UnitedHealth Group

UnitedHealth Hadapi Tekanan Biaya Kesehatan dan Proyeksi yang Meleset

(Business Lounge – Global News) UnitedHealth Group, raksasa layanan kesehatan terbesar di Amerika Serikat, kembali menunjukkan tanda-tanda tekanan serius dalam kinerjanya. Dalam laporan keuangannya baru-baru ini, perusahaan mengakui bahwa lonjakan biaya perawatan medis yang tidak terduga telah menggerus profitabilitas mereka, terutama dalam segmen bisnis Medicare Advantage. Kegagalan dalam memprediksi dan menyesuaikan harga terhadap tren biaya ini membuat UnitedHealth terpaksa merevisi proyeksi dan strategi untuk tahun 2025, seiring dengan meningkatnya tekanan dari regulator, rumah sakit, dan investor.

Menurut laporan The Wall Street Journal, manajemen UnitedHealth mengungkapkan bahwa mereka kurang memperhitungkan tingkat penggunaan layanan medis yang tinggi pasca-pandemi. Konsumen Medicare Advantage — program asuransi swasta yang dibiayai oleh pemerintah — semakin banyak menggunakan layanan rumah sakit, klinik spesialis, dan prosedur elektif yang sempat tertunda selama masa pandemi. Sementara tren tersebut telah terlihat sejak 2023, peningkatannya ternyata jauh lebih besar dan lebih persisten dari yang diperkirakan.

CEO UnitedHealth, Andrew Witty, menjelaskan bahwa kekeliruan dalam menetapkan premi untuk tahun 2025, berdasarkan data biaya 2023 dan awal 2024, menjadi faktor utama di balik melemahnya performa. “Kami menyusun harga berdasarkan ekspektasi yang konservatif, tetapi ternyata biaya medis tumbuh lebih agresif dari estimasi awal,” kata Witty dalam konferensi dengan analis keuangan.

UnitedHealth, yang dikenal sebagai perusahaan dengan integrasi vertikal antara asuransi dan layanan kesehatan, selama bertahun-tahun dianggap memiliki keunggulan struktural yang membuatnya lebih tangguh dibanding pesaingnya. Namun kini, struktur biaya yang melonjak membuat keunggulan tersebut tergerus. Unit bisnis utamanya, UnitedHealthcare, mengalami tekanan margin dari sisi underpricing polis dan meningkatnya klaim. Sementara itu, unit layanan medis Optum juga menghadapi beban operasional yang lebih tinggi akibat peningkatan jumlah pasien.

Sejumlah analis mengamati bahwa tren ini tidak hanya menimpa UnitedHealth. Sejumlah perusahaan asuransi kesehatan besar lainnya, termasuk Humana dan CVS Health (melalui Aetna), juga mulai melaporkan ketidaksesuaian antara pendapatan premi dan biaya layanan yang mereka tanggung. Namun, karena UnitedHealth merupakan pemain dominan dalam sektor Medicare Advantage, dampaknya terasa lebih besar secara sistemik.

Dalam laporan yang dikutip Bloomberg, UnitedHealth mencatat bahwa perhitungan premi tahun 2025 tidak akan cukup untuk menutupi lonjakan biaya medis saat ini, dan perusahaan tidak dapat menaikkan tarif secara signifikan hingga musim penetapan tarif berikutnya. Hal ini membuat tahun depan berpotensi menjadi masa yang sulit dalam menjaga profitabilitas dan menjaga harga saham tetap stabil.

Sebagai respons, manajemen UnitedHealth menyatakan akan fokus pada efisiensi biaya internal dan penguatan unit Optum, yang selama ini berfungsi sebagai penyeimbang pendapatan dari lini asuransi. Meski demikian, beberapa pengamat pasar mengkhawatirkan bahwa tekanan akan tetap besar hingga perusahaan mampu menetapkan tarif premi baru yang lebih sesuai dengan realitas biaya.

Di sisi lain, regulator federal juga mulai meningkatkan pengawasan terhadap praktik bisnis Medicare Advantage, khususnya terkait validitas klaim, akurasi data risiko pasien, dan transparansi dalam jaringan penyedia layanan. UnitedHealth sebelumnya juga menghadapi investigasi dari Departemen Kehakiman terkait metode pengumpulan dan pelaporan data risiko yang menentukan besar kecilnya subsidi dari pemerintah. Kompleksitas regulasi ini turut menambah ketidakpastian dalam operasional mereka.

Investor pun mulai merespons dengan lebih hati-hati. Harga saham UnitedHealth turun hampir 10% sejak awal kuartal kedua 2025, meskipun dalam jangka panjang saham ini tetap menjadi favorit banyak manajer dana institusi karena skalanya yang masif dan diversifikasi bisnis yang luas. Namun, seperti ditulis oleh Reuters, beberapa analis memperingatkan bahwa valuasi tinggi yang disematkan pada UnitedHealth dalam beberapa tahun terakhir kini mulai menghadapi risiko koreksi jika pertumbuhan laba tidak kembali normal dalam waktu dekat.

Para eksekutif juga mencoba mengalihkan fokus pasar kepada prospek jangka panjang. UnitedHealth tetap optimistis bahwa transformasi digital dalam layanan kesehatan, termasuk penggunaan kecerdasan buatan untuk manajemen klaim dan prediksi kebutuhan pasien, akan menciptakan efisiensi signifikan di masa mendatang. Namun hal ini memerlukan waktu dan investasi tambahan, sementara pasar menuntut hasil yang lebih cepat.

Financial Times mencatat bahwa situasi yang dialami UnitedHealth mencerminkan perubahan besar dalam pola konsumsi layanan kesehatan di Amerika Serikat. Pasien semakin sadar akan hak dan manfaat asuransi mereka, serta mulai mengejar perawatan tertunda akibat pandemi. Ini menciptakan tantangan baru bagi penyedia asuransi yang selama bertahun-tahun menikmati stabilitas dari premi tetap dan pemanfaatan layanan yang rendah.

Dalam jangka pendek, langkah-langkah pemangkasan biaya dan efisiensi operasional akan menjadi fokus utama perusahaan. Namun, jika tekanan biaya terus berlanjut hingga akhir 2025 tanpa adanya penyesuaian tarif premi yang memadai, maka UnitedHealth bisa menghadapi penurunan profitabilitas yang lebih dalam dan berkelanjutan.

Dinamika ini juga dapat mendorong restrukturisasi portofolio produk asuransi, dengan kemungkinan perusahaan akan mengalihkan fokus dari segmen yang margin-nya semakin tipis ke area lain yang lebih menguntungkan, seperti layanan teknologi kesehatan atau manajemen populasi pasien melalui Optum Insight.

Sejauh ini, pasar masih memberikan kepercayaan kepada UnitedHealth sebagai perusahaan yang mampu beradaptasi dengan cepat. Namun tekanan biaya yang tidak terprediksi ini menunjukkan bahwa bahkan pemain dominan sekalipun tidak kebal terhadap volatilitas dalam ekosistem kesehatan yang semakin kompleks.