(Business Lounge Journal – Global News)
Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap benzodiazepin, banyak pasien yang mencoba berhenti dari konsumsi Xanax mengalami kecemasan ekstrem, kehilangan ingatan, dan rasa sakit fisik yang intens. Fenomena ini telah menarik perhatian komunitas medis dan masyarakat luas, karena semakin banyak laporan tentang efek samping serius dari obat yang sering kali diresepkan untuk mengatasi gangguan kecemasan ini.
Dikutip dari laporan The Wall Street Journal, kasus Dana Bare adalah salah satu contoh nyata dari dampak berkepanjangan Xanax. Dua tahun setelah mulai mengonsumsi Xanax, ia mengalami serangan panik yang lebih parah dari sebelumnya. Ingatannya mulai memudar, dan ia bahkan harus diajari kembali cara membuat sandwich oleh suaminya. Berbagai spesialis dan dokter yang menanganinya sempat menduga ia mengalami gangguan mental atau bahkan kanker, tetapi tidak ada yang mengetahui penyebab sebenarnya selain meningkatkan dosis Xanax-nya hingga 2 miligram per hari.
Menurut laporan dari The Guardian, Xanax dan obat-obatan benzodiazepin lainnya telah menjadi pilihan utama untuk menangani kecemasan di Amerika Serikat sejak dekade 1980-an. Namun, banyak pasien yang tidak menyadari bahwa ketergantungan terhadap obat ini dapat menyebabkan gejala putus obat yang lebih buruk daripada gangguan kecemasan awal mereka. Para ahli memperingatkan bahwa penghentian mendadak dari konsumsi benzodiazepin dapat menyebabkan serangan panik parah, insomnia, kejang, dan bahkan kondisi yang mengancam jiwa.
The New York Times melaporkan bahwa konsumsi Xanax meningkat pesat dalam dua dekade terakhir, terutama di kalangan generasi muda yang mencari solusi cepat untuk kecemasan dan stres sehari-hari. Obat ini sering kali diresepkan dengan mudah oleh dokter tanpa panduan jelas mengenai potensi risikonya. Beberapa pasien mengaku bahwa mereka merasa lebih buruk setelah mencoba berhenti mengonsumsi obat ini, yang membuat mereka kembali ke pola konsumsi yang tidak sehat.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh National Institute on Drug Abuse, banyak pasien yang mengalami efek samping berat setelah penggunaan jangka panjang Xanax. Studi menunjukkan bahwa benzodiazepin dapat menyebabkan perubahan struktur otak, memengaruhi fungsi memori dan respons terhadap stres. Pasien yang telah menggunakan Xanax selama bertahun-tahun sering mengalami kesulitan dalam mengembalikan keseimbangan mental mereka, bahkan setelah berhenti mengonsumsi obat tersebut.
Financial Times melaporkan bahwa meningkatnya kecanduan Xanax di Amerika Serikat juga diperburuk oleh tren media sosial, di mana penggunaan obat ini sering kali dianggap sebagai cara instan untuk mengatasi kecemasan. Video dan unggahan yang menampilkan penggunaan Xanax secara bebas dapat memperkuat persepsi keliru bahwa obat ini aman dan tidak menimbulkan risiko jangka panjang. Hal ini memicu peningkatan konsumsi di kalangan remaja dan dewasa muda yang belum sepenuhnya memahami konsekuensinya.
Menurut laporan dari CNN, pemerintah Amerika Serikat mulai memperketat regulasi terkait resep benzodiazepin dalam beberapa tahun terakhir. Namun, langkah ini belum cukup untuk menghentikan peningkatan jumlah pasien yang mengalami ketergantungan. Para dokter mulai menyarankan pendekatan alternatif untuk mengelola kecemasan, seperti terapi kognitif dan meditasi, sebagai cara yang lebih aman untuk mengatasi masalah mental tanpa risiko ketergantungan obat.
The Atlantic melaporkan bahwa efek putus obat dari benzodiazepin seperti Xanax bisa berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, tergantung pada seberapa lama pasien menggunakannya. Beberapa pasien melaporkan bahwa mereka mengalami depresi berat, gangguan tidur, dan gejala fisik seperti nyeri otot dan tremor yang tak kunjung reda setelah berhenti menggunakan obat ini.
Menurut Washington Post, perusahaan farmasi yang memproduksi Xanax telah menghadapi tekanan hukum terkait dampak buruk dari obat ini. Beberapa gugatan hukum diajukan oleh mantan pasien yang merasa bahwa mereka tidak diberi peringatan yang cukup mengenai potensi efek sampingnya. Meskipun obat ini tetap beredar di pasaran, ada upaya yang lebih besar untuk meningkatkan kesadaran tentang risiko penggunaannya.
Dikutip dari laporan BBC, ada perdebatan di kalangan medis mengenai apakah penggunaan benzodiazepin seperti Xanax harus benar-benar dibatasi atau tidak. Beberapa dokter berpendapat bahwa obat ini tetap memiliki manfaat jika digunakan dalam jangka pendek dan dengan pengawasan ketat. Namun, banyak ahli yang berpendapat bahwa risiko ketergantungan dan efek samping jangka panjang terlalu besar untuk diabaikan.
The Economist melaporkan bahwa beberapa negara telah mulai mengurangi penggunaan benzodiazepin secara signifikan dengan memperkenalkan kebijakan yang lebih ketat dalam peresepan obat ini. Di Eropa, beberapa negara telah membatasi jumlah resep yang dapat diberikan kepada pasien dan meningkatkan program edukasi tentang risiko benzodiazepin. Langkah serupa diharapkan dapat diterapkan di Amerika Serikat untuk mengatasi krisis kecanduan yang semakin memburuk.
Dari berbagai laporan ini, tampak jelas bahwa generasi pengguna Xanax menghadapi tantangan besar dalam mengelola kesehatan mental mereka. Sementara obat ini dapat memberikan kelegaan jangka pendek, risiko jangka panjangnya sangat signifikan. Dengan meningkatnya kesadaran dan penelitian lebih lanjut, diharapkan ada pendekatan yang lebih seimbang dalam menangani kecemasan tanpa menimbulkan konsekuensi yang merugikan bagi para pasien.

