(Business Lounge – Business Today), China merupakan produsen besi dan baja terbesar dunia dengan kapasitas produksi 700 juta ton per tahun atau 64 persen dari kapasitas produksi baja dunia sebesar 1,150 miliar ton per tahun.
Baja China diprediksi masih akan membanjiri akan pasar Indonesia sampai dengan akhir tahun ini. Kondisi ini disebabkan karena belum pulihnya pasar Eropa yang merupakan salah satu pasar utama bagi produk baja China ini.
Dampak dari belum membaiknya perekonomian di negara-negara Eropa membuat pasar besi dan baja di kawasan China tertekan. Dan untuk menghindarkan kerugian lebih besar lagi maka kemudian China mengalihkan ke negara lain, dalam hal ini ke pasar Indonesia.
“China sebagai produsen besar tentunya lebih memilih untuk mempertahankan produksinya agar tetap dapat meraih marjin, daripada harus menurunkan produksi yang berimbas kepada kerugian,” jelas Edward Pinem, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesia Iron and Steel Industry Association/IISIA).
Hampir sebagian besar produksi baja RRC tidak dapat diserap pasar dalam negeri China sendiri, sehingga harus mengekspornya ke sejumlah negara yang pasarnya lebih longgar atau kebijakan proteksinya rendah. Diperkirakan China menghasilkan 13 juta ton baja yang dipasarkan ke negara-negara di luar pasar Eropa, dimana dengan kondisi sekarang ini Eropa hanya mampu menyerap 10 juta ton dibandingkan kondisi normal 23 juta ton.
Edward menyatakan bahwa Indonesia memang masih membutuhkan akan produk besi dan baja impor, namun kebutuhan yang diperlukan hanya lima juta ton baja saja. Sementara baja impor yang masuk ke pasar Indonesia mencapai 10 juta ton yan pasti membuat pasar besi dan baja terdistorsi.
Hal ini bisa berdampak kepada pasar Indonesia dimana produk lokal yang pasti akan diturunkan akan kapasitasnya menjadi sekitar 75 persen dan akan membuat Produsen baja dalam negeri Indonesia terkendala untuk menaikan akan harga dari baja lokal sehingga dapat diperkirakan tidak akan mampu berkompetisi dengan harga baja China yang beredar di pasar Indonesia.
Campur tangan Pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan supaya dapat menolong akan industri baja di dalam negeri. Dengan memberlakukan kebijakan baru berupa bea masuk atau PPN sebesar 50 persen bukan 10 persen yang selama ini ada maka akan sangat menolong industri baja di dalam negeri, demikian pernyataan Edward.
(rs/IK/bl-ant)