Raksasa chip AI Nvidia resmi menggandeng Fanuc, produsen robot industri terbesar di dunia, untuk mempercepat lahirnya era baru yang disebut “physical AI”—kecerdasan buatan yang mampu berpikir dan bertindak langsung di dunia fisik. Tujuan besar dari kerja sama ini adalah menghadirkan robot pabrik yang bisa menjalankan tugas hanya dari instruksi suara manusia, tanpa pemrograman rumit seperti sistem robotik tradisional.
Sebagai pemain besar industri manufaktur, Fanuc selama ini mengandalkan robot-robot presisi tinggi untuk pengelasan, pengepakan, dan perakitan. Namun, robot konvensional bekerja dalam pola yang kaku; setiap perubahan kecil dalam proses produksi membutuhkan penyesuaian kode. Dengan hadirnya teknologi AI dari Nvidia, pendekatan tersebut mulai bergeser. Robot ke depan tidak lagi sekadar mengikuti skrip, melainkan mampu memahami niat manusia dan membaca situasi sekitarnya.
Nvidia membawa platform Nvidia Isaac, sebuah ekosistem AI untuk robotika yang memungkinkan robot “belajar” lebih cepat dan fleksibel. Salah satu elemen pentingnya adalah pelatihan berbasis simulasi. Alih-alih belajar langsung di pabrik yang penuh risiko, robot dapat berlatih di digital twin—lingkungan virtual yang meniru kondisi pabrik secara realistis.
Di dunia simulasi ini, robot bisa menghadapi ribuan skenario tanpa harus menyentuh mesin sungguhan. Misalnya, robot dapat mempraktikkan perakitan komponen elektronik yang sensitif, menentukan seberapa kuat harus menjepit komponen agar tidak pecah. Atau belajar navigasi di lantai produksi, menghitung rute paling aman sambil menghindari pekerja dan forklift yang bergerak. Mereka juga dapat berlatih inspeksi kualitas, mengenali cacat pada produk melalui ribuan contoh digital. Termasuk berlatih menghadapi situasi tak terduga—seperti objek yang tiba-tiba menghalangi jalur atau komponen yang posisinya miring. Robot dapat respons terhadap perubahan situasi. Misalnya, tiba-tiba ada objek baru di jalurnya, lampu pabrik berubah, atau komponen ditempatkan sedikit miring. Robot berlatih merespons berbagai kondisi tak terduga sehingga lebih adaptif saat bekerja. Semua ini membuat robot jauh lebih adaptif saat kemudian bekerja di dunia nyata.
Integrasi AI juga memungkinkan robot memahami perintah suara. Teknologi pemrosesan bahasa alami (NLP) memberi kemampuan bagi robot untuk mengartikan instruksi sederhana seperti, “ambil komponen itu,” atau “pindahkan paket ke rak B.” Fanuc kemudian menerjemahkan perintah tersebut menjadi gerakan presisi menggunakan sistem kontrol mekaniknya.
Teknologi “physical AI” ini hadir di tengah kebutuhan global akan otomasi yang lebih cerdas. Kekurangan tenaga kerja di sektor manufaktur, tekanan untuk meningkatkan efisiensi, dan tuntutan fleksibilitas membuat robot generasi baru ini sangat relevan. Jika kolaborasi Nvidia dan Fanuc berjalan mulus, masa depan pabrik akan dipenuhi robot yang bukan hanya efisien, tetapi juga intuitif, siap bekerja sebagai mitra manusia dalam ekosistem industri modern.

