Pasar kerja 2026

Outlook Pasar Kerja 2026 Menuju Tantangan Baru

(Business Lounge – Human Resources) Para pemberi kerja memberikan peringatan kepada Angkatan Kelulusan 2026,  pasar rekrutmen tahun depan kemungkinan akan lebih buruk dibanding tahun ini.

Enam bulan menjelang musim kelulusan, lebih dari separuh dari 183 perusahaan yang di survei oleh National Association of Colleges and Employers menilai pasar kerja bagi Angkatan 2026 sebagai buruk atau biasa saja. Itu adalah pandangan paling pesimistis sejak tahun pertama pandemi, menurut survei yang dipandang luas sebagai indikator awal rekrutmen lulusan setiap tahunnya.

Pasar kerja yang mendingin memperburuk prospek tersebut. Dalam beberapa bulan terakhir, perusahaan-perusahaan dari Amazon.com hingga United Parcel Service telah mengumumkan rencana untuk memangkas ribuan pekerjaan. Yang terbaru adalah Verizon Communications, yang menurut orang-orang yang mengetahui masalah ini, berencana memangkas 15.000 pekerjaan dalam minggu mendatang—pengurangan terbesar yang pernah dilakukan perusahaan tersebut.

Perusahaan mengatakan ketidakpastian ekonomi membuat mereka lebih konservatif dalam merekrut, dan banyak yang memprioritaskan kandidat dengan pengalaman dibanding lulusan baru yang langsung keluar dari perguruan tinggi. Lebih banyak eksekutif juga secara terbuka membicarakan potensi kecerdasan buatan untuk memicu pemangkasan tenaga kerja besar-besaran dan mengambil alih lebih banyak tugas yang biasanya diberikan kepada lulusan baru.

Bagi mahasiswa tingkat akhir, itu berarti mereka juga harus bersaing dengan pekerja junior yang baru saja terkena PHK. Tingkat pengangguran untuk lulusan baru pada Juni mencapai 4,8%, lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional bulan itu dan tertinggi dalam empat tahun terakhir untuk bulan Juni, menurut analisis Federal Reserve Bank of New York.

Perusahaan-perusahaan memperkirakan peningkatan rekrutmen hanya 1,6% untuk Angkatan 2026—turun jauh dari rencana untuk Angkatan 2025 pada survei musim gugur lalu, menurut survei semi-tahunan tersebut. Rekrutmen lulusan untuk pekerjaan penuh waktu biasanya dimulai pada musim gugur atau lebih awal, dan pada musim semi, perusahaan telah memiliki gambaran lebih jelas mengenai target perekrutan. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan kerap menurunkan proyeksi musim semi dibanding survei musim gugur.

Annika Swenson, mahasiswa tingkat akhir di University of Iowa, mengatakan PHK di perusahaan seperti Amazon membuatnya lebih cemas menghadapi pencarian kerja. Banyaknya pelamar untuk setiap posisi serta pesatnya perkembangan AI juga meningkatkan tingkat stresnya.

Dalam satu tahun ke depan, sangat mungkin “tidak akan ada orang yang dibutuhkan untuk pekerjaan itu lagi,” katanya tentang beberapa posisi level pemula. “Itu benar-benar gila bagi saya.”

Swenson, 22 tahun, yang mempelajari pemasaran, minggu ini saja telah melamar lima hingga sepuluh pekerjaan. Ia memulai pencarian sejak musim panas. “Aku hanya perlu satu,” ujarnya.

Platform pencarian kerja awal karier Handshake menemukan pada bulan Agustus bahwa lowongan pekerjaan penuh waktu turun lebih dari 16% secara tahunan, dan rata-rata ada 26% lebih banyak pelamar per posisi. Lebih dari 60% lulusan 2026 mengaku pesimis terhadap prospek karier mereka.

Christine Cruzvergara, chief education strategy officer di Handshake, mengatakan perusahaan saat ini terbagi ke dalam tiga kelompok. Ada yang menghentikan perekrutan karena ketidakpastian ekonomi, ada yang memangkas staf atas nama efisiensi, dan ada yang masih tumbuh meski secara moderat. Sektor yang masih mengalami pertumbuhan pekerjaan termasuk layanan kesehatan, pendidikan, dan manufaktur, ujarnya.

Sementara itu, mahasiswa kini melamar “ratusan dan ratusan pekerjaan. Mereka langsung kirim lamaran satu demi satu,” katanya. Strategi itu dapat berbalik merugikan: banyak pemberi kerja justru menolak lamaran yang terkesan generik, ujarnya.

Giavanna Vega, mantan perekrut level pemula dan direktur program magang di Automation Anywhere, perusahaan yang menyederhanakan proses bisnis, menggambarkan pasar perekrutan saat ini seperti berada dalam kondisi stagnan.

