Europe on Screen 2025: Dua Dekade Lebih Menjembatani Budaya Lewat Film

(Business Lounge Journal – Event)

Tahun 2025 menandai tonggak penting dalam sejarah pertukaran budaya antara Indonesia dan Eropa. Festival film tahunan yang diinisiasi oleh Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Europe on Screen (EoS), resmi memasuki edisi ke-25. Bukan sekadar perayaan rutin, edisi tahun ini menjadi momen istimewa: usia perak festival film asing tertua dan terpanjang di Indonesia. Diselenggarakan pada 13–22 Juni 2025 di tujuh kota besar – Jakarta, Bandung, Denpasar, Medan, Surabaya, Sidoarjo, dan Yogyakarta – EoS 2025 menghadirkan total 55 film dari 27 negara Eropa, serta program-program pendukung yang menegaskan komitmen festival ini terhadap inklusi, keberagaman, dan pertukaran budaya lintas benua.

Europe on Screen edisi ke-25 adalah tonggak penting – tidak hanya untuk Uni Eropa dan Negara-negara Anggotanya, tetapi juga bagi hubungan Uni Eropa dengan Indonesia,” ujar Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, H.E. Denis Chaibi, dalam konferensi pers pembukaan. “Kami bangga dapat menghadirkan film-film pilihan yang merayakan narasi Eropa yang beragam sekaligus menjembatani hubungan sektor film Eropa dan Indonesia sehingga semakin kuat.

Sinema yang Lebih Inklusif dan Berani

Yang membedakan EoS 2025 dari edisi-edisi sebelumnya adalah keberanian festival ini dalam memberikan panggung pada suara-suara yang selama ini kurang terwakili. Dari 55 film yang diputar, lebih dari setengahnya disutradarai oleh perempuan – banyak di antaranya adalah debut film panjang dari para sineas muda.

Tahun ini, EoS memberi platform yang dinamis bagi sineas perempuan,” kata Meninaputri Wismurti, Ko-Direktur Festival. “Ini mencerminkan dinamika sinema Eropa yang semakin beragam, dan menjadikan festival ini ruang bagi representasi penting dalam industri film global.

“From Locarno to Venice”: Jejak Indonesia di Festival Film Dunia

Sebagai bagian dari selebrasi edisi perak, EoS 2025 menampilkan program retrospektif bertajuk “From Locarno to Venice”, menayangkan lima film pendek Indonesia yang pernah tayang perdana atau bahkan menang di dua festival film Eropa paling bergengsi: Locarno dan Venice.

Dari Maryam (Sidi Saleh) dan Kado (Aditya Ahmad) yang meraih penghargaan Best Short Film di Venice, hingga Dear to Me (Monika Vanesa Tedja), film pendek yang mempertemukan sutradaranya dengan komunitas global di Locarno. Program ini menjadi bukti bahwa sinema Indonesia semakin diperhitungkan di kancah internasional.

Short Film Pitching Project: Melahirkan Generasi Sineas Baru

Komitmen EoS terhadap perkembangan industri film lokal juga terlihat dalam penyelenggaraan tahunan Short Film Pitching Project (SFPP), kompetisi pendanaan untuk proyek film pendek. Tahun ini, antusiasme melonjak: 373 proposal masuk – naik 86% dari tahun lalu. Lebih dari 20% berasal dari luar Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa program SFPP mulai mendapat pengakuan global sebagai platform penting bagi pembuat film pemula,” kata Nauval Yazid, Ko-Direktur Festival. “Kami melihat semangat berkarya yang semakin matang dan kompetitif dari sineas Indonesia.

Sepuluh finalis SFPP 2025 berasal dari berbagai kota di Indonesia, dari Jayapura hingga Sumedang, dan menampilkan tema yang beragam – dari drama keluarga, isu spiritualitas, hingga petualangan absurd anak muda.

Perayaan Edisi Perak: Lokasi Baru, Semangat Baru

Sebagai bagian dari perayaan 25 tahun, EoS memperkenalkan sejumlah inisiatif baru:

  • Pemutaran film di lokasi baru: Grand Sahid Jaya Hotel Jakarta dan Universitas Airlangga Surabaya.
  • Malam pembukaan di bioskop: Setelah pandemi, ini adalah pertama kalinya perayaan kembali digelar dalam format layar lebar.
  • Program pra-festival “Road to EoS 2025”: Termasuk Instagram Live dengan pelaku industri film dan pemutaran film di universitas dan pusat kebudayaan.

Program ini bukan hanya menghidupkan diskusi seputar perfilman, tapi juga memperluas akses dan jangkauan penonton EoS ke generasi baru penikmat film.

Gratis dan Terbuka untuk Semua

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, seluruh rangkaian pemutaran film EoS 2025 bersifat gratis dan terbuka untuk umum. Pendekatan ini tidak hanya menjadikan EoS inklusif secara ekonomi, tetapi juga membuka peluang pertukaran budaya yang luas antara masyarakat Indonesia dan Eropa.

Europe on Screen 2025 bukan hanya sebuah festival film, tetapi sebuah perayaan lintas budaya yang telah membentuk ekosistem sinema alternatif di Indonesia selama dua dekade lebih. Di tengah maraknya platform digital dan dominasi film blockbuster, EoS tetap hadir sebagai ruang bagi suara baru, perspektif segar, dan dialog lintas batas. Kini di usia ke-25, semangat itu justru semakin terang dan relevan.