(Business Lounge – World Today) – Menanggapi tuduhan korupsi beras, pada hari Kamis kemarin, Perdana Menteri (PM) Thailand Yingluck Shinawatra melancarkan serangan balasan, dengan menuding badan antikorupsi Thailand telah bertindak berat sebelah dan terburu-buru menjatuhkan penilaian. Sebelumnya, lembaga itu menuduh PM Yingluck Shinawatra telah bersalah dalam mengelola subsidi beras miliaran dolar.
Yingluck Shinawatra, menulis di dalam akun Facebook miliknya,“Jika keadilan sungguh ada, dan jika tak ada agenda tersembunyi, [badan antikorupsi] seharusnya tak secepat itu memutus kasus saya…pihak yang berniat menggulingkan pemerintah akan memanfaatkannya,”.
Komentar tajam Yingluck tersebut ditujukan kepada para lawan politik yang berusaha menurunkannya lewat aksi turun ke jalan dan pengadilan. Sementara itu, kekuatannya untuk balik melawan telah dibatasi. Para pengunjuk rasa telah mendesak Yingluck untuk membubarkan parlemen.
Yingluck memperingatkan, langkah badan antikorupsi berisiko dipandang sebagai pemihakan terhadap lawan politik sang PM. Panel yang memiliki kekuasaan untuk memakzulkan atau menggelar pengadilan kriminal atas para politikus itu dipercaya menjaga sikap netral.
Dari pihak badan antikorupsi di Thailand, sampai saat ini juru bicara badan antikorupsi tidak menjawab permintaan untuk memberi komentar atas pernyataan tersebut.
Yingluck berpendapat, bahwa waktu penyelidikan yang dilakukan panel antikorupsi selama tiga pekan dinilai terlalu pendek.
Badan antikorupsi pada Selasa rencananya secara resmi menuntut Yingluck gagal menyelamatkan negara dari kerugian akibat subsidi beras yang dikucurkan pemerintahannya. Yingluck menyatakan diri tidak bersalah.
Perdana Menteri Thailand tersebut dipanggil menghadiri sidang pengadilan pada 27 Februari. dan jika terbukti bersalah, ia akan dibebastugaskan dan mengadap Senat untuk menjalani sidang pemakzulan.
Pada Kamis, Yingluck kembali menegaskan bahwa ia tidak bersalah. Menurutnya, program subsidi beras ditujukan membantu petani, basis pemilih Partai Pheu Thai yang dipimpinnya. Dengan program tersebut, pemerintah membeli beras dari petani setempat dengan harga 50% lebih tinggi dari harga pasar. Bagaimana kelanjutan dari nasib Thailand? Kita tunggu saja berita selanjutnya.
(FJ/FJ/BL-WSJ)
Foto : Antara