(Business Lounge – Automotive) Stellantis, produsen otomotif di balik merek-merek seperti Jeep, Ram, Chrysler, dan Dodge, melaporkan penurunan pengiriman global sebesar 9% pada kuartal pertama tahun 2025. Penurunan ini sebagian besar dipicu oleh melemahnya produksi di Amerika Utara, sebagaimana dilaporkan oleh Bloomberg dan Reuters. Langkah perusahaan memperpanjang masa penghentian produksi selama musim liburan di berbagai pabriknya di wilayah tersebut pada Januari menjadi salah satu penyebab utama tersendatnya pengiriman.
Dalam laporan resmi kuartalan yang dirilis pada Kamis pagi waktu Eropa, Stellantis mencatatkan total pengiriman sebanyak 1,34 juta unit kendaraan, turun dari sekitar 1,47 juta unit pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini terasa signifikan terutama pada segmen kendaraan yang selama ini menjadi tulang punggung perusahaan di pasar Amerika Utara—terutama truk pickup Ram dan SUV Jeep—yang menghadapi tekanan permintaan serta penyesuaian produksi.
Menurut pernyataan resmi perusahaan yang dikutip oleh The Wall Street Journal, sejumlah pabrik di wilayah Amerika Utara, termasuk di Michigan dan Ohio, mengalami penghentian produksi lebih lama dari biasanya pada awal tahun ini. Penutupan sementara tersebut diklaim sebagai bagian dari penyesuaian inventaris dan langkah efisiensi, di tengah perlambatan permintaan konsumen dan meningkatnya biaya produksi.
Faktor lain yang memengaruhi adalah tren pengetatan anggaran rumah tangga di AS. Inflasi yang masih tinggi, suku bunga pinjaman kendaraan yang tetap pada level tertinggi dalam lebih dari dua dekade, serta ketidakpastian ekonomi menjelang pemilu presiden AS, membuat banyak konsumen menunda keputusan pembelian kendaraan baru. CNBC menambahkan bahwa daya beli untuk kendaraan dengan harga di atas $50.000—segmen utama Ram dan Jeep—telah mengalami penurunan dalam dua kuartal terakhir.
Di sisi lain, Stellantis masih mempertahankan momentum di kawasan Eropa dan Amerika Latin, di mana pengiriman kendaraan tetap stabil. Perusahaan juga mencatat adanya peningkatan minat terhadap model-model kompak dan kendaraan listrik ringan, terutama di Prancis, Italia, dan Brasil. Namun, performa kuat di wilayah tersebut belum mampu menutupi perlambatan dari pasar terbesar mereka di Amerika Utara.
Kepada investor, Stellantis menyatakan bahwa perusahaan akan menyesuaikan kembali kapasitas produksinya untuk mencerminkan realitas pasar. Dalam earnings call yang dikutip oleh Financial Times, CFO Natalie Knight mengatakan bahwa “fokus perusahaan adalah menjaga margin keuntungan melalui kontrol biaya dan alokasi modal yang ketat, terutama pada proyek elektrifikasi yang lebih selektif dan modular.”
Stellantis saat ini tengah menjalani transformasi besar menuju elektrifikasi. Meskipun perusahaan belum sepenuhnya meninggalkan mesin pembakaran internal, sejumlah pabrik di Amerika Utara telah mulai dikonversi untuk memproduksi kendaraan listrik berdasarkan platform STLA milik perusahaan. Namun, tantangan logistik, keterlambatan pasokan baterai, serta biaya bahan baku yang masih tinggi memperlambat peluncuran beberapa model EV unggulan, termasuk versi listrik dari Ram 1500 REV dan Dodge Charger Daytona.
Analis dari Morgan Stanley dalam laporan pasca-rapat kuartalan mencatat bahwa meskipun hasil pengiriman menunjukkan tekanan jangka pendek, strategi jangka panjang Stellantis tetap menjanjikan, terutama dengan pendekatan konservatif terhadap pengeluaran modal dan diversifikasi geografis. Namun mereka juga memperingatkan bahwa “tahun 2025 akan menjadi ujian penting bagi transisi Stellantis, terutama jika permintaan EV tetap datar.”
Bagi pasar tenaga kerja, keputusan memperpanjang penutupan pabrik dan memperlambat produksi menimbulkan kekhawatiran. Beberapa serikat pekerja di Kanada dan AS menyatakan keprihatinannya terhadap keamanan kerja, khususnya setelah serangkaian perundingan kontrak tahun lalu yang berujung pada kenaikan upah dan jaminan kerja lima tahun. Jika pengurangan produksi terus berlanjut hingga musim panas, bukan tidak mungkin Stellantis akan menghadapi gelombang negosiasi ulang atau bahkan potensi mogok kerja.
Meski begitu, CEO Carlos Tavares tetap menegaskan optimisme terhadap masa depan perusahaan. Dalam pernyataannya kepada media Eropa, ia menyebut bahwa “penyesuaian ini adalah bagian dari disiplin manajemen untuk memastikan kita tetap tangguh dalam menghadapi pasar yang berubah dengan cepat.” Ia juga menambahkan bahwa Stellantis tidak segan menunda atau membatalkan proyek yang tidak lagi sejalan dengan realitas permintaan konsumen global.
Stellantis juga tengah mempersiapkan peluncuran beberapa model penting yang dijadwalkan keluar pada paruh kedua tahun ini, termasuk Jeep Recon EV dan Fiat Panda listrik generasi baru. Perusahaan berharap bahwa model-model ini dapat merebut kembali momentum penjualan di tengah persaingan ketat dari produsen seperti Tesla, Hyundai, dan perusahaan-perusahaan Tiongkok yang terus memperluas pasar internasionalnya.
Dalam lanskap otomotif global yang sedang berubah cepat, performa kuartal pertama Stellantis memperlihatkan betapa kompleksnya transisi menuju kendaraan listrik bagi produsen besar yang sebelumnya sangat bergantung pada penjualan truk dan SUV berbasis mesin bensin. Sementara beberapa investor masih yakin dengan arah jangka panjang perusahaan, kuartal-kuartal mendatang akan menjadi penentu keberhasilan strategi transformasi Stellantis.