Pelajaran Ketekunan dari Melanie Perkins untuk Para Startup – Berani mengubah Pitch Deck hingga Ratusan Kali

(Business Lounge Journal – Entrepreneurship)

Membuat berbagai design mulai dari konten sosial media, sampai undangan, presentasi, bahkan poster bukan lagi hal yang sulit bagi banyak orang setelah kehadiran Canva, sebuah platform desain grafis secara online. Perusahaan yang didirikan oleh Melanie Perkins ini telah melejit dan menjadi andalan banyak kalangan untuk melakukan desain. Di usianya yang baru 34 tahun, dia telah menjadi salah satu wanita termuda sekaligus dinobatkan sebagai wanita terkaya kedua di Australia dengan kekayaan sebesar USD5,9 miliar atau setara dengan Rp84,2 triliun menurut Bloomberg Billionaires Index. Sedangkan Canva baru-baru ini dihargai senilai  USD40 miliar atau setara dengan lebih dari Rp569 triliun.

Dari berbagai wawancara yang dilakukannya di banyak media asing, maka kami mencoba untuk membuat rangkuman untuk mengenal sepak terjang Melanie Perkins dari yang semula adalah penjual syal di pasar hingga membangun bisnis multi-miliar dollar.

Tentang Melanie Perkins

Melanie Perkins meluncurkan bisnis kreatifnya sejak ia masih berusia 14 tahun, dengan merancang dan menjual syal di kampung halamannya, Perth, Australia. Kemudian, pada usia 22 tahun, Perkins mendirikan perusahaan yang diberi nama Fusion Books, sebuah platform online bagi para murid sekolah untuk merancang buku tahunan mereka. Saat ini, Fusion Books menjadi penerbit buku tahunan terbesar di Australia dan digunakan juga di Prancis dan Selandia Baru. Pada tahun 2013, Perkins meluncurkan bisnis ketiganya, Canva, yang memungkinkan siapa saja dapat membuat desain berkualitas profesional.

Tekun dan tidak pernah menyerah

Saat Perkins pertama kali mencoba mencari dana untuk Canva, maka ia mengalami penolakan lebih dari 100 kali. Hal ini memang tidak mudah bagi Perkins yang masih berdomisili di Australia sementara para investor yang ia dekati adalah para investor AS. Menurut Perkins, bagi banyak orang di luar negeri sat itu, Australia adalah “land down under” — tempat yang terlalu jauh dan terlalu berisiko untuk diinvestasikan. Tapi ini tidak menghentikan Perkins, dia terus bertahan selama lebih dari tiga tahun sampai dia bertemu investor Bill Tai. Meskipun Bill Tai tidak berinvestasi di Canva, tetapi dia membantu Perkins dan rekan yang sekaligus suaminya, Cliff Obrecht untuk terhubung dengan orang-orang yang dapat membantu mereka mengembangkan bisnis.

Tidak hanya masalah mencari  investor, Perkins pun sangat gigih untuk mencari pelanggan. Ketika Perkins memulai bisnis ini hampir dua puluh tahun yang lalu, ia tidak mempunyai klien. Maka untuk mendapatkannya, ia pun menelepon nama-nama dari Yellow Pages untuk menawarkan bilamana mereka membutuhkan jasa publikasi. Perkins memilki mindset yang menarik, bahwa setiap jawaban “tidak” yang diperolehnya, berarti selangkah lebih dekat dengan klien yang akan mengatkan “ya”. Jika ia menelepon 20 orang, maka kemungkinannya ia akan menemukan satu orang yang akan berkata “ya”. Hal inilah yang terus memotivasinya bahkan sampai hari ini.

Berani mengubah Pitch Deck

Kegigihan yang dilakukan Perkins juga ditunjukkannya dengan keberaniannya untuk tidak ragu-ragu mengubah pitch deck-nya. Ya, Perkins memang memiliki visi pada bisnisnya, tetapi ketika ia bertemu dengan para calon investor yang menolak untuk memberikan investasi, maka alasan yang diperoleh dari si calon investor tersebut akan digunakannya untuk kembali me-review picth deck yang telah dibuatnya. Sehingga dalam satu tahun, Perkins dapat melakukan revisi hingga lebih dari seratus kali. Saya rasa, tidak semua entrepreneur mau melakukan apa yang dikerjakan Perkins ini. Kecenderungan orang akan berhenti setelah mendapatkan 100 penolakan. Tetapi Perkins mengatakan bahwa ia terus-menerus mencurahkan energi pada hal-hal yang dapat ia perbaiki sambil terus mencari mereka yang percaya kepada visinya. Akhirnya Perkins memutuskan untuk sementara pindah ke California untuk mencari investor teknologi di Silicon Valley.

