Revolut Mantapkan Langkah di Eropa Kontinental

(Business Lounge – Global News) Dalam salah satu ekspansi paling ambisiusnya sejauh ini, Revolut mengumumkan rencana investasi sebesar $1,1 miliar di Prancis, menandai komitmen jangka panjang perusahaan teknologi finansial ini untuk memperkuat kehadirannya di Eropa daratan. Langkah ini mencakup pengajuan izin bank penuh di bawah otoritas keuangan Prancis, yang menjadi pintu masuk bagi Revolut untuk beroperasi secara lebih luas dan mandiri di pasar Uni Eropa.

Menurut laporan eksklusif yang diterbitkan oleh Financial Times, Revolut memutuskan untuk menjadikan Prancis sebagai pusat ekspansi utama mereka setelah menimbang sejumlah faktor strategis, termasuk ukuran pasar, literasi digital yang tinggi, serta sikap regulator yang lebih progresif dibandingkan beberapa negara anggota lainnya. CEO Revolut, Nik Storonsky, menyatakan bahwa “Eropa adalah rumah kami yang sebenarnya—dan Prancis akan menjadi landasan peluncuran baru kami.”

Saat ini, sekitar 75% dari 55 juta pengguna global Revolut berada di Eropa kontinental. Angka tersebut menunjukkan seberapa dominannya wilayah ini bagi bisnis Revolut. Oleh karena itu, menurut Bloomberg, perusahaan berupaya memperkuat akar mereka di tengah persaingan fintech yang semakin ketat, serta upaya regulator Eropa untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan teknologi keuangan asing.

Langkah mengajukan izin bank penuh di Prancis menjadi penanda penting. Izin ini memungkinkan Revolut mengelola simpanan nasabah, menawarkan pinjaman pribadi dan hipotek, serta memberikan layanan keuangan yang lebih kompleks tanpa perlu bergantung pada pihak ketiga atau bank mitra. Saat ini, Revolut beroperasi di Uni Eropa lewat lisensi perbankan Lituania, namun pengawasan terhadap lisensi tersebut semakin diperketat setelah beberapa insiden audit dan kekhawatiran atas tata kelola internal.

Seperti dijelaskan oleh Reuters, rencana perizinan di Prancis adalah bagian dari upaya Revolut untuk meraih legitimasi yang lebih besar dan mengurangi ketergantungan pada rezim perizinan lintas-negara yang dinilai semakin kompleks sejak Brexit. Setelah Inggris resmi keluar dari Uni Eropa, Revolut—yang bermarkas di London—menghadapi tantangan administratif dan hukum untuk terus beroperasi di wilayah UE. Investasi besar di Prancis dilihat sebagai cara untuk mengatasi hambatan tersebut secara struktural.

Revolut juga berencana membuka pusat teknologi dan operasional baru di Paris, dengan target merekrut sekitar 1.000 karyawan tambahan selama lima tahun ke depan. Hal ini mencerminkan pergeseran penting dalam strategi perusahaan yang selama ini mengandalkan sumber daya manusia di Inggris, Lithuania, dan India. Dalam wawancara dengan CNBC, manajemen Revolut menyebut keputusan ini sebagai “pernyataan jangka panjang” bahwa mereka melihat Prancis sebagai “tulang punggung masa depan digital banking di Eropa.”

Dari perspektif makro, langkah Revolut juga mencerminkan meningkatnya daya tarik Prancis sebagai pusat keuangan dan teknologi setelah Brexit. Presiden Emmanuel Macron secara aktif mendorong visi “La French Tech” dan menarik perusahaan teknologi besar lewat insentif fiskal, penyederhanaan birokrasi, dan dukungan ekosistem startup. Menurut The Wall Street Journal, Revolut bukan satu-satunya unicorn yang memperluas operasinya di Prancis dalam beberapa tahun terakhir; Amazon Web Services, Google Cloud, dan Stripe juga telah mengumumkan investasi besar di negara tersebut.

Bagi Revolut, memiliki basis operasional dan hukum yang kuat di Eropa sangat penting karena ekspansi bisnis mereka kini semakin menyentuh area sensitif seperti kredit konsumen, pinjaman usaha kecil, asuransi, hingga produk investasi berbasis AI. Semua layanan ini menuntut pengawasan ketat dan kepercayaan tinggi dari publik, yang hanya bisa dicapai dengan dukungan perizinan penuh dan lokal.

