(Business Lounge – Global News) Raksasa barang konsumsi asal Amerika Serikat, Procter & Gamble (P&G), mengumumkan pemangkasan sekitar 7.000 posisi kerja di seluruh dunia. Keputusan ini diambil seiring dengan langkah perusahaan untuk merampingkan operasional dan menyederhanakan portofolio merek dalam menghadapi tekanan biaya dan perubahan perilaku konsumen global.
Menurut laporan The Wall Street Journal, P&G menilai bahwa penyederhanaan struktur organisasi menjadi langkah penting dalam mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan efisiensi. Langkah ini termasuk pengurangan lapisan manajemen dan pengalihan sebagian sumber daya manusia ke sektor-sektor yang lebih strategis seperti pengembangan produk dan teknologi digital. Pemangkasan tenaga kerja ini diperkirakan akan terjadi secara bertahap dan difokuskan pada peran-peran administratif yang dianggap tidak lagi relevan dengan model operasional baru perusahaan.
Dikutip dari Bloomberg, P&G juga berencana merampingkan portofolio mereknya dengan mengurangi jumlah lini produk yang tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan. Perusahaan yang dikenal dengan merek-merek ikonik seperti Pampers, Gillette, dan Tide ini sebelumnya telah menjalankan strategi serupa pada dekade lalu, ketika mereka menjual atau menutup lebih dari 100 merek yang dianggap kurang menguntungkan. Langkah kali ini dipandang sebagai bagian dari upaya lebih lanjut untuk memfokuskan sumber daya pada merek-merek inti yang memiliki margin tinggi dan pertumbuhan global yang kuat.
Langkah rasionalisasi ini muncul dalam konteks perlambatan ekonomi global dan peningkatan biaya bahan baku yang menekan margin produsen barang konsumsi. Seperti dilaporkan Reuters, P&G menghadapi tantangan dari fluktuasi harga komoditas, inflasi logistik, serta permintaan konsumen yang lebih selektif pasca-pandemi. Sementara perusahaan masih mencatat pertumbuhan penjualan di beberapa kategori, tekanan profitabilitas membuat efisiensi internal menjadi prioritas utama.
Kepada para analis, eksekutif P&G menyampaikan bahwa inisiatif ini bukan sekadar respons terhadap kondisi pasar saat ini, melainkan bagian dari transformasi jangka panjang yang dirancang untuk menjaga daya saing perusahaan dalam lanskap bisnis yang semakin digital, cepat berubah, dan penuh tekanan biaya. P&G menekankan bahwa mereka tetap berinvestasi dalam inovasi produk, digitalisasi rantai pasok, dan peningkatan pengalaman pelanggan melalui kanal daring.
Para analis di CNBC menyatakan bahwa langkah ini berpotensi memperkuat posisi keuangan P&G dalam jangka menengah, terutama jika perusahaan berhasil memaksimalkan kinerja merek-merek utama mereka sambil memangkas biaya tetap. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa pemangkasan terlalu agresif dapat memengaruhi budaya perusahaan dan moral karyawan, terutama jika tidak dibarengi dengan komunikasi dan transisi yang jelas.
Dari perspektif investor, pasar merespons positif berita ini dengan kenaikan moderat harga saham P&G pada hari pengumuman. Sentimen ini mencerminkan harapan bahwa efisiensi struktural akan membuka ruang bagi pertumbuhan laba yang lebih stabil ke depan, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global. Financial Times mencatat bahwa meskipun pemangkasan tenaga kerja bukan strategi yang populer secara sosial, pasar cenderung mendukung langkah seperti ini bila disertai dengan arah strategis yang konsisten dan hasil keuangan yang konkret.
Namun demikian, tantangan tetap ada. Di pasar negara berkembang seperti Asia dan Amerika Latin, di mana P&G mengandalkan pertumbuhan volume, pemangkasan investasi atau sumber daya dapat mengganggu ekspansi jangka panjang. Sejumlah analis memperingatkan bahwa perusahaan harus menjaga keseimbangan antara efisiensi biaya dan kelincahan ekspansi pasar agar tidak kehilangan momentum pertumbuhan di wilayah-wilayah yang masih potensial.
Karyawan di berbagai belahan dunia kini menunggu rincian lebih lanjut tentang area dan skala pengurangan tenaga kerja yang akan terjadi. The Wall Street Journal melaporkan bahwa perusahaan telah mulai melakukan konsultasi di beberapa pasar utama, termasuk di AS, Eropa, dan sebagian wilayah Asia. Proses ini diperkirakan akan berlangsung sepanjang tahun fiskal depan dan disesuaikan dengan regulasi ketenagakerjaan lokal.
P&G bukan satu-satunya perusahaan besar yang melakukan restrukturisasi tenaga kerja tahun ini. Beberapa pesaing utama seperti Unilever dan Johnson & Johnson juga mengumumkan inisiatif serupa, menandai tren yang lebih luas di sektor barang konsumsi dalam merespons tekanan biaya dan perubahan preferensi konsumen pascapandemi. Menurut Bloomberg Intelligence, perusahaan barang konsumen global kini berlomba mengoptimalkan margin sambil tetap menjaga loyalitas merek di tengah inflasi dan digitalisasi yang masif.
Langkah P&G untuk menyederhanakan merek juga mencerminkan pergeseran strategi dari pendekatan diversifikasi menuju spesialisasi dan penguatan eksekusi. Dalam wawancara dengan CNBC, CEO Jon Moeller mengatakan bahwa “kurangnya fokus adalah hambatan bagi pertumbuhan jangka panjang.” Dengan mengurangi portofolio, perusahaan berharap bisa lebih cepat berinovasi dan lebih dekat dengan kebutuhan konsumen inti.
Di tengah segala perubahan ini, investor dan pasar tenaga kerja akan terus mengamati bagaimana P&G menyeimbangkan efisiensi dengan inovasi dan ekspansi. Apakah langkah pengurangan 7.000 pekerjaan ini akan menghasilkan perusahaan yang lebih ramping dan tangguh, atau justru memunculkan risiko baru dalam eksekusi dan budaya organisasi, akan sangat bergantung pada cara implementasi strategi ini dalam bulan-bulan ke depan.