(Business Lounge – Global News) Amazon kembali menegaskan ambisinya untuk memperluas pangsa pasar iklan digital dengan memperkenalkan strategi baru berbasis otomatisasi dalam penciptaan konten promosi. Perusahaan raksasa teknologi yang selama ini dikenal melalui e-commerce, layanan cloud, dan perangkat digital kini semakin serius memposisikan diri sebagai pemain utama di industri iklan online global. Dengan mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan, Amazon berharap dapat mempermudah proses pembuatan iklan, terutama bagi bisnis kecil dan perusahaan barang konsumsi yang selama ini menghadapi keterbatasan dalam memproduksi materi pemasaran yang efektif.
Menurut laporan Wall Street Journal, Amazon tengah menguji fitur yang memungkinkan penjual dan merek menggunakan kecerdasan buatan generatif untuk menghasilkan deskripsi produk, gambar, serta variasi materi iklan hanya dengan memasukkan kata kunci sederhana. Langkah ini diyakini dapat menurunkan hambatan biaya dan waktu yang sering kali menghalangi bisnis kecil untuk beriklan di platform Amazon. Dengan semakin banyak iklan yang dibuat secara otomatis, perusahaan dapat meningkatkan jumlah inventaris iklan sekaligus memperkuat dominasinya terhadap para pesaing.
Dari perspektif industri, langkah Amazon tidak dapat dilepaskan dari tren besar di sektor teknologi. Bloomberg menekankan bahwa hampir semua pemain utama seperti Google, Meta, dan Microsoft tengah berlomba menawarkan solusi iklan otomatis yang mengandalkan kecerdasan buatan. Google, misalnya, telah mengembangkan produk berbasis AI untuk membuat variasi kampanye iklan dalam hitungan menit, sementara Meta memanfaatkan AI untuk menguji ratusan kombinasi visual dan teks guna menentukan performa terbaik. Dalam konteks ini, Amazon berupaya memastikan bahwa jaringan iklannya tidak tertinggal, apalagi mengingat potensi besar dari basis data konsumen yang mereka miliki.
Amazon Advertising sendiri kini menjadi salah satu unit bisnis dengan pertumbuhan tercepat. Menurut Reuters, pendapatan iklan perusahaan mencapai lebih dari 47 miliar dolar pada tahun 2024, menjadikannya penyumbang signifikan terhadap total pendapatan non-retail. Pertumbuhan ini jauh melampaui ekspektasi pasar dan membuktikan bahwa ekosistem e-commerce Amazon mampu menghasilkan keuntungan tambahan dari iklan yang ditayangkan di dalam platform. Dengan kemampuan untuk menampilkan iklan yang sangat terarah berdasarkan riwayat pencarian dan perilaku belanja pengguna, Amazon memiliki keunggulan kompetitif yang sulit ditandingi.
Namun, meski potensinya besar, otomatisasi iklan juga menghadirkan tantangan. Financial Times menyoroti kekhawatiran beberapa pengiklan tentang hilangnya kontrol kreatif. Otomatisasi berbasis AI memang efisien, tetapi risiko homogenisasi konten bisa membuat iklan kurang menonjol di tengah persaingan ketat. Selain itu, ada pula pertanyaan mengenai transparansi algoritme dan apakah sistem tersebut benar-benar menampilkan iklan yang sesuai dengan target audiens yang diinginkan.
Bagi bisnis kecil, teknologi ini bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, mereka akan lebih mudah masuk ke arena iklan digital dengan biaya yang lebih rendah. Di sisi lain, mereka berhadapan dengan risiko tersisih jika iklan otomatis yang dihasilkan kurang menarik dibandingkan kampanye dari merek besar yang tetap memiliki sumber daya untuk mengoptimalkan konten secara manual. Artinya, otomatisasi dapat memperluas akses, tetapi belum tentu menjamin kesetaraan hasil.
Dalam wawancara dengan CNBC, beberapa analis menyebut bahwa langkah Amazon ini merupakan bagian dari strategi lebih luas untuk meningkatkan margin keuntungan. Bisnis inti ritel Amazon cenderung menghadapi tekanan margin yang tipis, sementara iklan menawarkan tingkat profitabilitas yang jauh lebih tinggi. Dengan memperbesar skala iklan, Amazon bisa mengimbangi biaya operasional logistik dan investasi besar-besaran pada infrastruktur cloud. Strategi ini sekaligus memperkuat posisi perusahaan dalam menghadapi perlambatan ekonomi global yang memengaruhi daya beli konsumen.
Selain itu, otomasi iklan juga membuka pintu bagi integrasi yang lebih dalam dengan produk Amazon lainnya. Alexa, Fire TV, dan Kindle bisa menjadi saluran distribusi iklan yang semakin personal dengan bantuan AI. Misalnya, pengguna yang mencari resep melalui Alexa dapat secara otomatis ditawari iklan produk bahan makanan yang relevan. Atau pengguna Fire TV yang menonton acara olahraga bisa menerima iklan peralatan fitness yang dihasilkan secara instan. Kemampuan semacam ini berpotensi mengubah cara konsumen berinteraksi dengan iklan, dari sekadar tampilan statis menjadi pengalaman yang lebih kontekstual dan personal.
Namun, di balik peluang tersebut, isu regulasi tetap menjadi faktor krusial. New York Times menuliskan bahwa regulator di Amerika Serikat dan Eropa semakin memeriksa praktik iklan digital, termasuk cara data konsumen digunakan. Dengan otomatisasi yang semakin canggih, pertanyaan mengenai privasi, etika penggunaan data, dan potensi manipulasi perilaku konsumen akan semakin menonjol. Amazon harus berhati-hati memastikan bahwa strategi iklannya tidak menimbulkan backlash yang bisa merugikan reputasi perusahaan.
Dari sudut pandang konsumen, otomatisasi iklan bisa membawa kenyamanan, tetapi juga berisiko menimbulkan kelelahan. Jika AI menghasilkan terlalu banyak iklan yang mirip satu sama lain, pengalaman pengguna bisa menjadi monoton atau bahkan mengganggu. Oleh karena itu, keseimbangan antara relevansi dan kebaruan konten akan menjadi tantangan utama dalam implementasi strategi ini.
Analis pasar tetap melihat prospek cerah. MarketWatch memperkirakan bahwa belanja iklan digital global akan terus meningkat, dengan segmen berbasis e-commerce menjadi salah satu motor utama. Dengan dominasi Amazon dalam belanja online, perusahaan memiliki peluang besar untuk terus memperluas porsi iklannya. Jika otomatisasi terbukti mampu meningkatkan partisipasi pengiklan kecil, maka skala bisnis iklan Amazon bisa tumbuh eksponensial.

