(Business Lounge – Health) Dalam masyarakat modern yang dibanjiri iklan suplemen anti-aging, prosedur medis canggih, dan program-program kebugaran mahal, muncul satu kelompok kecil manusia yang justru menentang arus besar tersebut. Mereka disebut “super agers”—orang-orang berusia 80 tahun ke atas yang tetap aktif, sehat, dan tajam secara mental seperti mereka yang berusia 50-an. Yang mengejutkan, sebagian besar dari mereka tidak bergantung pada teknologi atau terapi mahal untuk mencapainya. Mereka menjalani hidup yang tampaknya biasa: makan makanan rumahan, berjalan kaki, dan tetap aktif dalam komunitas.
Pada 2008, tim ilmuwan dari Scripps Research Institute di San Diego memulai sebuah studi terhadap kelompok yang mereka sebut “Wellderly”—gabungan dari kata well dan elderly. Mereka merekrut 1.400 orang berusia 80 tahun ke atas yang tidak memiliki riwayat diabetes, penyakit jantung, kanker, atau gangguan neurodegeneratif. Tujuan utamanya adalah mengungkap rahasia biologis dan gaya hidup yang memungkinkan mereka tetap bugar di usia tua. Penelitian ini menjadi salah satu tonggak penting dalam upaya memahami penuaan sehat di luar batas normal populasi umum.
Dipimpin oleh ahli jantung Eric Topol, tim peneliti berharap dapat menemukan faktor genetik yang berperan dalam penuaan sehat. Namun hasilnya tak seperti yang mereka duga. DNA para Wellderly ternyata tidak menyimpan banyak keistimewaan genetik yang menonjol. Yang justru mencolok adalah kebiasaan hidup mereka. Jika dibandingkan dengan teman sebayanya, kelompok bebas penyakit ini cenderung bertubuh lebih ramping, lebih rajin berolahraga, dan menunjukkan sikap hidup yang sangat optimis. Banyak dari mereka juga memiliki kehidupan sosial yang aktif dan menyenangkan. Temuan inilah yang mendorong Dr. Topol dan rekan-rekannya untuk memperluas cara pandang terhadap dua hal penting dalam studi penuaan: longevity—panjang usia, dan healthspan—panjangnya masa hidup sehat.
Lewat bukunya yang baru berjudul Super Agers, Dr. Topol membagikan hasil eksplorasi intelektualnya tentang bagaimana manusia bisa mencapai usia lanjut tanpa terjebak dalam derita penyakit kronis. Selama beberapa tahun terakhir, Dr. Topol juga dikenal sebagai kurator berita-berita ilmiah, menelusuri publikasi medis terbaru dan membagikan sorotan penting lewat blog dan podcast-nya, Ground Truths. Kini, perhatian kritisnya diarahkan sepenuhnya pada ilmu penuaan.
“Tak ada yang melebihi olahraga teratur dalam mempromosikan penuaan sehat,” tulis Dr. Topol. Ia menyebut olahraga sebagai “intervensi medis paling efektif yang kita kenal.” Jika suatu hari ditemukan obat yang mampu memberikan manfaat kesehatan seperti olahraga, katanya, “obat itu akan dianggap sebagai terobosan ajaib.” Kabar baiknya, tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai. Lihat saja kisah Richard Morgan, seorang pria Irlandia yang kini berusia 90-an. Ia baru mulai rutin berolahraga di usia 70-an, ketika pertama kali menggunakan mesin dayung di gudang belakang rumahnya. Sejak itu, Mr. Morgan telah memenangkan empat kejuaraan dunia untuk dayung dalam ruangan (indoor rowing).
Laporan dari The Wall Street Journal, Harvard Health, dan The Lancet menunjukkan bahwa faktor-faktor yang paling kuat dalam memperpanjang usia bukanlah rahasia baru atau revolusioner. Sebaliknya, mereka terdiri dari elemen-elemen mendasar: pola makan seimbang, aktivitas fisik teratur, tidur cukup, hubungan sosial yang kuat, dan tujuan hidup. Hal ini juga diperkuat oleh studi National Institute on Aging yang menyebut bahwa kualitas hidup di usia tua tidak hanya ditentukan oleh genetika, tetapi sangat dipengaruhi oleh gaya hidup sehari-hari.
Dalam sebuah penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh tim dari Northwestern University, para peneliti menemukan bahwa super agers memiliki bagian tertentu dalam otak mereka—terutama korteks anterior cingulate—yang lebih tebal dibandingkan rata-rata lansia lainnya. Bagian ini terkait dengan fungsi atensi dan memori. Namun, penelitian juga menekankan bahwa perbedaan struktur otak ini tidak sepenuhnya terjadi secara alami; melainkan merupakan hasil dari penggunaan aktif otak dalam jangka panjang. Membaca, bermain alat musik, menyelesaikan teka-teki, dan terus belajar hal-hal baru menjadi bagian dari kebiasaan harian mereka.