Dengarkan pelanggan Anda

Seperti yang telah dikisahkan di atas, sebelum mendirikan Canva, Perkins dan Obrecht telah menjalankan Fusion Books. Ketika itu mereka terus mencoba untuk menggali feedback para pelanggan Fusion Books yang kemudian mereka gunakan untuk membangun Canva. Ketika itu Perkins merasa frustrasi oleh karena harus menggunakan berbagai program desain yang terlalu rumit saat ia mulai masuk jurusan design graphic pada tahun pertama di perguruan tinggi. Ia merasakan bahwa bukan hanya dia yang merasa frustasi, tetapi juga banyak orang yang harus membayar mahal untuk tenaga desainer profesional. Perkins pun memutuskan mendirikan Canva dengan terus mendengarkan para penggunanya guna pengembangannya.

Apa yang awalnya Anda luncurkan, bisa saja berubah menjadi sesuatu yang lain, dan Anda tidak boleh terpaku pada konsep asli yang Anda buat. Seing kali sebagai pengusaha, kita semua berpikir bahwa kita memiliki ide bisnis yang terbaik, namun jangan lupa bahwa itu adalah menurut kita. Penting untuk memantapkan sebuah ide dan membuatnya sukses besar dengan mendengarkan umpan balik para pelanggan potensial Anda dan membangun solusi yang mendukung mereka.

Perkins pun tidak ragu untuk mengumpulkan testimoni para penggunanya, misalnya testimoni dari seseorang yang membuat publikasi di papan digital dengan menggunakan Canva tanpa pelatihan desain sebelumnya. Atau sebanyak lebih dari 17.000 lembaga nonprofit dari seluruh dunia yang menggunakan Canva untuk melakukan penggalangan dana. Semua testimoni tersebut membuat semua pekerjaan yang dilakukannya menjadi sangat berharga.

Percaya diri

Pada awal Anda memulai bisnis, maka Anda dapat saja menemukan banyak orang yang pesimis dengan apa yang Anda bangun. Hal ini seperti yang Perkins alami. Namun Perkins dapat bertahan dengan rasa percaya dirinya. Berkali-kali, Perkins harus percaya bahwa dia bisa meraih kesuksesan dari apa yang ingin dia capai. Pada usia 19 tahun, setelah menunda gelar sarjananya, dia mulai mencoba dan mengumpulkan dana untuk ide besarnya, tetapi dia terus-menerus ditolak. Jika Anda mengalami masa-masa seperti ini, maka Anda perlu mengandalkan kepercayaan diri Anda untuk terus bertahan.

Tidak berhenti untuk kreatif dan berinovasi

Untuk menjaga terus termotivasi, maka Perkins membangun tim yang terdiri dari orang-orang yang sangat cerdas dan baik, yang semuanya memiliki impian dan rencana besar untuk perusahaan. Tim ini membantu Perkins untuk senantiasa memunculkan ide yang dapat memperkenalkan Canva semakin luas ke seluruh dunia. Setiap budaya yang dimiliki oleh negara demi negara juga telah menjadi pengalaman belajar yang luar biasa dan menarik bagi seluruh tim sehingga memperkaya variasi design yang dimiliki oleh Canva. Menurut Perkins, penting untuk selalu mengutamakan pengguna — apa yang mereka butuhkan dan cari — untuk memastikan Canva dapat menjadi toko serba ada untuk semua kebutuhan desain mereka. Ini adalah proses pembelajaran yang tidak pernah berhenti karena desain terus berkembang.

Jangan lupa memberi

Perkins dan timnya selalu memberikan sumbangan yang besar, jadi setelah penilaian yang dilakukan terhadap Canva baru-baru ini, serta merta perusahaan itu memutuskan untuk memberikan 30% saham bisnisnya kepada badan amal yang bertujuan untuk menekan angka kemiskinan. Sumbangan yang setara dengan jumlah USD12 miliar atau Rp170 triliun ini dirasa sangat penting bagi Perkins untuk dilakukan bahkan ia menghimbau para pengusaha untuk menggunakan bisnis mereka sebagai alat untuk dapat berbuat baik, tidak peduli berapa pun nilainya. Ide lain yang diberikannya adalah bermitra dengan platform yang juga memiliki proyek memberi, misalnya untuk setiap produk yang terjual atau proyek yang diselesaikan, maka ada kontribusi kebaikan yang diberikan. Canva pun bermitra dengan B1G1, social enterprise dan non-profit organization yang berbasis di Singapura.

Membangun bisnis miliaran dolar bukanlah hal yang mudah, tetapi seperti kata pepatah dari Norman Vincent Peale, seorang penulis yang jug apernah menjabat menjadi seorang menteri di Amerika “Shoot for the moon. Even if you miss, you’ll land among the stars” – jika Anda mengincar bulan, maka jika Anda tidak mencapainya, paling tidak Anda akan mendarat di sebuah bintang. Dengan belajar dari cara Perkins, Anda juga dapat mempersiapkan diri untuk sukses dan menciptakan unicorn berikutnya. Anda siap?