Saat ini dunia berada dalam kondisi ketidakpastian, mereka tidak tahu harus berinvestasi di mana, demikian  dikatakan  Giavanna Vega mengenai strategi rekrutmen perusahaan di tengah isu tarif dan perkembangan AI. Dampaknya lebih keras pada lulusan baru, “Mereka belum memiliki pelatihan.”

Vega, yang berbasis di San Jose, California, mengatakan ia terkena PHK dari perannya sebagai perekrut pada 2023. Setelah menjalani kontrak kerja di sektor teknologi yang berakhir setahun lalu, ia bekerja sebagai ahli perawatan kulit sementara terus melamar pekerjaan korporat.

Pencariannya sangat kompetitif. “Orang-orang dengan lebih banyak pengalaman bersedia mengambil posisi level pemula karena mereka tidak menemukan apa pun,” katanya. Lelah oleh banyaknya penolakan dan lamaran yang tidak pernah direspons, ia belakangan lebih fokus pada bisnis perawatan kulitnya.

Kondisi Dunia dan Indonesia

Pasar kerja di berbagai negara diproyeksikan menghadapi tekanan pada 2026 seiring perusahaan semakin selektif dalam perekrutan, terutama untuk posisi level pemula. Business Insider melaporkan bahwa meskipun belanja modal—khususnya untuk teknologi dan kecerdasan buatan—terus meningkat, pertumbuhan lapangan kerja justru melambat, menciptakan tantangan bagi angkatan kerja baru yang akan lulus pada tahun tersebut .

Di Inggris, survei menunjukkan bahwa iklan lowongan pekerjaan terus menurun dan para pelaku usaha merasa lebih pesimistis terhadap prospek perekrutan dalam waktu dekat. Reuters menyoroti bahwa ketidakpastian ekonomi membuat perusahaan menunda ekspansi dan menahan perekrutan baru, terutama di sektor yang sensitif terhadap perlambatan permintaan .

Dalam kondisi seperti ini, para pencari kerja muda dan lulusan baru menjadi salah satu kelompok yang paling terdampak. Ketika perusahaan lebih memilih pekerja berpengalaman dan otomatisasi mengurangi kebutuhan akan posisi administratif awal, tingkat persaingan bagi lulusan baru kian meningkat. Situasi ini diperkirakan akan memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan pertama bagi sebagian lulusan.

Meskipun tekanan tersebut signifikan, gambaran global tidak hanya mencerminkan pesimisme. Reuters juga melaporkan bahwa tingkat pengangguran dunia diperkirakan tetap berada di dekat titik terendah dalam sejarah, yakni sekitar 5%. Namun, kelompok muda tetap menjadi kategori yang paling rentan menghadapi pengangguran struktural dan transisi akibat teknologi yang berkembang cepat.

Pasar kerja lulusan baru di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara lain menunjukkan tanda-tanda melemah, dan situasi ini menjadi sinyal penting bagi Indonesia. Ketidakpastian ekonomi global membuat banyak perusahaan lebih berhati-hati dalam rekrutmen, bahkan memprioritaskan tenaga kerja yang sudah berpengalaman dibanding lulusan baru. Jika tren ini menular ke Indonesia, mahasiswa tingkat akhir dapat menghadapi kompetisi yang semakin sengit saat memasuki dunia kerja.

Selain itu, percepatan adopsi kecerdasan buatan mulai menggantikan banyak tugas level pemula, terutama pekerjaan bersifat administratif, analitik dasar, hingga layanan pelanggan. Ini berarti lowongan yang dulu tersedia luas bagi lulusan baru bisa menyusut drastis. Tanpa keterampilan teknologi tambahan dan pengetahuan digital, lulusan baru Indonesia berisiko tidak lagi relevan dengan kebutuhan industri.

Meski begitu, peluang tetap muncul di sektor-sektor yang tengah berkembang di Indonesia, seperti kesehatan, pendidikan, manufaktur modern, energi terbarukan, dan UMKM digital. Transformasi industri dan dorongan pemerintah pada hilirisasi serta ekonomi hijau juga membuka ruang pekerjaan baru, namun membutuhkan keterampilan yang lebih spesifik dan kesiapan untuk belajar hal-hal baru secara cepat.

Karena itu, mahasiswa Indonesia tidak boleh mengandalkan ijazah saja. Pengalaman magang, portofolio proyek, kemampuan komunikasi, literasi data, dan pemahaman teknologi akan menjadi pembeda utama dalam persaingan pasar kerja 2025–2026. Semakin cepat lulusan baru meningkatkan kompetensi dan adaptabilitas, semakin besar peluang mereka untuk tetap unggul dalam ekonomi yang berubah cepat.

Pasar kerja 2026 secara global akan membentuk pola baru, lebih menantang bagi lulusan baru, tetapi tetap menyimpan peluang bagi mereka yang memiliki keterampilan yang sesuai dengan arah transformasi ekonomi. Mereka yang menguasai teknologi, analitik, pemecahan masalah, dan adaptif terhadap perubahan industri diperkirakan berada di barisan terdepan untuk memanfaatkan era baru pekerjaan tersebut.