Oracle

Oracle Tak Lagi Kuda Hitam AI

(Business Lounge – Technology) Dalam dunia teknologi yang bergerak cepat, kejutan terbesar sering kali datang dari arah yang tak disangka. Oracle, perusahaan perangkat lunak enterprise yang selama ini dikenal kaku, mapan, dan tidak terlalu seksi di mata publik, kini menjadi bintang yang sedang naik daun dalam revolusi kecerdasan buatan (AI). Saham perusahaan melonjak lebih dari 35% sepanjang paruh pertama 2025, seiring dengan pertumbuhan pesat pesanan layanan cloud untuk kebutuhan komputasi AI. Bagi sebagian analis pasar, Oracle bukan lagi kuda hitam—ia kini resmi masuk ke barisan terdepan pemain utama AI global.

Oracle, yang selama bertahun-tahun tertinggal dalam kompetisi cloud oleh Amazon Web Services, Microsoft Azure, dan Google Cloud, kini menunjukkan performa luar biasa berkat keberhasilan strategi jangka panjang mereka. Perusahaan yang didirikan oleh Larry Ellison ini memanfaatkan lonjakan kebutuhan infrastruktur AI untuk menjual layanan cloud dengan kapasitas komputasi tinggi, khususnya untuk kebutuhan pelatihan dan pengoperasian large language models (LLM) dan sistem AI lainnya.

Dalam laporan keuangannya baru-baru ini, Oracle menyebutkan bahwa backlog atau tumpukan kontrak jangka panjang mereka telah meningkat tajam—dan sebagian besar berasal dari proyek yang berkaitan dengan AI. Menurut laporan The Wall Street Journal, hal ini mencerminkan betapa perusahaan-perusahaan pengembang AI, dari startup hingga raksasa teknologi, mulai mempercayakan kebutuhan komputasi mereka kepada Oracle, khususnya melalui produk Oracle Cloud Infrastructure (OCI) yang diklaim lebih efisien dan terjangkau dibandingkan kompetitor besar.

Salah satu faktor kunci dari kenaikan ini adalah kerja sama Oracle dengan Nvidia, yang menyediakan chip dan server kelas atas untuk beban kerja AI. Dengan infrastruktur yang dirancang khusus untuk pelatihan model AI berskala besar, OCI menjadi alternatif yang menarik bagi perusahaan yang ingin menghindari persaingan slot GPU di AWS atau Azure. Keunggulan Oracle dalam mengatur kapasitas, efisiensi biaya, serta pengelolaan data skala besar memberikan nilai tambah yang mulai diakui oleh pasar.

Namun, seiring dengan naiknya performa pasar, ekspektasi terhadap Oracle juga melonjak. Dengan valuasi yang kini mencerminkan pertumbuhan tinggi dan potensi dominasi di sektor AI, tekanan terhadap kinerja jangka pendek dan jangka menengah juga meningkat. Para analis memperingatkan bahwa setiap perlambatan dalam realisasi backlog atau keterlambatan proyek AI besar bisa berdampak negatif terhadap harga saham Oracle, yang sudah berada di level tertinggi dalam sejarah perusahaan.

Lebih lanjut, Oracle tetap berhadapan dengan tantangan klasik yang dihadapi semua penyedia infrastruktur AI: kebutuhan modal besar untuk membangun dan memelihara pusat data kelas dunia. Selain itu, karena banyak dari kontrak-kontrak AI ini bersifat jangka panjang dan belum diakui sebagai pendapatan dalam waktu dekat, ketahanan arus kas menjadi salah satu indikator yang diawasi ketat oleh para investor.

Meski begitu, Oracle tampak percaya diri. Dalam wawancara dengan Bloomberg, eksekutif perusahaan menyatakan bahwa transformasi Oracle bukan hanya soal mengikuti tren AI, tetapi buah dari kerja keras selama satu dekade terakhir dalam membangun platform cloud yang benar-benar kompetitif. Strategi tersebut mencakup konsolidasi produk software enterprise mereka dengan layanan cloud, penambahan fitur-fitur AI native di berbagai lini produk, serta pendekatan lebih terbuka terhadap mitra teknologi eksternal.

Di sisi lain, pergeseran Oracle menuju AI dan cloud juga menunjukkan perubahan narasi di pasar keuangan. Dahulu dianggap lamban dan terjebak di masa lalu, Oracle kini disebut-sebut sebagai “the Nvidia of infrastructure” oleh beberapa analis. Sebutan ini merujuk pada posisi penting Oracle sebagai penyedia fondasi bagi berbagai aplikasi AI masa depan—peran yang selama ini didominasi oleh nama-nama seperti Microsoft atau Amazon.

Tidak hanya itu, pertumbuhan Oracle juga mencerminkan perubahan struktural dalam pasar teknologi global. Dengan semakin banyaknya perusahaan non-teknologi yang ikut serta dalam pengembangan AI, kebutuhan akan penyedia infrastruktur yang andal dan fleksibel menjadi lebih krusial dari sebelumnya. Oracle, dengan pengalaman panjangnya dalam menangani sistem enterprise berskala besar, berada dalam posisi strategis untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Namun, para investor dan pengamat pasar tetap harus berhati-hati. Euforia terhadap AI telah membuat banyak saham teknologi terbang tinggi, sering kali tanpa dukungan fundamental yang kuat. Jika pasar kembali realistis terhadap potensi jangka pendek AI atau muncul regulasi baru yang memperlambat adopsi teknologi, Oracle bisa terkena imbasnya. Dalam kondisi seperti itu, perusahaan harus menunjukkan bahwa lonjakan saat ini bukan hanya hasil dari hype, melainkan awal dari siklus pertumbuhan baru yang berkelanjutan.

Bagaimanapun juga, Oracle telah membuktikan bahwa bukan hanya perusahaan muda dan disruptif yang bisa memenangkan perlombaan teknologi. Dalam era di mana AI mendominasi semua lini diskusi bisnis, Oracle muncul sebagai contoh bagaimana inovasi strategis, konsistensi eksekusi, dan pemahaman mendalam atas kebutuhan infrastruktur bisa mengubah citra dan posisi pasar secara dramatis.

Dan kini, bukan hanya pasar yang harus memperhitungkan Oracle, tetapi juga para pesaing utama yang telah lama mendominasi sektor cloud dan AI. Sang kuda hitam telah berubah menjadi pesaing utama—dan balapan baru saja dimulai.