Namun ekspansi ini datang dengan risiko yang tidak kecil. Menurut pengamat fintech dari The Economist, Revolut hingga kini belum sepenuhnya memuaskan regulator di Inggris dan Lituania terkait transparansi keuangan dan tata kelola internal. Akun keuangan 2022 mereka, misalnya, baru dipublikasikan dengan penundaan dan audit eksternal menyebut beberapa kelemahan dalam sistem akuntansi. Maka, langkah untuk mengajukan izin bank di Prancis akan menghadapi ujian serius dari regulator lokal yang dikenal berhati-hati, terutama terhadap perusahaan asing yang mengusung model bisnis “hypergrowth”.

Meski demikian, optimisme tetap tinggi. Otoritas Jasa Keuangan Prancis (ACPR) dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan sikap terbuka terhadap perusahaan teknologi yang bersedia mematuhi standar lokal. Dalam laporan analitik dari S&P Global Market Intelligence, disebutkan bahwa Prancis memiliki salah satu proses perizinan bank paling komprehensif di Eropa, namun juga paling transparan, sehingga dapat mempercepat kredibilitas Revolut jika proses ini berjalan lancar.

Dari sisi bisnis, Revolut berupaya memonetisasi basis pengguna Eropa dengan meningkatkan rasio pengguna gratis yang beralih menjadi pelanggan berbayar lewat paket Premium dan Metal. Strategi ini telah berhasil di Inggris dan Jerman, dan perusahaan berharap pendekatan serupa akan berhasil di Prancis dan negara tetangga seperti Spanyol dan Italia. Menurut data internal yang dikutip oleh TechCrunch, pengguna yang berlangganan paket berbayar menunjukkan peningkatan retensi sebesar 30% dan kontribusi laba yang lebih besar dibandingkan pengguna biasa.

Investasi $1,1 miliar tersebut juga akan digunakan untuk memperluas kemitraan lokal dengan merchant dan penyedia layanan keuangan Prancis, termasuk jaringan ATM, penyedia pembayaran, dan platform point-of-sale. Hal ini bertujuan menjadikan Revolut lebih terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari konsumen Prancis. Sebuah survei oleh Deloitte France menunjukkan bahwa adopsi fintech di kalangan generasi muda Prancis meningkat signifikan pasca-pandemi, dengan lebih dari 60% anak muda menggunakan aplikasi pembayaran digital dan dompet elektronik secara reguler.

Kehadiran Revolut juga bisa memicu persaingan baru dengan bank-bank tradisional Prancis seperti BNP Paribas dan Crédit Agricole, yang selama ini mendominasi sektor keuangan ritel. Namun berbeda dari pendekatan agresif sebelumnya, Revolut kini tampaknya mengadopsi strategi yang lebih “bersahabat” dengan regulator dan pemain lama. Dalam pernyataan kepada Les Echos, perusahaan menegaskan bahwa mereka “tidak datang untuk menggantikan bank, tetapi untuk menjadi pilihan tambahan yang lebih fleksibel, digital, dan hemat biaya.”

Ekspansi Revolut di Prancis juga berpotensi memberikan sinyal strategis bagi ekspansi mereka di negara-negara lain yang memiliki hubungan kuat dengan Prancis, seperti Belgia, Swiss, dan negara-negara Afrika berbahasa Prancis. Beberapa analis menyebut bahwa Revolut tengah mempersiapkan model operasi “Prancis-plus” sebagai kerangka kerja baru untuk wilayah berbahasa Prancis secara global. Ini akan memberi Revolut keunggulan dalam menjangkau pasar yang secara budaya dan regulasi memiliki kesamaan, sekaligus mengurangi risiko yang terkait dengan ekspansi ke pasar yang benar-benar baru dan tidak dikenal.

Jika berhasil mengamankan izin bank di Prancis dan menjalankan operasinya dengan baik, Revolut dapat mengubah peta kompetisi digital banking di Eropa dalam beberapa tahun ke depan. Model bisnis yang serba digital, tanpa cabang fisik, dengan fokus pada kecepatan, personalisasi, dan biaya rendah, bisa menjadi norma baru. Apalagi dengan rencana integrasi AI untuk manajemen keuangan pribadi dan pengawasan pengeluaran, Revolut berpotensi menjadi pionir bank generasi berikutnya.

Namun semua itu akan bergantung pada kemampuan mereka membangun kepercayaan. Industri keuangan sangat sensitif terhadap persepsi risiko dan kredibilitas. Jika Revolut gagal meyakinkan regulator Prancis, atau jika ada insiden pelanggaran data atau gangguan layanan, seluruh strategi ekspansi ini bisa terguncang. Oleh karena itu, $1,1 miliar yang mereka tanamkan bukan hanya modal bisnis—tapi juga investasi reputasi, legitimasi, dan masa depan.