Conagra Brands

Conagra Hadapi Tekanan Volume dan Nilai Tukar

(Business Lounge – Global News) Conagra Brands, raksasa makanan kemasan asal Amerika Serikat yang membawahi merek-merek ternama seperti Slim Jim, Healthy Choice, Duncan Hines, hingga Birds Eye, tengah menghadapi periode sulit dalam performa keuangannya. Dalam laporan kinerja fiskal kuartal ketiga tahun 2025 yang dipublikasikan awal April, perusahaan melaporkan penurunan laba yang signifikan serta tekanan pada volume penjualan akibat berbagai faktor internal maupun eksternal. Meskipun demikian, perusahaan tetap mempertahankan proyeksi setahun penuh, menandakan upaya perbaikan dan keyakinan terhadap pemulihan bertahap ke depan.

Penurunan kinerja Conagra bukan semata disebabkan oleh satu masalah tunggal, tetapi merupakan hasil gabungan dari tekanan rantai pasok, gangguan manufaktur, pergeseran perilaku konsumen, hingga fluktuasi nilai tukar mata uang asing yang mempersempit marjin keuntungan. Laporan dari Wall Street Journal, Reuters, dan MarketWatch secara konsisten mencatat bahwa perusahaan belum sepenuhnya keluar dari tekanan pasca-pandemi dan menghadapi tantangan struktural dalam rantai produksinya.

Dalam kuartal ketiga fiskal yang berakhir pada Februari 2025, Conagra mencatat laba bersih sebesar 145,1 juta dolar, atau 30 sen per saham, turun dari 308,6 juta dolar atau 64 sen per saham pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini merefleksikan bukan hanya tekanan biaya tetapi juga dampak dari turunnya permintaan dan volume penjualan di seluruh kategori. Laba yang disesuaikan berada pada posisi 51 sen per saham, sedikit di bawah ekspektasi analis yang memperkirakan 52 sen. Pendapatan bersih juga turun 6,3% menjadi 2,84 miliar dolar, tidak mencapai estimasi pasar sebesar 2,9 miliar dolar.

Salah satu penyebab utama turunnya volume adalah gangguan operasional di fasilitas pemrosesan ayam utama milik Conagra yang menghambat kelancaran distribusi produk-produk makanan beku berbasis ayam dan sayuran. Dalam pernyataannya, CEO Sean Connolly menjelaskan bahwa pihaknya tengah mengambil langkah cepat untuk membangun kembali pasokan dan memperbaiki layanan pelanggan. Namun proses ini memerlukan waktu dan sumber daya, sementara tekanan dari persaingan pasar tetap tinggi.

Laporan Reuters juga menyoroti dampak dari penguatan dolar terhadap pendapatan luar negeri Conagra, khususnya setelah divestasi perusahaan dari mayoritas saham di Agro Tech Foods India. Langkah ini, meski strategis untuk efisiensi, berkontribusi pada penurunan pendapatan konsolidasi di laporan keuangan. Sementara itu, permintaan di pasar domestik Amerika Serikat pun mulai menunjukkan perlambatan karena konsumen beralih ke produk label pribadi atau store brands yang lebih murah di tengah tekanan inflasi.

Pergeseran perilaku konsumen ini memperburuk posisi Conagra, yang selama bertahun-tahun mengandalkan kekuatan merek nasional dan premium untuk mendongkrak margin. Namun, dalam iklim ketidakpastian ekonomi saat ini, loyalitas merek mulai mengendur, dan preferensi beralih pada harga yang lebih terjangkau. Hal ini memaksa Conagra untuk menyeimbangkan antara menjaga margin dengan menjaga volume dan pangsa pasar, sesuatu yang tidak mudah dalam sektor makanan kemasan yang sangat kompetitif.

