(Business Lounge – Business Insight) Seperti yang kita ketahui bahwa sekolah bisnis merupakan tempat penghasil inovasi korporasi dan desain seni berpikir. Tetapi sebagian besar mengandalkan sistem pengajarannya yang hampir tidak pernah berubah. Untuk mempelajari bagaimana memimpin perusahaan, mahasiswa MBA membaca ratusan studi kasus kemudian menguraikan narasinya tentang masalah strategi dalam sebuah perusahaan dan mendiskusikan bagaimana mereka menghadapi tantangannya.
Penjualan Studi Kasus
Bagi Harvard Business School, yang telah menciptakan dan mempopulerkan cara ini (Harvard memulainya pada tahun 1912) beranggapan bahwa studi kasus merupakan produk industri kampus maupun penunjang dalam kurikulumnya. Harvard Business Publishing (HBP) melaporkan bahwa ia menjual studi kasusnya kepada 4000 institusi pendidikan dalam ruang lingkup global dengan 80% kasus studinya telah diterapkan dalam bisnis nyata.
HBP yang juga mempublikasikan materi bisnis lainnya mencetak pendapatan sebesar US$ 194 juta (sekitar 2,5 triliun rupiah) pada tahun 2014 atau meningkat 44% dari tahun 2010 berdasarkan laporan tahunan sekolah bisnis Harvard. Pihak penerbit melaporkan bahwa pihaknya telah menjual 12 juta studi kasus pada tahun lalu ke institusi, perusahaan, dan lain-lain. Harga ecerannya dijual pada kisaran US$ 9 (sekitar 117,000 rupiah) sampai US$ 15 (sekitar 195,000 rupiah) untuk studi kasus biasa. Bagi sektor institusi terutama sekolah akan mendapatkan diskon. Hasil penjualan studi kasusnya melebihi penjualan buku-buku lain terbitan HBP dan langganan Harvard Business Review yang juga merupakan produk HBP.
Robert Burner selaku dekan University of Virginia’s Darden School of Business menyatakan bahwa metode kasus yang diterapkan membuat si pelajar mengalami proses reflektif dan analisa yang kuat. Beberapa studi kasus Harvard terlihat lebih komprehensif dibandingkan informasi yang tersedia oleh Wikipedia. Willis Emmons selaku direktur Christensen Center for Teaching and Learning yang dimilki Harvard mengatakan bahwa studi kasusnya memiliki analisa yang sangat terbatas sehingga membuat mahasiswa tertantang untuk memahami maksud informasi yang diberikan baik kualitatif maupun kuantitatif.
Menjual Catatan Pengajaran
HBP juga menjual catatan pengajaran bagi profesor bisnis untuk memfasilitasi mereka dalam kelas diskusi studi kasus. Catatan tersebut berisi istilah-istilah penting dan khusus yang harus dituliskan profesor dalam papan tulisnya. Di Harvard Business School, profesor-profesor diberikan profil lengkap mengenai mahasiswanya, yang biasa disebut kartu kelas, yang berisi urutan dan waktu mahasiswa yang mereka panggil dalam sesi 80 menit kelasnya. Emmons menambahkan bahwa semakin kuat pengalaman yang dimiliki oleh anggota fakultas, semakin terlihat jelas pekerjaan yang telah dilalui dalam satu sesi.
Dengan jumlah mesin cetak yang terbatas membuat Harvard dapat mempertahankan dominasinya dalam pasar studi kasus. Penerbit Darden Business Publishing menganggap dirinya sebagai penerbit studi kasus kedua terbesar di Amerika Serikat akan tetapi pada tahun 2014 lalu ia hanya menjual kurang dari 700.000 studi. HBP memproduksi dan mendistribusikan studi kasus ke 40 sekolah bisnis. Sekolah tersebut termasuk Universitas California, tepatnya di Hass School of Business yang telah meluncurkan seri studi kasusnya pada tahun lalu. Hass tidak memiliki cara khusus dalam menghadapi pangsa pasar Harvard namun hanya berfokus untuk menguatkan brand-nya dan menunjukkan keahliannya dalam industri teknologi.
Seno/VMN/BL/Contributor
Editor: Ruth Berliana

