribadi, formulasi pesanan rahasia, dan fokus total pada ramen
  • Ekspansi dan Popularitas: Kini Ichiran tersebar di Jepang dan beberapa negara seperti Hong Kong, Taiwan, dan AS (Brooklyn & Manhattan), dengan harga ramen di AS yang terbilang tinggi (~US$19), namun tetap diminati
  • Popularitas: Cocok untuk pelanggan yang menginginkan pengalaman menyantap ramen tanpa gangguan—fenomena unik yang menarik perhatian media dan foodies secara global.

Ippudo — Ikon Ramen Modern dari Fukuoka

  • Sejarah: Didirikan oleh Shigemi Kawahara pada 16 Oktober 1985 di Fukuoka, Ippudo berkembang cepat, memenangkan penghargaan dan memenangkan hati banyak pecinta ramen di Jepang dan luar negeri
  • Eksistensi Global: Mulai ekspansi internasional sejak 2008 (New York), dan kini hadir di banyak kota besar seperti London, Paris, Singapura, Taipei, hingga Indonesia
  • Inovasi dan Kenyamanan: Dikenal dengan interior bersih, pelayanan hangat, serta menu ramen khas seperti Shiromaru Classic dan Akamaru Modern, serta pilihan plant-based modern
  • Popularitas: Dipuji sebagai “most famous tonkotsu ramen shop in Japan” dan sering masuk dalam Michelin Guide di kota besar dunia

Perbandingan Singkat

Brand Tahun Berdiri / Konsep Modern Kekhasan Ekspansi Global
Ichiran Sejak 1960 (konsep modern 1993) Solo dining, customization tinggi Jepang, Hong Kong, Taiwan, AS
Ippudo 1985 Stylish, inklusif, tonkotsu halus Asia, Eropa, Amerika, Oceania

 

Tantangan di Depan

Meski peluangnya besar, jalan Yoshinoya tidak akan mulus. Industri ramen internasional sudah dipenuhi pemain besar dan restoran independen yang populer di kalangan pencinta kuliner. Tantangan Yoshinoya adalah menjaga autentisitas rasa sembari mengelola skala bisnis yang masif. Terlalu banyak kompromi demi efisiensi bisa membuat ramen kehilangan daya tariknya.

Selain itu, Yoshinoya harus menavigasi isu harga dan persepsi konsumen. Di Jepang, ramen sering dianggap makanan sehari-hari dengan harga terjangkau. Namun di luar negeri, ramen bisa menjadi makanan premium. Menentukan strategi harga yang tepat akan menjadi kunci kesuksesan ekspansi.

Ramen Sebagai Ikon Baru

Langkah Yoshinoya untuk fokus ke ramen adalah contoh nyata bagaimana perusahaan kuliner harus terus berinovasi. Jika gyudon pernah menjadi pintu masuk Yoshinoya ke pasar global, kini ramen berpotensi menjadi ikon baru yang memperkuat brand mereka di mata dunia.

Bagi konsumen, ini kabar baik. Nantinya, ketika berkunjung ke Yoshinoya, pelanggan tidak hanya bisa menikmati gyudon yang familiar, tetapi juga mangkuk ramen hangat dengan cita rasa khas Jepang. Perpaduan antara jaringan global Yoshinoya dan popularitas ramen bisa menciptakan standar baru dalam kuliner cepat saji Jepang.

Yoshinoya memiliki jaringan global yang solid, terutama dari bisnis gyudon. Dengan tambahan ramen — melalui akuisisi dan inovasi — mereka punya peluang berdiri sejajar dengan Ichiran dan Ippudo. Tantangan utama adalah menjaga autentisitas rasa sekaligus menjaga kualitas saat memperbesar skala. Jika sukses, Yoshinoya bisa menjadi “global ramen powerhouse” yang bukan cuma besar secara angka, tapi juga punya karakter kuliner yang kuat.

Dengan strategi agresif, target ambisius, dan pengalaman panjang dalam ekspansi internasional, Yoshinoya tampaknya siap menulis bab baru dalam sejarah kuliner Jepang. Dari Tokyo hingga Taipei, dari Jakarta hingga Glasgow, ramen Yoshinoya mungkin akan segera menjadi bagian dari cerita makan malam kita semua.