Salah satu contoh nyata datang dari Okinawa, Jepang, sebuah wilayah yang dikenal memiliki konsentrasi tertinggi centenarian—orang yang berusia lebih dari 100 tahun—di dunia. Warga Okinawa rata-rata memiliki pola makan rendah kalori, tinggi serat, kaya antioksidan, dan berbasis nabati. Mereka juga memiliki konsep ikigai, yaitu filosofi hidup yang memberi mereka alasan untuk bangun setiap pagi. Ini bisa berupa merawat taman kecil, bermain dengan cucu, atau membuat kerajinan tangan.
Di Sardinia, Italia, pria-pria lansia berjalan kaki berjam-jam setiap hari, menyusuri perbukitan dan ladang untuk merawat ternak atau sekadar bertemu tetangga. Kebiasaan ini bukan semata olahraga, tetapi bagian dari kehidupan sosial. Mereka juga mengonsumsi anggur merah dalam jumlah sedang dan tetap aktif secara intelektual dengan berdiskusi bersama komunitas.
Berbeda dengan persepsi umum yang sering menyamakan umur panjang dengan pengorbanan besar atau biaya tinggi, super agers membuktikan bahwa gaya hidup yang biasa—namun dijalani secara konsisten—mampu memberikan hasil luar biasa. Diet seimbang yang kaya sayur, buah, ikan, dan biji-bijian serta rendah gula dan lemak jenuh, menjadi fondasi penting. Di kawasan Blue Zones—wilayah dengan angka harapan hidup tinggi seperti Nicoya (Kosta Rika), Ikaria (Yunani), dan Loma Linda (California)—pola makan mereka sangat sederhana, namun penuh nutrisi.
Dalam wawancara dengan BBC Health, Dr. Luigi Ferrucci dari National Institute on Aging menyatakan bahwa “umur panjang lebih ditentukan oleh rutinitas kecil yang kita lakukan setiap hari dibandingkan oleh satu keputusan besar.” Ia menekankan bahwa berjalan kaki 30 menit sehari, mengurangi konsumsi makanan olahan, dan tetap bersosialisasi adalah strategi yang lebih efektif dibandingkan suplemen mahal.
Di Indonesia sendiri, beberapa lansia menunjukkan pola serupa. Di daerah pedesaan Jawa atau Bali, tidak jarang ditemukan orang berusia 90-an yang masih mampu bertani, menghadiri arisan, atau sekadar berjalan kaki ke warung. Mereka makan makanan lokal tanpa bahan pengawet, seperti sayur asem, pepes ikan, atau tempe, serta tidur lebih awal dan bangun pagi. Mereka juga hidup dalam keluarga besar, di mana hubungan antar generasi tetap terjaga.
Kesehatan mental juga menjadi komponen penting. Menurut jurnal Psychology and Aging, orang tua yang memiliki hubungan sosial yang kuat lebih kecil kemungkinannya mengalami demensia atau depresi. Aktivitas seperti berbagi cerita, berorganisasi di komunitas, atau mengasuh cucu bukan hanya memperkuat hubungan emosional, tetapi juga merangsang otak.
Bahkan dalam konteks urban, beberapa lansia berhasil mempertahankan kualitas hidup tinggi dengan cara-cara yang terjangkau. Seorang pensiunan guru di Jakarta, misalnya, memilih bergabung dengan komunitas membaca, ikut senam pagi di taman kota, dan menjadi relawan pengajar di sekolah informal. Tanpa akses ke suplemen mewah atau klinik anti-aging, ia tetap aktif, ceria, dan sehat.
Salah satu benang merah dari semua kisah super agers ini adalah kontinuitas. Mereka tidak melakukan perubahan ekstrem, tetapi justru mempertahankan gaya hidup sehat secara konsisten selama puluhan tahun. Kebiasaan kecil seperti makan malam sebelum pukul 7 malam, tidak merokok, tidur cukup, dan berbicara dengan tetangga setiap hari membentuk fondasi umur panjang.
Tren ini mulai memengaruhi pola pikir generasi muda. Alih-alih mengejar kebugaran instan atau detoks radikal, semakin banyak orang yang memilih gaya hidup holistik yang lebih berkelanjutan. Komunitas urban farming, yoga bersama, komunitas bersepeda, dan masak sehat di rumah menjadi alternatif gaya hidup baru yang tak hanya ramah kantong, tapi juga ramah tubuh.
Sains modern mendukung bahwa tidak ada satu formula ajaib untuk hidup panjang. Namun bila kita merujuk pada para super agers, kuncinya ada pada keseimbangan, konsistensi, dan kesederhanaan. Kita tidak perlu menunggu usia tua untuk menerapkannya. Kebiasaan yang ditanam sejak muda akan memberikan hasil jangka panjang yang luar biasa.
Seperti kata pepatah Jepang, “Hidup yang baik adalah seni yang halus.” Dan super agers membuktikan bahwa seni itu bisa dimulai dari langkah sederhana: berjalan kaki, makan dengan syukur, dan tetap terhubung dengan sesama. Dalam dunia yang serba cepat dan kompleks, barangkali hidup luar biasa justru datang dari kesederhanaan yang dijalani dengan tekun.