(Business Lounge – Global News) Selama beberapa tahun terakhir, restoran cepat saji di Amerika Serikat terus bersaing menghadirkan varian ayam goreng yang semakin kreatif. Dari Popeyes yang memicu “chicken sandwich wars” hingga McDonald’s dan Chick-fil-A yang mendominasi pasar dengan loyalitas konsumen mereka, tren ayam goreng tampak belum kehilangan daya tarik. Kini, El Pollo Loco, jaringan restoran yang selama ini dikenal karena ayam panggang ala Meksiko, memutuskan ikut bergabung dalam keramaian itu dengan meluncurkan menu ayam goreng pada tahun depan.
Menurut laporan Wall Street Journal, langkah ini merupakan salah satu upaya El Pollo Loco untuk memperluas basis konsumennya tanpa meninggalkan identitas utama sebagai penyaji ayam panggang. Restoran ini selama bertahun-tahun menempatkan diri sebagai alternatif lebih sehat dibanding kompetitor cepat saji, dengan fokus pada ayam yang dipanggang dengan bumbu khas. Namun, permintaan konsumen yang terus meningkat terhadap produk ayam goreng mendorong manajemen untuk mencoba peruntungan di segmen tersebut.
Menu baru yang akan diperkenalkan adalah fried chicken tenders, potongan ayam goreng renyah yang dianggap lebih mudah diterima konsumen luas. Produk ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan ayam panggang khas El Pollo Loco, melainkan sebagai pelengkap yang diharapkan mampu menarik pelanggan baru, khususnya generasi muda yang akrab dengan tren ayam goreng dalam budaya pop kuliner.
Dalam wawancara dengan Bloomberg, eksekutif El Pollo Loco menyebut bahwa inovasi produk adalah kunci bertahan dalam industri restoran cepat saji yang sangat kompetitif. Mereka menilai diversifikasi menu bisa membantu perusahaan tetap relevan di tengah dinamika selera konsumen. Meski demikian, tantangan bagi El Pollo Loco adalah menjaga keseimbangan antara identitas sebagai restoran “ayam panggang” dengan langkah masuk ke ranah ayam goreng yang sudah jenuh dengan kompetitor besar.
Fenomena ini mencerminkan tren lebih luas di industri makanan cepat saji Amerika. Data dari Nation’s Restaurant News menunjukkan bahwa menu ayam goreng mengalami lonjakan penjualan signifikan dalam lima tahun terakhir, melampaui pertumbuhan menu burger. Penyebab utamanya adalah preferensi konsumen yang melihat ayam sebagai protein lebih “ringan” dibanding daging sapi, serta daya tarik tekstur renyah yang mudah dipasarkan lewat media sosial.
El Pollo Loco, yang saat ini mengoperasikan sekitar 500 lokasi restoran di AS, sebagian besar di California dan wilayah Barat Daya, memang memiliki basis pelanggan loyal. Namun, perusahaan menghadapi persaingan ketat dari jaringan besar seperti KFC, Raising Cane’s, Wingstop, dan Popeyes yang agresif melakukan ekspansi. Dengan masuknya El Pollo Loco ke segmen ayam goreng, konsumen akan menilai apakah identitas rasa khas Meksiko dapat menjadi diferensiasi yang kuat dibanding menu fried tenders yang sudah banyak ditawarkan di pasar.
Strategi ini juga berhubungan erat dengan tren konsumen pasca-pandemi. Menurut Reuters, banyak restoran cepat saji mencoba memperluas penawaran produk untuk mendorong frekuensi kunjungan pelanggan. El Pollo Loco, yang mengalami tekanan akibat inflasi harga bahan baku dan upah pekerja, melihat inovasi menu sebagai cara meningkatkan margin sekaligus memperbesar pangsa pasar.
Namun, risiko yang dihadapi tidak kecil. Jika menu ayam goreng dianggap terlalu generik, El Pollo Loco bisa kehilangan keunikan merek yang selama ini menjadi pembeda. Sebaliknya, jika berhasil menggabungkan citarasa ayam panggang khas dengan gaya goreng modern, perusahaan bisa menciptakan segmen baru yang memberi nilai tambah.
Pengamat industri kuliner menilai langkah ini sebagai “uji identitas” bagi El Pollo Loco. “Mereka harus berhati-hati agar tidak tampak sekadar menyalin kompetitor,” kata seorang analis restoran yang dikutip CNBC. “Kekuatan El Pollo Loco ada pada branding ayam panggang dengan sentuhan Meksiko. Jika fried tenders bisa mengadopsi elemen itu, mereka mungkin akan menemukan ceruk unik.”
Selain menu baru, perusahaan juga berencana memperkuat pemasaran digital dan layanan pengantaran makanan untuk mendukung ekspansi produk. Media sosial akan menjadi arena utama untuk memperkenalkan ayam goreng ini, dengan kampanye yang menyasar kalangan muda yang terbiasa membagikan pengalaman kuliner secara daring.
Langkah El Pollo Loco ini pada akhirnya mencerminkan bagaimana restoran cepat saji harus terus beradaptasi dengan selera konsumen yang berubah cepat. Pasar ayam goreng mungkin sudah padat, tetapi daya tarik tekstur renyah dan rasa gurih masih mampu menggiring konsumen mencoba varian baru. Pertanyaannya adalah apakah El Pollo Loco bisa menambahkan sesuatu yang berbeda dari sekadar renyah dan gurih itu.
Tahun depan akan menjadi momen penting untuk menilai keberhasilan strategi ini. Jika fried tenders mereka mampu membangkitkan antusiasme tanpa mengorbankan citra sebagai penyaji ayam panggang sehat dan khas, El Pollo Loco bisa menemukan jalan baru untuk tumbuh. Namun jika sebaliknya, risiko kehilangan identitas justru bisa lebih merugikan daripada tidak ikut serta dalam tren ayam goreng sama sekali.