7-Eleven

Seven & i Holdings Melaporkan Lonjakan Laba

(Business Lounge – Global News) Pemilik jaringan ritel global 7-Eleven, Seven & i Holdings Co. Ltd., mencatat lonjakan laba bersih lebih dari dua kali lipat pada kuartal terakhir, didorong terutama oleh keuntungan dari penjualan aset yang strategis. Di tengah tekanan yang dihadapi sektor ritel global akibat inflasi, perubahan pola belanja konsumen, dan dinamika logistik pascapandemi, keberhasilan Seven&i menunjukkan bagaimana perusahaan besar dapat memanfaatkan strategi portofolio aktif untuk menjaga profitabilitas.

Dalam laporan keuangannya yang dikutip oleh Nikkei Asia dan The Wall Street Journal, perusahaan Jepang tersebut melaporkan laba bersih kuartalan mencapai 108,4 miliar yen, meningkat signifikan dibandingkan 50,1 miliar yen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini sebagian besar disumbang oleh penjualan beberapa aset non-inti, termasuk properti dan unit bisnis yang kurang menguntungkan. Langkah ini sejalan dengan strategi restrukturisasi yang telah dicanangkan manajemen dalam dua tahun terakhir.

Meskipun pertumbuhan penjualan operasional perusahaan tidak melonjak tajam, margin keuntungan meningkat tajam karena rasionalisasi aset dan efisiensi biaya yang ketat. Menurut Bloomberg, aksi ini merupakan bagian dari strategi menyeluruh untuk memusatkan fokus pada bisnis inti yaitu ritel kebutuhan harian melalui jaringan 7-Eleven yang tersebar luas di seluruh dunia, terutama di Jepang dan Amerika Serikat.

Seven & i Holdings telah berada dalam proses transformasi strategis sejak beberapa tahun terakhir. Dengan tekanan dari para investor aktivis seperti ValueAct Capital yang menyerukan pemusatan bisnis, manajemen perusahaan mengambil keputusan berani dengan melepas sejumlah unit bisnis yang tidak langsung mendukung pertumbuhan ritel inti. Di antaranya adalah penjualan supermarket Ito-Yokado di beberapa wilayah dan realokasi aset properti untuk memperkuat likuiditas.

Seperti dikutip Reuters, Presiden Seven & i Holdings Ryuichi Isaka menyatakan bahwa fokus utama perusahaan kini adalah memperkuat posisi sebagai pemimpin global dalam bisnis convenience store. “Kami melihat peluang pertumbuhan yang sangat besar dalam modernisasi toko dan penguatan digitalisasi di jaringan 7-Eleven, khususnya di pasar Amerika Serikat,” ujar Isaka.

Perusahaan memang telah mengalokasikan investasi signifikan untuk memperluas layanan digital dan logistik di Amerika Utara, yang kini menyumbang lebih dari 40% total pendapatan konsolidasi Seven & i. Akuisisi jaringan Speedway senilai 21 miliar dolar AS pada tahun 2021 menjadi katalis pertumbuhan ekspansi tersebut. Meski sempat menuai kritik karena mahalnya akuisisi itu, kinerja 7-Eleven di AS kini mulai menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Menurut laporan dari Financial Times, penjualan jaringan 7-Eleven di Amerika Utara mencatat pertumbuhan moderat tetapi stabil, dengan volume transaksi meningkat di tengah inflasi tinggi. Keberhasilan dalam memperluas penawaran makanan siap saji dan program loyalitas digital menjadi pendorong utama pertumbuhan. Peningkatan penggunaan aplikasi 7Rewards dan kemitraan dengan platform pemesanan seperti DoorDash juga mendorong relevansi merek 7-Eleven di tengah konsumen muda.

Chief Financial Officer Seven & i, Ken Wakabayashi, menyampaikan bahwa meskipun konsumen AS lebih berhati-hati dalam pengeluaran, permintaan terhadap produk kebutuhan harian, minuman, dan makanan ringan tetap tinggi. “Strategi kami bukan sekadar volume, tetapi juga nilai transaksi per pelanggan. Kami berhasil meningkatkan itu melalui personalisasi penawaran dan integrasi data pelanggan,” jelas Wakabayashi dalam wawancaranya dengan CNBC.

Langkah Seven & i untuk terus mengoptimalkan rantai pasok dan memperluas jaringan distribusi di AS juga mendapat pujian dari analis. Menurut JPMorgan, keberhasilan integrasi 7-Eleven dengan Speedway akan menempatkan perusahaan sebagai pemimpin mutlak convenience store di Amerika Utara, bahkan melampaui pesaing seperti Circle K dan Casey’s General Stores.

