(Business Lounge – Global News) Dalam lanskap ritel yang penuh tekanan, hanya sedikit nama yang berhasil memanfaatkan kekacauan untuk mencetak keuntungan. Michaels, perusahaan ritel seni dan kerajinan terbesar di Amerika Serikat, menjadi salah satu di antaranya. Sinyal pemulihan muncul ketika manajemen perusahaan memberi tahu para pemegang utang bahwa penjualan di toko yang sama (same-store sales) meningkat sebesar 2,3% untuk kuartal yang berakhir Mei lalu—suatu pencapaian yang langka di sektor yang sedang dilanda ketidakpastian.
Pertumbuhan ini bukan semata karena strategi internal, melainkan karena gabungan dari dua faktor eksternal yang memainkan peran penting. Pertama, runtuhnya beberapa pesaing utama seperti Jo-Ann Stores dan Party City. Kedua, penundaan kebijakan tarif impor dari pemerintah yang sebelumnya diprediksi akan membebani biaya operasional perusahaan-perusahaan ritel yang mengandalkan pasokan barang dari luar negeri.
Michaels menemukan momentum di tengah kesulitan pesaingnya. Jo-Ann Stores, yang sebelumnya menjadi saingan utama di bidang kain dan perlengkapan menjahit, tengah berjuang keluar dari proses restrukturisasi keuangan. Party City, yang banyak menjual produk dekorasi dan perlengkapan pesta, juga menutup banyak toko setelah mengajukan kebangkrutan. Michaels pun bergerak cepat mengisi ruang kosong yang ditinggalkan mereka, baik secara geografis maupun psikologis di mata konsumen.
Dengan pesaing besar yang tersingkir dari arena, Michaels kini menjadi satu-satunya pengecer fisik berskala nasional yang berfokus pada segmen seni, kerajinan tangan, dan pesta. Di tengah tren kembali ke aktivitas rumah tangga dan kerajinan DIY pasca-pandemi, posisi ini sangat strategis. Selain menawarkan produk yang sama, Michaels juga memperluas lini barang-barangnya untuk mencakup dekorasi rumah, alat baking, hingga perlengkapan hadiah musiman, menjadikannya tujuan satu atap bagi pelanggan kreatif.
Namun peluang itu tak akan dapat dimaksimalkan tanpa stabilitas dari sisi pasokan. Dalam beberapa tahun terakhir, ketidakpastian perdagangan—terutama ancaman tarif tambahan terhadap barang-barang impor dari Tiongkok—telah membayangi industri. Banyak produk yang dijual Michaels, mulai dari cat akrilik hingga gunting kerajinan, bergantung pada manufaktur luar negeri. Penundaan dalam implementasi tarif memberikan ruang bernapas. Perusahaan dapat mempertahankan struktur harga saat ini tanpa harus menaikkan harga di tingkat konsumen atau mengorbankan margin keuntungan.
Dampaknya mulai terlihat jelas. Selain pertumbuhan 2,3% pada same-store sales, pendapatan keseluruhan perusahaan selama kuartal tersebut mencapai US$576,8 juta, naik 13,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laba per saham juga naik, menunjukkan bahwa peningkatan penjualan tidak dikompensasi oleh lonjakan biaya. Pertumbuhan ini bahkan terjadi tanpa ekspansi besar-besaran; sebagian besar penjualan berasal dari kinerja toko-toko yang sudah ada, bukan dari pembukaan lokasi baru.
Michaels juga melanjutkan ekspansi strategis dengan membuka toko baru di lokasi-lokasi bekas pesaing. Hal ini mempermudah mereka masuk ke pasar yang sudah memiliki basis pelanggan terlatih dan mengenal kategori produk. Pendekatan ini tidak hanya lebih efisien dari sisi biaya, tetapi juga mempercepat penetrasi merek ke wilayah-wilayah yang sebelumnya didominasi oleh Jo-Ann atau Party City.
Meski lanskap saat ini menguntungkan, manajemen Michaels tetap bersikap waspada. Ketergantungan pada impor berarti bahwa perusahaan tetap rentan terhadap perubahan kebijakan perdagangan. Jika pemerintah kembali menerapkan tarif, struktur biaya perusahaan bisa berubah drastis. Selain itu, perubahan perilaku konsumen yang semakin bergeser ke arah e-commerce juga menjadi perhatian. Michaels telah menginvestasikan cukup besar untuk memperkuat kehadiran digitalnya, termasuk layanan pemesanan online dan pengambilan di toko, tetapi transformasi ini masih berjalan.
Di sisi lain, ada momentum konsumen yang bisa dimanfaatkan. Kegiatan kerajinan tangan, scrapbook, dekorasi rumah DIY, dan baking rumahan mengalami lonjakan minat selama pandemi dan cenderung menetap sebagai hobi berkelanjutan. Ini menciptakan pasar yang loyal dan bernilai tinggi, terlebih dengan dukungan konten di media sosial yang turut mendorong tren tersebut.
Michaels juga mencoba menghidupkan kembali minat anak muda dan generasi Z terhadap aktivitas kreatif dengan menggandeng influencer dan menyelenggarakan kelas-kelas kerajinan di dalam toko. Upaya ini berpotensi memperluas basis pelanggan sekaligus memperkuat loyalitas merek di tengah dominasi e-commerce global.