Meski menghadapi tantangan-tantangan tersebut, manajemen Conagra tetap mempertahankan proyeksi fiskal tahun penuh 2025. Perusahaan mengantisipasi penurunan penjualan organik sebesar 2% serta laba per saham yang disesuaikan berada pada kisaran 2,35 dolar. Namun perlu dicatat, target laba ini sudah direvisi turun dari estimasi sebelumnya di rentang 2,45 hingga 2,50 dolar. Selain itu, margin operasi yang disesuaikan juga diturunkan menjadi 14,4% dari proyeksi awal sebesar 14,8%, mengindikasikan adanya tekanan biaya yang tidak bisa seluruhnya dihindari.

Profil keuangan Conagra menunjukkan adanya ketegangan antara keinginan menjaga posisi kompetitif dengan kebutuhan mengefisienkan struktur biaya. Sebagaimana dilaporkan oleh MarketWatch, saham Conagra telah turun sekitar 15% dalam setahun terakhir, kinerja yang jauh tertinggal dibanding indeks S&P 500 yang naik sekitar 8,8% pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan ketidakpuasan pasar terhadap arah strategis perusahaan, meski manajemen terus berupaya menyeimbangkan investasi dan efisiensi.

Conagra, yang berkantor pusat di Chicago, Illinois, telah berdiri sejak 1919 dengan nama awal Nebraska Consolidated Mills sebelum berubah nama menjadi ConAgra, Inc. pada 1971 dan akhirnya menjadi ConAgra Foods pada 2000. Setelah melakukan spin-off divisi agribisnisnya, perusahaan resmi berganti nama menjadi Conagra Brands pada 2016. Portofolio mereka saat ini mencakup berbagai merek ternama di sektor makanan beku, makanan ringan, dan bahan pokok rumah tangga.

Sejumlah akuisisi penting telah memperluas cakupan bisnisnya, termasuk pembelian Banquet Foods (1980), Healthy Choice (1989), dan Pinnacle Foods (2018) yang membawa merek seperti Earth Balance, Gardein, dan Udi’s ke dalam jajaran produk mereka. Strategi ini mengukuhkan Conagra sebagai salah satu pemain utama dalam industri makanan kemasan di Amerika Utara. Namun dengan pasar yang semakin jenuh dan konsumen yang lebih sensitif terhadap harga, tantangan ke depan memerlukan lebih dari sekadar akuisisi.

Dalam konteks global, Conagra juga menghadapi tekanan dari perubahan pola konsumsi yang dipengaruhi oleh kesehatan, keberlanjutan, dan digitalisasi. Meskipun perusahaan telah mencoba menyesuaikan diri melalui produk-produk berbasis nabati dan inovasi kemasan ramah lingkungan, hasilnya belum cukup untuk mengimbangi tekanan jangka pendek yang datang dari sisi operasional dan permintaan.

Beberapa analis memperkirakan bahwa untuk kembali meningkatkan kinerja, Conagra perlu mempertimbangkan diversifikasi saluran distribusi, efisiensi manufaktur lebih lanjut, dan mungkin mengevaluasi kembali strategi penetapan harga produknya. Selain itu, perusahaan juga dihadapkan pada kebutuhan untuk meningkatkan kehadiran digital dan e-commerce guna menjangkau segmen konsumen yang makin terfragmentasi pasca-pandemi.

Masa depan Conagra tampaknya akan ditentukan oleh kecepatan mereka dalam beradaptasi terhadap dinamika pasar, memperbaiki rantai pasokan, dan menciptakan kembali proposisi nilai yang menarik bagi konsumen yang lebih hemat dan sadar kesehatan. Ketika tekanan inflasi mulai mereda dan permintaan konsumen kembali stabil, perusahaan makanan kemasan yang mampu bertahan dan menyesuaikan diri akan memiliki peluang untuk bangkit lebih kuat.

Namun, untuk saat ini, investor dan analis akan mengamati dengan cermat kuartal-kuartal berikutnya untuk melihat apakah upaya perbaikan Conagra membuahkan hasil nyata atau tidak. Sementara itu, dalam lanskap yang semakin kompetitif dan tidak pasti, menjaga fleksibilitas dan efisiensi menjadi kunci kelangsungan perusahaan makanan seperti Conagra Brands.