Sejalan dengan upaya penguatan bisnis utama, Seven & i telah melakukan divestasi atas sejumlah aset non-inti yang dianggap tidak sesuai dengan arah strategis jangka panjang perusahaan. Salah satu transaksi penting dalam kuartal ini adalah penjualan beberapa aset properti dan konsesi non-ritel yang menghasilkan keuntungan luar biasa. Meskipun tidak semua rincian transaksi diumumkan ke publik, Nikkei mencatat bahwa sebagian besar keuntungan berasal dari aset di luar metropolitan Tokyo yang nilainya melonjak dalam dua tahun terakhir.

Menurut Moody’s, strategi penjualan aset ini merupakan langkah cerdas untuk memperkuat neraca perusahaan tanpa perlu mengambil utang tambahan dalam kondisi suku bunga tinggi. Selain itu, dana hasil divestasi memberi ruang untuk meningkatkan belanja modal pada transformasi digital dan infrastruktur logistik.

Di sisi lain, beberapa pengamat memperingatkan bahwa perusahaan harus hati-hati agar tidak menjual aset strategis yang dapat dibutuhkan di masa depan. Namun, manajemen menyatakan bahwa proses pemilihan aset dilakukan dengan analisis menyeluruh terhadap dampaknya terhadap pertumbuhan jangka panjang.

Saham Seven & i Holdings tercatat menguat lebih dari 3% di bursa Tokyo setelah pengumuman laporan keuangan. Investor menyambut positif keberhasilan perusahaan dalam mengeksekusi strategi yang telah lama disuarakan para pemegang saham institusional, yakni konsolidasi bisnis inti dan pengurangan kompleksitas portofolio.

Menurut Goldman Sachs, valuasi Seven & i saat ini masih undervalued jika dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan laba bersih dan potensi ekspansi di Asia Tenggara. Negara-negara seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam disebut sebagai pasar berikutnya yang sedang disiapkan untuk ekspansi jaringan 7-Eleven melalui kemitraan waralaba.

Laporan HSBC Global Research menyebutkan bahwa perusahaan memiliki ruang yang cukup untuk meningkatkan margin operasional melalui otomatisasi toko, integrasi sistem data pelanggan, dan diversifikasi produk berbasis lokal. Hal ini dianggap penting karena model convenience store yang terlalu homogen sering kali menghadapi hambatan kultural di pasar baru.

Meskipun kinerja kuartalan yang solid mencerminkan eksekusi strategi yang efektif, Seven & i tetap menghadapi tantangan signifikan. Di Jepang, pasar domestik semakin jenuh dan ditandai dengan populasi yang menua. Sementara itu, di Amerika Serikat, perusahaan harus menghadapi tekanan biaya tenaga kerja, perubahan regulasi upah minimum, serta kompetisi dari format ritel baru seperti Amazon Go.

Selain itu, ketergantungan terhadap pertumbuhan eksternal melalui akuisisi dan ekspansi lintas negara membawa risiko geopolitik dan fluktuasi mata uang. Namun, menurut S&P Global, manajemen perusahaan telah menunjukkan kemampuan untuk mengelola risiko-risiko ini secara disiplin.

Dalam laporan terpisah, The Wall Street Journal mencatat bahwa Seven & i juga sedang menjajaki kemitraan strategis dengan perusahaan teknologi untuk memperkuat sistem kecerdasan buatan dalam manajemen persediaan toko, yang diharapkan akan memangkas biaya operasional hingga 15% dalam dua tahun ke depan.

Seven & i Holdings, pemilik jaringan 7-Eleven, berhasil menunjukkan bahwa strategi restrukturisasi portofolio dan fokus pada bisnis inti dapat menghasilkan pertumbuhan laba yang signifikan bahkan dalam kondisi pasar yang menantang. Lonjakan laba bersih kuartalan mereka yang lebih dari dua kali lipat, berkat penjualan aset non-inti, merupakan bukti bahwa perusahaan besar dapat tetap lincah dan adaptif dengan eksekusi yang tepat.

Dengan kombinasi strategi penjualan aset, transformasi digital, serta ekspansi internasional yang terukur, Seven & i berada pada jalur yang kuat untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin global di sektor convenience retail. Ke depan, tantangan struktural seperti tekanan upah dan perubahan perilaku konsumen tetap menjadi fokus, tetapi perusahaan telah menunjukkan kesiapan untuk merespons melalui inovasi dan efisiensi.